Media Berperan Penting Mempromosikan Kedudukan Disabilitas

Upaya mewujudkan pemberitaan yang ramah disabilitas

Medan, IDN Times - Dewan Pers menggelar Focus Group Discussion (FGD) Dukungan bagi Muatan Edukasi Hak Penyandang Disabilitas di Berbagai Platform Media secara virtual, Senin (28/12/2020). Diskusi ini digelar untuk mendukung pemberitaan yang ramah disabilitas yang akan diwujudkan dengan sebuah pedoman.

FGD tahap ketiga ini menghadirkan beberapa pembicara mulai dari Uni Lubis selaku Pemimpin Redaksi IDN Times, Agoes Rakhman dari Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), serta Prof. Dr. Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sore itu diwakili Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Wiryanto. Turut hadir dalam diskusi Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD), Margowiyono.

Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Chairudin Bangun berharap dari FGD ini bisa menyatukan pandangan dalam mewujudkan pemberitaan yang ramah untuk disabilitas. FGD sendiri sudah digelar dalam beberapa tahap. 

"Jadi setiap media punya gaya dan pandangannya sendiri soal disabilitas. Maka perlu adanya pedoman yang bisa mewujudkan pemberitaan yang ramah disabilitas seperti halnya pemberitaan anak, perempuan yang sudah lebih dulu dirumuskan," kata Hendry.

1. Tiga fungsi utama media ramah disabilitas

Media Berperan Penting Mempromosikan Kedudukan DisabilitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Wiryanto dalam paparannya menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk hak mendapatkan informasi dari teman-teman disabilitas. "Mulai dari menyediakan juru bahasa isyarat dan closed caption dalam video web seminar. Selain itu, dukungan lain yang dilakukan dalam edukasi ramah disabilitas, mengadakan pelatihan terutama dalam teknologi dan informasi melalui asosiasi dan komunitas yang ada," kata Wiryanto.

Ia mengakui pemberitaan tentang isu disabilitas relatif minim. Akibatnya informasi tentang disabilitas kepada masyarakat kurang memadai. "Selain itu sering kali ketika penyandang disabilitas ditampilkan, tidak direpresentasikan dengan tepat. Selain itu konstruksi sosial pemberitaan menempatkan posisi penyandang disabilitas pada posisi
yang tidak menguntungkan. Banyak yang masih belum memahami isu disabilitas sebagai isu tentang hak," tambahnya.

Sementara itu Agoes Rakhman dari Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) menjelaskan ada beberapa fungsi yang diharapkan dari media yang ramah disabilitas yaitu fungsi edukasi, fungsi sosialisasi dan fungsi kontrol sosial. 

Menurutnya, fungsi edukasi sejauh ini masih belum jelas tentang apa itu disabilitas di dalam masyarakat. Tidak hanya menyoal rasa kasihan.

"Bagi masyarakat stigma buruk tentang disabilitas bisa ditiadakan. Bagi beberapa media masih sering mengangkat iba, kasihan di satu sisi. Bagi disabilitas, sebetulnya hak dan kedudukan mereka bisa diangkat," ujar Agus.

"Kalau pun kami bicara nilai jual dari suatu berita, poin disabilitas itu poin menarik tetapi yang diangkat itu kemampuannya. Kita saja yang non disabilitas memiliki kebutuhan khusus, apalagi bagi mereka yang disabilitas," sambungnya.

Ia menambahkan, edukasi dapat dilakukan di bagian kebutuhan disabilitas, karena terkadang masyarakat tidak terlalu paham dengan tingkatan-tingkatan kondisi disabilitas. 

2. Agus: disabilitas bukan hanya tempelan untuk membuat rating berita naik

Media Berperan Penting Mempromosikan Kedudukan DisabilitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Selain itu, Agus juga menyarankan kepada media untuk mengangkat fungsi sosialisasi. Soal awareness, pemberdayaan, inklusi dan kesetaraan dan representasi personality-ability. Untuk itu, ia berpesan, agar ke depannya media dapat melakukan peliputan yang menarik menyertakan aura positif bukan sebagai tempelan saja.

"Disabilitas bukan hanya tempelan untuk membuat rating berita naik, tapi bisa dibuat secara proporsional bahwa disabilitas juga mampu," kata Agus.

Selanjutnya, fungsi kontrol sosial. Katanya, media dapat memainkan peran penting dalam menyajikan isu-isu disabilitas dengan cara menghilangkan stereotip negatif dan mempromosikan kedudukan disabilitas dalam masyarakat. "Tiga hal ini yang harusnya dilaksanakan media dalam langkah ke depan," ucapnya.

Ia mengingatkan, keberagaman disabilitas itu bukan hanya kondisi. Sepintas nyaris tidak terlalu beda secara umum, tapi mereka harus menyesuaikan kebutuhan.  "Barang kali media bisa ramah disabilitas," tambah Agus.

3. Uni: media dan jurnalis perlu menempatkan disabilitas menjadi subjek utama

Media Berperan Penting Mempromosikan Kedudukan DisabilitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Sementara itu Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis yang juga tampil sebagai pemateri menceritakan pengalamannya saat meliput disabilitas pada 2014. Saat itu dia meliput Sri Lestari, seorang perempuan paraplegia yang bertekad melintasi jalanan sepanjang Sumatera. Kisah itu diterbitkan di Majalah Rolling Stones Indonesia pada 2014 lalu. 

Uni menuturkan dalam meliput disabilitas, media dan jurnalis perlu menempatkan disabilitas menjadi subjek utama.

"Salah satu pengalaman saya meliput orang dengan disabilitas saya tuliskan dalam artikel berjudul, “Semangat Bisa, Sri Yang Perkasa”. Bagaimana dia berjuang menempuh 2.500 km dari Titik Nol Kilometer di Sabang, menuju Ibukota Jakarta. Jujur, saya masih perlu banyak belajar soal meliput disabilitas. Panduan dalam kerja jurnalistik yang saya lakukan selama ini terutama adalah Undang-Undang terkait termasuk Undang-Undang Pers Nomor 40/1999, Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber dan berbagai panduan yang difasilitasi pembuatannya oleh Dewan Pers (sebagian diantaranya saya terlibat baik saat menjadi anggota Dewan Pers maupun diundang sebagai pemimpin redaksi)," kata Uni.

"Setiap kali saya selalu mengingatkan diri saya, bahwa sejumlah peliputan memerlukan ekstra empati, kehati-hatian, sensitivitas dalam meliput, beyond apa yang diatur dalam Kode Etik.  Misalnya, meliput kejahatan asusila, meliput konflik, meliput perempuan dan anak, meliput bencana alam, dan, tentu saja meliput orang dengan kebutuhan khusus dan orang dengan disabilitas," tambah mantan anggota Dewan Pers itu.

Baca Juga: Hari Disabilitas Internasional: 5 Fakta Disabilitas di Dunia  

4. Ini beberapa tip meliput pemberitaan disabilitas

Media Berperan Penting Mempromosikan Kedudukan DisabilitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Untuk itu, Uni memaparkan, ada empat tip meliput dan menulis disabilitas yang dikutip dari fourthestate.org menurut Director of the National Center on Disability and Journalism (NCDJ), Kristin Gilger dan Amy Silverman yang merupakan jurnalis dan anggota dewan NCDJ.

Adapun tip yang pertama yakni memberikan kesempatan kepada orang dengan disabilitas berbicara. "Sering kali kita ngobrol ke ahli, akademisi, tapi tidak bertanya ke narasumber yang paling penting yaitu disabilitasnya sendiri. Pastikan setiap kali mewawancarai narasumber, termasuk orang dengan disabilitas, kita lakukan dengan respek kepada mereka."

"Jangan berasumsi bahwa jika seseorang memiliki disabilitas intelektual, misalnya, mereka gak bisa komunikasi dan mindful, berempati terhadap hidden disabilitas. Memang mereka kurang pendengaran bukan berarti mereka gak bisa mendengar," ujarnya.

Kedua, jika jurnalis tidak yakin bagaimana mendeskripsikan orang dengan disabilitas dalam peliputannya, tanyakan ke narasumber bagaimana dia ingin digambarkan dalam berita. "Sewaktu saya meliput disabilitas, saya bertanya di awal, Sri ini mau disebut sebagai apa," kata Uni.

5. Ada diksi yang lebih baik dikonfirmasi langsung ke narasumber supaya tidak timbul keraguan dan ketersinggungan

Media Berperan Penting Mempromosikan Kedudukan DisabilitasPresiden Joko Widodo (kiri) bersama Menteri Sosial Agus Gumiwang K berbincang dengan siswa penyandang disabilitas asal Sukabumi Mukhlis Abdul Holik (kedua kanan) disela Peringatan Hari Disabilitas Internasional Tahun 2018 di Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/12/2018). Dalam kesempatan tersebut, siswa kelas 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN) X Cibadak, Kabupaten Sukabumi tersebut menyampaikan keinginannya kepada presiden untuk dapat menempuh pendidikan sampai jenjang kuliah. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Uni juga melihat, ada perbedaan penggunaan diksi di antara kantor media. Selain tetap berpedoman terhadap hal itu, ia tetap mendahulukan perspektif ke narasumber.

"Jadi memang bahkan di antara kantor media, ada perbedaan menggunakan diksi. Memang saya memakai pedoman tapi kemudian saya bertanya ke narasumber baiknya saya menulis disabilitas sebagai apa, perspektif mendahulukan ke narasumber," ujar Uni.

Hal penting lainnya, kata Uni, jika kita sudah mendapatkan diksi yang dipilih oleh narasumber, gunakan secara konsisten diksi itu, sekalipun itu berarti tidak menggunakan kata yang dapat membantu mesin pencari (SEO) dalam menemukan artikel itu di ranah digital.

"Penting juga tanya kondisi disabilitas saat pre-interview, terus ditanya apa kah hal itu bisa dimasukan ke media. Tanyakan dengan bangun suasana yang respek dan nyaman," sambungnya.

6. Tidak seharusnya terbatas hanya membahas kehidupan dengan disabilitas, tapi melibatkan suara mereka dalam peliputan lain

Media Berperan Penting Mempromosikan Kedudukan DisabilitasIDN Times/Masdalena Napitupulu

Tip ketiga yakni melibatkan orang dengan disabilitas dalam cerita yang tidak secara eksplisit tentang disabilitas. Kisah tentang orang disabilitas tidak seharusnya terbatas hanya membahas kehidupan dengan disabilitas. Penting melibatkan suara mereka dalam peliputan lain. Manfaat dari diversifikasi narasumber dengan melibatkan orang dengan disabilitas, selain memberikan perspektif lebih luas, juga bisa membawa kita ke ide peliputan lain yang tak terpikirkan sebelumnya.

"Saat wawancara Mbak Sri, saya bertanya bagaimana jika dia ingin ke kamar kecil selama perjalanan dengan kursi roda yang dimodifikasi seperti kendaraan motor. Saya membayangkan betapa toilet di tempat-tempat umum termasuk stasiun pengisian bahan bakar umum di sepanjang jalan yang dilaluinya, pasti tidak ramah bagi orang dengan disabilitas. Itu ide muncul betapa pentingnya toilet umum itu ramah disabilitas."

Tip keempat, kata Uni, perluas peliputan berkaitan dengan disabilitas serta perlunya ada pelatihan untuk bertanya guna membangun perspektif ramah disabilitas saat wawancara. Uni juga mengingatkan agar para jurnalis membaca kembali Undang-undang penyandang disabilitas sebelum meliput disabilitas.

IDN Times sendiri berupaya untuk ramah disabilitas dengan menyertakan subtitle saat memproduksi konten video, salah satunya wawancara khusus. "Ada juga beberapa video, ketika di-download di-upload lagi kita berikan subtitle, ini untuk teman-teman yang tidak bisa mendengar, ini salah satu konten ramah disabilitas," katanya.

Baca Juga: Catatan Kekerasan Seksual Komnas Perempuan pada Penyandang Disabilitas

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya