Harimau Surya Manggala, Riwayatmu Kini

Lahir di suaka, tinggalkan belang di rimba

Sinyal GPS Collar Surya menunjukkan pergerakan yang lamban
Petugas mengira, Surya tengah mendapat mangsa
Namun setelah beberapa hari, radius pergerakannya semakin minim
Setelah dicek ke lapangan, ternyata Surya tinggal tulang dan belang
Surya menyusul saudara kandungnya, Citra yang mati lebih dulu di TNKS
Selamat jalan Surya, alam berduka

Taman Nasional Kerinci Seblat, Maret 2023

Surya Manggala menjadi harimau ketiga yang mati sebulan terakhir. Ada dua kasus kematian lain di Aceh Selatan dan Aceh Timur. Satu kasus mati karena diracun, satu lagi terjerat.

Surya tidak mati dengan cara keduanya. Dia ditemukan tinggal tulang belulang dan kulit di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) Desa Bintang Marak, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, Jambi pada Rabu 1 Maret 2023. Penyebab kematiannya masih menunggu nekropsi yang tidak kunjung dilakukan.

Balai Besar Taman Nasional kerinci Seblat (BBTNKS) masih menunggu nekropsi itu. Saat ini bangkai, kulit, tulang dan GPS Collar sudah dibawa ke markas BBTNKS. “Kejadian itu kita laporkan 3 Maret.  Kita masih menunggu arahan pimpinan,”ujar Kepala BBTNKS Haidir kepada IDN Times, Minggu (12/3/2023) petang.

Kematian Surya menambah duka konservasi. Surya dan Citra lahir di Sanctuary Harimau Barumun, Sumut dari indukan Gadis dan Monang pada 13 Januari 2018 lalu.

Selama delapan bulan lepas liar, pergerakan Surya cukup dinamis. Secara acak ke luar masuk kawasan TNKS. Ada pola jelajah yang sudah dibangunnya dilihat dari panulan sinyal GPS Collar yang tersemat di lehernya.

Baca Juga: Harubiru Surya dan Citra Pulang ke Rumah Baru

Radius jelajah sudah berkurang sebelum Surya mati

Harimau Surya Manggala, Riwayatmu KiniSurya Manggala saat dilepasliarkan ke dalam kawasan TNKS, 7 Juni 2022. Surya adalah harimau yang lahir dan besar di dalam Sanctuary Harimau Barumun, Sumatra Utara. (Mirza Baihaqie for IDN Times)

Kata Haidir, selama ini pemantauan terhadap Surya terus dilakukan. Sejak 20 Februari 2023 terjadiu anomali. Radius jelajah Sang Raja Rimba berkurang. Hanya 10 sampai 50 meter per hari.

Haidir dan tim nya tidak menaruh curiga. Karena sebelumnya mereka pernah mengalami hal serupa. Saat dicek di lapangan, menurunnya jarak jelajah dikarenakan Surya mendapat mangsa.

Namun sampai 24 Februari 2023, jarak jelajahnya semakin menurun. Hanya belasan meter. Mereka memutuskan melakukan pengecekan pada 28 Februari 2023.

“Tanggal 1 Maret 2023 kita temukan dalam bentuk bangkai. Itu kondisinya sudah hancur. Tinggal tulang belulang dan kulit serta GPS Collar,” kata Haidir.

Muncul dugaan baru. Surya sudah lama mati jika melihat bangkai yang tinggal tulang belulang. Haidir menduga tidak kurang dari 10 hari sebelum ditemukan, Surya sudah mati. Namun saat itu GPS Collar masih mengirimkan sinyal.

“Kemungkinan besar ini akurasi alat. Karena menggunakan satelit. Jadi ada akurasinya kurang. Sehingga GPS Collar-nya diam ternyata terbaca bergerak dari sinyal yang diberikan,” imbuhnya.

Selama delapan bulan di TNKS, tidak pernah ada laporan Surya berkonflik dengan manusia. Meski pun beberapa kali dia pernah masuk ke perkebunan di wilayah APL. Berbeda dengan Citra yang mati tertusuk tanduk kerbau milik warga.

Informasi kematian sengaja ditutupi?

Harimau Surya Manggala, Riwayatmu KiniHarimau Sumatra Citra Kartini saat berada di Sanctuary Harimau Barumun, Paluta, Sumut. (Saddam Husein for IDN Times)

Publik bertanya-bertanya mengapa informasi kematian Surya cukup lama baru terpublikasi. Mencuat dugaan ada upaya bungkam dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Berbanding terbalik ketika pelepasliaran Surya dan Citra yang diunggah hingga ke media sosial.

Kabar kematian diketahui publik dari unggahan akun Instragram Wildlife Whisperer Sumatra. “Alam mengabarkan harimau sumatera Surya Manggala telah mati menyusul Citra Kartini (saudaranya) yang lebih dulu pergi meninggalkan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat, 19 Juli 2022, lalu. Dear, ibu Menteri @siti.nurbayabakar sampai kah berita duka ini kepada ibu di meja kerja? Kita kehilangan lagi satwa endemik terancam punah kebanggaan bangsa, bu Siti, tulis akun itu di dalam unggahannya.

Haidir membantah pihaknya sengaja bungkam. Menurut dia, dirinya sudah membuat laporan ke pimpinan lembaganya.

“Kita gak ada niat untuk bungkam. Ini kan kerjaan rutin teman teman saja. Kalau setiap pekerjaan harian kita disampaikan ke media, repot juga kan. Jadi saya anggap seperti itu saja. Ada masalah kita tangani. Kita laporkan ke pimpinan, kalau ada media yang  nanya kita sampaikan. Jadi saya juga terbuka saja,” katanya.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memberi kritik lambannya alur informasi soal kematian satwa ke publik. Direktur WALHI Sumut Rianda Purba mengatakan, publik memiliki hak atas informasi tentang upaya konservasi. Karena harimau itu milik seluruh masyarakat.

“Berita kematian satwa jarang diinformasikan. Padahal sebaiknya disampaikan saja ke publik. Sehingga fungsi kontrol, pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja KLHK,” ungkap Rianda, Senin (13/3/2023).

Ketika informasi ini tidak disampaikan, kata Rianda, justru akan menjadi asumsi liar di tengah publik. Seolah pemerintah hanya menginginkan publikasi yang baik saja. Sementara informasi kematian dianggap hal yang negatif.

“Apa salahnya jika informasi disampaikan secara utuh, agar publik juga semakin cerdas,” tukasnya.

Auriga Nusantara juga memberi kritik senada. Staf Perlindungan Spesies, Direktorat Hutan, Auriga Nusantara Riszki Is Hardianto mengatakan, kematian Surya atau pun individu lain menjadi pembelajaran penting bagi publik tentang upaya konservasi harimau sebagai satwa kunci.

“Kita lihat selalu semarak ketika ada informasi kelahiran, pelepasliaran. Tapi kenapa ketika ada kematian, menunggu ditanya baru diinformasikan. Angka kematian ini justru penting dipublikasikan supaya kita semakin peduli akan dunia konservasi,” ungkapnya.

“Harusnya pemerintah paling depan mengabarkan jika ada harimau mati dan penurunan populasi. Bersyukur jika kita mengetahui ada kematian. Ini kan jadi terpantau. Ini jadi poin penting,” imbuhnya.

Butuh evaluasi menyeluruh pola pelepasliaran

Harimau Surya Manggala, Riwayatmu KiniProses pemasangan GPS Collar sebelum Surya dan Citra dilepasliarkan. (Saddam Husein for IDN Times)

Kematian Surya dan Citra menjadi pembelajaran penting bagi upaya konservasi harimau yang kini tersisa tidak lebih dari 600 individu di habitatnya. Kondisi habitat harimau juga saat ini terus mengalami deforestasi.

Surya dan Citra diklaim sebagai harimau pertama yang lahir di sanctuary dan dilepasliarkan ke alam. Bagi Auriga, harus ada evaluasi menyeluruh dalam pelepasliaran.

Menurut Riski, pemilihan TNKS sebagai lokasi lepasliar sudah cukup tepat. Karena di sana tingkat kepadatan populasi harimau masih sedikit. Ditambah kondisi habitat yang masih terjaga.

Yang masih menjadi pertanyaan, apakah Surya dan Citra memang sudah pantas dilepasliarkan? Auriga menduga, Surya dan Citra memang belum bisa hidup mandiri di alam liar. Masih banyak pembelajaran yang belum didapatkan oleh Citra dan Surya selama di suaka.

“Kita  khawatir ada hal hal alami yang tidak didapatkan dari indukannya. Termasuk soal pembentukan instingnya di alam liar. Ini harusnya ada evaluasi internal dalam manajemen pelepasliaran,” ungkapnya.

Kematian Citra tidak dijadikan pembelajaran

Harimau Surya Manggala, Riwayatmu KiniKondisi Citra Kartini saat ditemukan mati di wilayah Desa Baru Lempur, Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci, Jambi, Selasa (19/4/2022). (Dok: BBTNKS)

Auriga menyayangkan kematian Surya. Kematian Citra seolah tidak dijadikan pembelajaran. Itu terlihat dari pola penanganan Surya.

Kata Riszki, ada jeda waktu yang cukup lama antara pergerakan harimau yang sudah terlihat melambat dan jarak radius jelajah yang semakin pendek. “Harusnya itu bisa dilakukan langkah cepat di lihat kondisinya gimana. Kalau ada tim yang datang mungkin bisa membantu harimau. Apakah dibawa ke sanctuary. Apakah dilakukan pengobatan,” imbuhnya.

Auriga juga menyesalkan lamanya proses nekropsi dilakukan. Harusnya, jika cepat dilakukan bisa mengetahui penyebab kematiannya. Melihat sekilas kondisi bangkainya, asumsi sementara Surya memang mati karena tidak mampu bertahan di alam liar.

“Harusnya nekropsi penting. Karena pasti ada pembelajaran. Ketika nekropsi itu tidak dianggap penting jadi bahaya. Kematian ini harusnya jadi contoh. Pembelajaran, ke depan untuk pelepasliaran. Dan ketika pemerintah tidak mendesak untuk nekropsi, ini yang justru aneh,” tukasnya.

Menakar keseriusan pemerintah dalam upaya konservasi harimau

Harimau Surya Manggala, Riwayatmu KiniProses pemeriksaan kesehatan Surya Manggala dan Citra Kartini di Sanctuary Harimau Barumun sebelum dilepasliarkan pada Juni 2022 lalu. (Saddam Husein for IDN Times)

Kasus kematian harimau santer belakangan terjadi. Upaya perlindungan terhadap satwa terancam punah itu perlu dipertanyakan.

Ketidakseriusan pemerintah dalam upaya konservasi harimau terlihat gamblang. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Harimau sampai saat ini tidak diterbitkan pemerintah. Padahal, draft SRAK sudah masuk ke pemerintah sejak 2019.

Jangan sampai, kata Rizski, tidak adanya SRAK membuat upaya konservasi berjalan parsial. Karena tidak ada panduan yang jelas.

“Ini menunjukkan ketidaseriusan pemerintah dalam upaya konservasi. SRAK ini harusnya jadi panduan aksi konservasi se Indonesia. Dengan adanya SRAK saja, populasinya masih tetap turun, bentang alamnya terus berkurang. Apalagi ini tidak ada SRAK. Tidak ada panduan NGO dan pemerintah untuk menjalankan aksi konservasinya,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Surya dan Citra dilepasliarkan ke Taman Nasional kerinci Seblat masing-masing pada 7 dan 8 Juni 2022. Mereka dilepasliarkan di dua titik yang terpisah di dalam zona inti TNKS.

TNKS dipilih menjadi tempat pelepasliaran setelah dilakukannya hasil kajian cepat (rapid assessment) yang dilakukan oleh BBTNKS bekerjasama dengan lembaga SINTAS INDONESIA menggunakan software Maximum Entropy (MaxEnt) untuk memprediksi lokasi pelepasliaran harimau sumatera.  Survei  lapangan juga sudah dilakukan untuk melihat kondisi lokasi.

Hasil dari survey yang dilakukan oleh BBTNKS dan Fauna & Flora Internasional (FFI) dari 2005 hingga 2021, menggunakan kamera jebak berhasil mengidentifikasi sebanyak 93 individu harimau sumatra di kawasan TNKS.

Pada tahun 2021 dan 2022 sebanyak 2 individu harimau sumatra juga sebelumnya telah di lepas liarkan ke dalam kawasan TNKS. Hadirnya Surya dan Citra membuat populasi kian bertambah. Totalnya ada 97 harimau yang teridentifikasi di TNKS.

Sejak lahir, Surya dan Citra dirawat secara alami oleh induknya tanpa sentuhan manusia. Mereka juga dilatih sifat liarnya. Setelah semakin besar, Surya dan Citra dipisah dari indukan. Mereka menempati kandang rehabilitasi sendiri seluas 20 x 50 meter sebelum akhirnya dilepasliarkan ke alam.

Baca Juga: Duka Konservasi, Matinya Sang Harimau Citra

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya