Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak Band

Dina dan bandnya manggung hingga ke luar negeri

Jakarta, IDN Times - IDN Times menggelar event akbar bernama Indonesia Millennial Summit 2019 yang akan berlangsung di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, Sabtu (19/1).

Acara ini akan menghadirkan lebih dari 50 pembicara kompeten di berbagai bidang. Mulai dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial. 

Ajang millennial terbesar di Tanah Air ini akan dihadiri oleh 1.500-an pemimpin millenial.

Dalam IMS 2019, IDN Times juga meluncurkan Indonesia Millennial Report (IMR) 2019. Survei ini dikerjakan bersama oleh IDN Research Institute bekerjasama dengan Alvara Research Center. Melalui survei yang melibatkan 1.400-an responden di 12 kota ini, IDN Times menggali aspirasi dan DNA millennial Indonesia.

Dalam rangkaian IMR 2019, IDN Times mewawancarai sejumlah millennial yang keren di bidang yang mereka geluti masing-masing, baru-baru ini. Salah satunya adalah Dina Dellyana. Perempuan 33 tahun ini merupakan dosen sekaligus Direktur Inkubator Bisnis School of Business and Management (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB).

Tahukah kamu, dia juga pentolan band dengan genre electronic bernama Homogenic (HMGNC). Yuk kenalan lebih dekat dengan Dina.

Baca Juga: Ketum AMPI Dito Ariotedjo: Masalah Urgen Negara Ini Adalah Pemuda 

1. Bisa diceritakan kesehariannya seperti apa, kesibukannya apa?

Di rumah, saya sehari-hari kan seorang ibu. Biasanya pagi-pagi dimulai dengan mengantar anak ke sekolah. Anakku 7 tahun. Setelah itu ke kantor, mengajar di SBM ITB. Bertugas, ya either kita mengajar atau me-manage inkubator ini, SBM ITB.

Saya juga doing research yang kebanyakan memang di industri kreatif atau research yang berbau-bau mengenai inovasi, management, ya yang gitu-gitu.

On the weekend, saya lebih banyak bermusik. Produce music maupun performance. Saya kebetulan sebagai song writer dan produser dari band saya, band-nya elektronik. Namanya Homogenic. Kalau mau di-search, namanya HMGNC.

Setelah itu, saya ngecek bisnis apotek klinik saya dan bisnis sepatu.

2. Undangan ke Jepang dari siapa?

Dari sana, ada promotornya. Tur lima kota.

3. Kalau untuk mengajar, mata kuliah apa?

Kita tuh sistemnya bukan mata kuliah. Tapi, sistemnya kelompok keahlian. Jadi, di SBM itu saya di kelompok keahlian entrepreneurship and technology management. Jadi, semua kuliah yang diampu oleh kelompok keahlian itu, kita harus siap mengajar itu. Jadi tiap semester masih mungkin beda, gitu.

Kayak tahun ini, semester ini banyaknya saya mengajar di business management, business association, business design.

4. Nah, itu kegiatan sangat banyak. Bagaimana membagi waktu antara karier akademisi, keluarga, dan bisnis. Skala prioritasnya seperti apa?

Semuanya prioritas sih. Tapi, semuanya mendapat tempat dan porsinya saja. Kayak bisnis kan sudah autopilot, tinggal checking. Terus kalau mengajar, sudah ada jadwalnya. Jadi, apapun itu yang berbau riset atau berbau konsultasi dengan startup binaan, mengikuti waktu kosong saja.

Sisanya, untuk kegiatan musik, kebanyakan malam hari. Jadi, tidak bentrok sih. Ini kebetulan bentrok karena saya mau tur Jepang. Untung banget ketemunya
sekarang, karena besok pagi saya harus sudah terbang. Sampai tanggal 15, saya kan tur dengan band. Nah, itu kan saya harus izin dari kantor. Untung kantor support sih. "Saya mau tur Jepang." "Ya udah, silakan saja," gitu.

5. Kalau lagi tur kayak gitu, berarti kan musik ya. Di kampus siapa yang menggantikan mengajar?

Kita kebetulan kalau mengajar itu memang team teaching. Jadi memang bisa, jika saya pergi, ada yang gantiin. Jadi, tidak masalah sih. Semua memang sudah di-set, jika ada apa-apa, ada yang gantiin gitu.

6. Yang duluan dijalani yang mana? Musik atau bisnis?

Musik sih dari SMP. Musik yang paling lama.

7. Untuk akademisnya bisa diceritakan awalnya seperti apa? Kenapa tertarik menjadi dosen?

Awalnya, saya sempat bekerja di perusahaan. Karena S1 saya itu farmasi, bukan di bisnis. Nah, saya sempat bekerja tapi di bagian product development. Jadi, selalu berbau-bau inovasi. Saya memang senang dengan hal yang baru-baru, yang membuat seru.

Karena memang suka banget dengan hal tersebut, saya mendalami dengan kuliah ambil S2 di MBA ITB ini. Nah, selama saya masih sekolah itu, entah mengapa saya menjalin hubungan baik dengan para dosen. Dan, ditarik deh.

Sekitar 2009 akhir, lulus S2, 2009 memang. Jadi langsung dipanggil. Jadi asisten riset dulu, awalnya. Setelah asisten riset, terus jadi junior lecture. Terus saya juga ambil S3, baru diangkat menjadi dosen utama, itu sekitar 2013.

8. Mengapa memilih menjadi dosen?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak BandInstagram/dinadellyana

Ternyata saya suka sharing, tepatnya. Terus, saya suka riset juga.

Jadi sering sharing apa yang lagi dikerjakan, dan lebih banyak mata kuliah yang saya ajarkan kan kebanyakan kayak study ya, di MBA. Saya kebanyakan mengajar di S2 sih. Jadi itu, lebih seru saja, bikin pinter gitu ke kitanya juga.

9. Dukungan dari keluarga seperti apa, dengan kegiatan yang begitu banyak?

Saya support system-nya lengkap banget sih. Kayak suami, support banget. Saya kan banyak keluar kota juga, banyak keluar negeri. Suami ya sibuk juga, karena dia dokter anastesi. Kalau saya gak ada, ya dia berarti gak jaga malam. Gitu aja, haha

Jadi, gimana caranya biar anak selalu ada yang nemenin lah di rumah. Terus juga kan ada bantu-bantu di rumah. Terus orangtua saya juga kadang-kadang suka mengunjungi. Suka juga dititipin ke rumah orangtua, haha. Ya gitu lah, andalan.

10. Untuk profesi akademisi, tantangannya apa sih?

Tantangannya kita dituntut untuk selalu tahu hal yang baru. Selalu, selalu pintar, selalu well updated dan siap dengan apapun yang kita ajarkan dan bertanggung jawab dengan apa yang kita ajarin sih.

Tuntutan untuk riset juga berat ya, dengan segala kegiatan kita gitu. Risetnya kan harus ter-published di jurnal yang terindeks.

11. Sudah ada artikel yang ter-published di jurnal?

Sudah, ada banyak, lebih dari 10 sih. Ada di Google Scholar. Yang paling highlight ya yang paling banyak view-nya saja sama nge-download. haha.

Judulnya, Business Innovation in Music Industry. Disambungin.

12. Punya media sosial, berapa?

Punya, Twitter, Instagram, Facebook. Yang paling sering dilihat itu sih.
Yang paling (sering dikunjungi) Instagram, sekarang. Apapun yang menurut saya menarik untuk dibagikan saja.

13. Salah satu tantangan bermedia sosial adalah menghadapi hoaks. Bagaimana menurut kamu hoaks itu?

Beda ya cara orang menanggapi. Kita memang harus objektif menanggapi yang kayak itu. Karena memang kadang-kadang suka terbawa, terutama kalau masalah agama sama masalah politik ya.

Kadang suka gatel pengen komentar. Tapi, kita tuh sebagai akademisi, kadang saya diingetin sama suami: kamu itu akademisi, harus netral. Jadi, saya berusaha banget untuk tidak menanggapi atau repost atau apapun gitu.

Jadi memang gak akan terpancing untuk yang seperti itu. Cuman, saya yakin reaksi orang terhadap repost itu berbeda-beda ya. Bahkan ada orang yang pintar sekalipun bisa terbawa. Jadi, bukan a matter of intelligency gitu untuk seseorang mengerti tentang hoaks.

Gak ngerti ukurannya apa biar orang bisa ngefilter, dia percaya hoaks atau gak. Gimana bahasanya ya, mudah aja orang pinter yang terhasut gitu kan. Contohnya, gerakan 212 apalah.

Banyak hoaks-hoaks yang terjadi. Bahkan teman saya sesama S3 pun bisa terbawa gitu. Jadi, gak ngerti apa yang menjadi batasan si hoaks ini.

Ya, untuk hoaks-hoaks yang level tinggi kayak gitu, ya mungkin ga tahu ya, mungkin kepercayaan, jadinya ya.

14. Biasanya informasi yang dinilai hoaks itu dapat darimana? Media sosial, Whatsapp, atau...?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak Bandpixabay.com/FirmBee

Bisa darimana pun sumbernya. Kalau saya, paling banyak baca di media
sosial, paling banyak sih. Facebook, terutama.

15. Punya ide gak gimana cara atau solusi supaya hoaks berkurang?

Musti ada kurator di media sosial. Jadi, harus di-report saja memang. Kan dia pertama bisa akalin pakai kurator, atau kedua dia bisa pakai bigdata. Dia setting keyword- keyword yang kira-kira mengarah ke hoaks.

Cara ketiga, kita mungkin bisa membuat semua pembaca lebih pintar aja. Jadi, once dia tahu itu hoaks, jadi ada tombol untuk report as hoax, report as apa gitu. Jadi perlu aktif juga dari reader-nya.

Jadi, harus dikasih juga edukasi. Jadi ketika ada hoaks, si Facebook sediakan tombol as hoax.

16. Agama paling banyak kamu lihat ya. Kalau hoaks kesehatan pernah lihat?

Iya, agama politik sih yang paling sering. Kesehatan pernah juga. Orang menggalang dana, tahunya sudah sehat orangnya.

17. Dalam pandangan kamu, hoaks itu sudah dalam taraf mencemaskan, memprihatinkan, atau masih wajar saja?

Tergantung sih. Tapi, kalau sampai bisa men-drive orang melakukan suatu pergerakan yang besar, ya itu parah sih. Lalu, menipu orang sampai merugikan finansial, ya parah sih.

Ya, sekarang sudah parah banget, tapi tidak semua orang terpengaruh.

18. Untuk 5 sampai 10 tahun ke depan, ada tidak yang kamu khawatirkan, baik untuk keluarga atau karier, lingkungan masyarakat?

Kalau takut ya, kalau kita dipimpin oleh orang yang hasil dari penyebar hoaks itu. Itu kan mempengaruhi seluruh kehidupan kita. Pendidikan akan terpengaruh. Kehidupan anak kita--selama dia berkuasa-- terpengaruhi. Lebih ke situ sih.

18. Untuk 5 sampai 10 tahun ke depan, kamu bisa melihat kamu akan mencapai apa, target apa?

Lima sampai 10 tahun ke depan, saya akan mencapai apa ya? Mungkin saya profesor kali ya, ha ha. Mungkin ya.

19. Lebih mengutamakan yang mana dalam 5-10 tahun?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak BandInstagram/dinadellyana

Semua tetap jalan sih. Kayak si band, kita juga tidak terlalu ngoyo harus seperti apa. Ya cuman, ternyata dia seiring berkembang dengan karier kita juga gitu. Kayak kita dipanggil ke Jepang gitu.

Kita memang tidak pernah bertarget, tapi ternyata alhamdulilah apa yang kita bikin diterima dengan baik. Gitu aja.

20. Seberapa sering sih update status di media sosial?

Facebook sih agak jarang. Kalau Facebook lebih sering kayak ada berita apa yang seru atau apapun artikel yang seru, saya tanggapi. Jadi lebih ke artikel news.

Kalau update foto di Instagram paling banyak juga seminggu sekali. Cuman kalau Instagram story lumayan sering. Itu hampir setiap hari.

21. Punya vlog di Youtube?

Enggak, saya kurang hobi, hehe Karena butuh effort. Saya sih pengen syuting effortless, tapi bermanfaat gitu, gimana ya, haha

22. Punya smartphone berapa dan apa? Mengapa memilih merek itu?

Punya satu. Pernah punya lebih dari satu dan gak kepegang. Pakainya Apple. Saya Apple fanboy banget. Semua Apple. Di komputer juga iMac, iPad, semua Apple.

Saya suka desain, saya suka performance-nya. Ketahanannya.

23. Metode apa yang paling kamu suka ketika berkomunikasi dengan mahasiswa?

Saya itu tidak suka lama-lama kalau komunikasi. Jadi, kalaupun dia (mahasiswa) mau ketemu, dia harus state jelas dulu di Whatsapp. Lu mau ketemu apa, udah nyiapin belum. Jadi, gak mau ketemu yang masih belum siap, gitu mahasiswanya. Karena memang waktu kita kan sempit banget. Jadi, saya mau bimbingan, bimbingan sudah harus bawa progress, dia harus sudah siap mau ngomongin apa. Jadi bukan kayak kasual mesti ketemu.

Kalau saya bukan tipe orang yang harus ketemu. Yang penting itu, proses dan beres. Sudah aja kayak gitu.

24. Jadi mengandalkan teknologi ya. Kalau selesai dengan teknologi, why not?

Iya, jadi kalau beres di Whatsapp, ya sudah tidak usah ketemu.

25. Kalau dengan keluarga, lebih suka menggunakan metode komunikasi yang mana?

Kalau dengan keluarga sih, saya kalau ngecek rumah selalu cek CCTV. Live di sini. Terus, video call sama anak kalau lagi pergi. Tapi sebisa mungkin kalau keluarga beda ya. Perlu ketemu kalau keluarga mah, perlu ada touch.

Kalau pekerjaan, kalau bisa via yang termudah dan tercepat.

26. Weekend suka makan di mal gak, seberapa sering? Dengan keluarga atau..

Keluar pasti. Kita termasuk keluarga yang gak betah di rumah. Jadi pasti pergi-perginya banyak. Kita mencoba menyeimbangkan karena kebetulan saya sama suami kan senang main sepeda. Jadi, kita sering ngajak anak main sepeda. Terus sering main sepeda ke tempat yang jauh. Terus nanti anaknya di-Grab-in menyusul ke tempat akhir.

Jadi kita menyeimbangkan. Kita ke mal juga suka. Ke mal paling dua minggu sekali. Saya termasuk yang tidak suka keramaian yang ramai banget gitu.

27. Untuk perjalanan ke luar negeri, selain untuk keperluan musik terkait kegiatan apa aja?

Dari kantor ada. Jalan-jalan juga kita mewajibkan punya tabungan liburan. Sekali ke luar negeri, beberapa kali ke dalam negeri lah. Liburan itu pasti ada. 

Ya, senang aja sih jalan-jalan. Kita harus balance saja sih. Karena saya juga kerjanya heboh banget, suami juga kerjanya heboh banget. Ingin quality time, benar-benar ingin gak sambil kerja.

Ke anak juga pengen ngasih suatu wawasan lah.

28. Setahun sekali bisa tuh ke luar negeri?

Kalau ke luar negeri setahun sekali pasti ada. Kita suka Eropa, Asia juga. Ya, tergantung duitnya ada berapa, haha

29. Senangnya lebih direncanakan ya, tidak pernah spontan?

Enggak, saya orangnya harus terencana banget, karena kita bawa anak sih jadi harus well proper gitu. Misalkan mau ke Hong Kong, itu direncanakan sebulan lah paling cepat. Kalau bisa sih tiga bulan sebelumnya.

Bahkan kalau kayak Eropa, setahun sebelumnya. Kan beli tiket promo, kayak gitu-gitu.

30. Bagaimana pandangan kamu tentang kondisi sosial politik di Indonesia saat ini?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak BandIDN Times/Helmi Shemi

Ajaib ya. Unpredictable, tepatnya. Orang yang tadinya kita percaya, ah dia mah gak akan menang, terus sekarang menang. Semua jadi kayak terbolak-balik aja.

31. Kamu rasakan setahun terakhir, lima tahun terakhir?

Kayaknya era-era Jokowi ini. Jadi kayak orang jahat dan gaknya itu jadi kontras banget. Kalau dulu kan kayak masih abu-abu. Politikus semuanya gak ada yang baik juga sih.

Gak tahu apa karena saya cenderung ke salah satu pihak sih ya. Cuman kayak oh, orang yang kita tidak percaya dia bisa menang, eh dia bisa menang. Misalkan kayak Gubernur Jakarta.

Jadi takut nih presiden nih. Jangan-jangan bisa ganti juga nih.

32. Satu masalah utama di bidang politik Indonesia itu apa?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak BandIDN Times/Helmi Shemi

Ya itu, karena kita mudah dipecah belah oleh SARA ya. Dan politik (us) tahu itu sekarang dan dia menggunakan itu. Itu udah yang paling bahaya sih.

33. Di lingkungan kampus terasa tidak?

Enggak sih kalau di kampus, tidak terlalu. Kita di sini netral sih kelihatannya. Tidak pernah membahas yang gituan juga.

34. Ada kekhawatiran tidak, kampus di 2019?

Untuk sospol. Yang khawatir justru mahasiswanya. Cukup tahan iman gak nih untuk digerakkan oleh sesuatu yang kita tidak tahu. Kita juga menjaga mahasiswa kita untuk tidak mudah didoktrin.

35. Upaya dari kampus seperti apa?

Kita sering mengingatkan mahasiswa agar tidak mudah mengikuti sesuatu yang tidak jelas. Kita sebagai reminder saja. Tapi, kita kan gak tahu, beres dari kelas, mereka ngapain?

36. Mahasiswa kamu tertarik tidak masuk dunia politik?

Saya tidak pernah bertanya atau membahas soal ini sih ya ke mahasiswa. Tapi, mereka tidak terlalu. Biasa-biasa saja.

37. Kamu sendiri tertarik gak untuk masuk ke dunia politik? Kenapa?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak BandANTARA FOTO/ Reno Esnir

Enggak. Saya jadi menteri mau, tapi gak mau yang via politik sih, enggak paham gimana nggak nggak ngerti gitu, bagaimana menjalankan kehidupan dan bagaimana bermuka duanya, wah nggak bisa sih.

Ngak paham prosesnya kalau memang politik itu adalah suatu yang betul-betul membela kepentingan banyak orang, itu lebih make sense gitu ya. Tapi kalau memang harus lebih kepentingan parpol, wah nggak bisa sih.

38. Apa karena pemberitaan di media massa yang begitu negatif?

Enggak sih, kalau orang politik harus bisa me-maintenance masalah ya harus bisa menjual dirinya. Wah itu bukan yang gitu sih, emang nggak suka aja.

39. Siapa tokoh yang menjadi panutan?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak BandANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Jefri Tarigan

Cewek ya, saya suka Menteri Keuangan kita, Sri Mulyani. Dia pinter, yang pasti terus dia juga punya pengalaman hebat, terus dia objektif ya dan tegas gitu. Suka sih. Bentuk wanita yang wah strong gitu, harus kaya gini gitu.

40. Kalau melihat politik seperti itu dengan rupiah sekarang, masih optimistis gak melihat Indonesia ke depan?

Optimis. Ini kan cuma sentimen aja sebetulnya, sementara lah gitu rupiah kayak gini, wajarlah gitu cuma kayak pemberitaannya sekarang terlalu lebay aja, gitu kan. Pemerintah juga lagi menstabilkan harga kan dengan meminimalisir impor, menguatkan ekspor, sementara sih kelihatannya begitu.

Saat ini kan mereka memang lagi membenahi ya, pembenahan memang pasti butuh waktu, makanya harus diulang Jokowi lagi, karena ya nggak bisalah.

Kita gak benerin sesuatu, ngebenerin perusahaan aja gak mungkin setahun dua tahun gitu. Apalagi ngebenerin negara gitu. Memang dia butuh kayak Pak Harto ya, kalau Pak Harto dibilang Bapak pembangunan ya iya, karena dia berapa puluh tahun berkuasa.

Supaya bisa melanjutkan apa yang sudah direncanakan gitu kan, termasuk infrastruktur.

41. Nah, apa harapan untuk millennial, anak-anak muda kita?

Gak Nyangka, Dosen Cantik di ITB Ini Ternyata Dulunya Anak BandInstagram/dinadellyana

Ya mereka bisa gak surface, jangan semua permukaan doang, anak sekarang tuh banyak menjadikan semuanya permukaan. Misalkan kayak wah keren lagi zaman bikin startup, pada bikin startup, tapi surface gitu tidak mendasar, jadi mereka harapannya sih lebih bisa mencari value dari semua apa yang mereka lakukan gitu.

Ngekor ikut-ikutan yang keren gitu. Sebenarnya bagus sih ikut-ikutan, at least mereka punya inspirasi kan, tapi ya kalau mereka cuma hanya menelan bulat-bulat tanpa mempelajari esensinya kan jadi permukaan aja, itu yang membuat mereka jadi buang-buang waktu. 

Kamu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam IMS 2019? Klik situs ims.idntimes.com untuk mendapatkan tiketnya. Buruan, tiket terbatas!

Baca Juga: Jusuf Kalla, Pengusaha yang Sukses Menjadi Wakil Presiden RI

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya