Komisi Yudisial: Tahun Ini Banyak Laporan Hakim Langgar Etika di Sumut

Komisi Yudisial sapa masyarakat adat BPRPI Kampung Terjun

Deli Serdang, IDN Times - Komisi Yudisial Sumatra Utara merambah desa-desa dan kelompok masyarakat adat dalam misi edukasi publik. Sebab mereka menganggap bahwa saat ini masyarakat adat merupakan kelompok yang sangat rentan mendapatkan kriminalisasi, termasuk dalam penyelenggaraan peradilan.

Komisi Yudisial hadir dan memberikan pandangan kepada masyarakat adat bahwa jika mereka mendapatkan ketidakadilan dalam penyelenggaraan peradilan, mereka bisa melaporkannya ke Komisi Yudisial. Sebab selama ini banyak masyarakat yang masih asing dengan peranan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 itu.

1. Komisi Yudisial edukasi masyarakat adat BPRPI tentang upaya hukum jika mendapatkan kesewenang-wenangan dalam peradilan

Komisi Yudisial: Tahun Ini Banyak Laporan Hakim Langgar Etika di SumutDiskusi publik Komisi Yudisial menyapa masyarakat adat BPRPI Kampung Terjun (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Merambah kelompok-kelompok rentan merupakan kegiatan yang diinisiasi secara serempak oleh Komisi Yudisial. Kali ini, Komisi Yudisial Sumatra Utara memberikan edukasi kepada masyarakat adat BPRPI di Kampung Terjun, Deli Serdang.

"Komisi Yudisial menyapa masyarakat khususnya agar lebih memahami apa sebenarnya tugas dan fungsi kami. Karena banyak ketidaktahuan masyarakat soal Komisi Yudisial yang menjadi salah satu komisi di Indonesia yang disebutkan di Undang-undang Dasar. Komisi Yudisial sebagai lembaga tinggi negara, maka penting untuk dikabarkan ke masyarakat pencari keadilan bahwa kami memiliki tugas dalam rumpun yudisial khususnya etika, seperti etika hakim dan rekam jejak hakim," kata Muhrizal Syahputra selaku Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Sumut, Sabtu (7/9/2024).

Dengan hadirnya kegiatan edukasi publik ini, Muhrizal berpendapat bahwa akan terbuka ruang bagi masyarakat memperjuangkan haknya yang bisa diakses melalui Komisi Yudisial. Dan masyarakat adat merupakan kelompok yang kerap bersentuhan dengan pengadilan.

"Menurut kami dari beberapa kasus masyarakat adat di Simalungun, Balige, kemudian ada di Tapanuli Selatan, akhir-akhir ini semakin masif dilakukan tindakan kriminalisasi. Menurut kami penting diperhatikan pula bahwa hakim-hakim tidak semata-mata menghukum mereka tapi harus memiliki perspektif yang lebih luas lagi terutama dengan hak asasi manusia dan perlindungan negara terhadap masyarakat adat," tuturnya.

2. Catatan Komisi Yudisial Sumatra Utara, tahun 2024 paling banyak pelaporan tentang pelanggaraan kode etik hakim

Komisi Yudisial: Tahun Ini Banyak Laporan Hakim Langgar Etika di SumutKoordinator Penghubung Komisi Yudisial Sumut, Muhrizal Syahputra (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Lebih lanjut Muhrizal memaparkan data yang diperoleh pihaknya soal pelaporan hakim di Sumatra Utara. Dan tahun 2024 ini menunjukkan angka yang relatif besar dari tahun-tahun sebelumnya.

"Laporannya tahun ini yang kita terima agak lebih tinggi. Tahun lalu sekitar 19 laporan, sementara tahun ini kita hampir mendapat sekitar 30 lebih laporan. Artinya tahun 2024 ini laporan pengaduan masyarakat terkait dengan patut diduga adanya pelanggaran kode etik hakim itu meningkat," kata Muhrizal.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa meskipun laporan yang diterimanya menunjukkan angka yang besar, Komisi Yudisial akan menganalisisnya lagi tentang bukti-bukti tersebut. 

"Ada atau tidaknya pelanggaran etik selama persidangan, itu akan diputuskan nanti setelah diperiksa oleh Komisi Yudisial di Jakarta. Jadi kami di daerah hanya menjalankan perintah untuk melakukan pemantauan hakim atau pemantauan pengadilan," lanjutnya.

3. Masyarakat adat merupakan kelompok rentan, perlu pengarusutamaan dalam peradilan

Komisi Yudisial: Tahun Ini Banyak Laporan Hakim Langgar Etika di SumutPemateri yang diundang dalam diskusi publik yang diselenggarakan Komisi Yudisial (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Pada momen edukasi publik ini, Majda El Muhtaj selaku Kepala Pusat Hak Asasi Manusia di Unimed, menyinggung tentang pengarusutamaan kelompok rentan. Kepada masyarakat adat BPRPI Kampung Terjun ia mengatakan bahwa masyarakat adat sesungguhnya tergolong dalam kelompok rentan itu.

"Masyarakat adat itu sudah dituangkan dalam program nasional sebagai kelompok rentan. Karena mereka sering mengalami kejahatan kriminalisasi, bahkan sampai berada pada tekanan karena sering dianggap dengan stigma negatif bahwa mereka merampas tanah negara. Padahal kebijakan hukumnya sudah sangat kuat, yang mengatakan bahwa masyarakat adat sudah berada di satu wilayah secara turun-temurun melalui peninggalan leluhur," ujar Majda.

Lebih lanjut ia mengklaim jika tanah dan masyarakat adat tidak bisa dipisahkan. Sebab tanah melambangkan kesuburan dan kelangsungan hidup masyarakat yang ada di atasnya. Namun ia menyayangkan bahwa perspektif ini sering terbalik dan cara berpikir orang-orang sangat positivistik.

"Oleh karenanya kita dorong sama-sama kalau perspektif hakim terhadap kelompok rentan khususnya masyarakat adat menggunakan pengarusutamaan. Kalau perspektif ini tidak ada, sampai kiamat pun tidak akan pernah ada pengarusutamaan perlindungan yang sempurna kepada masyarakat adat. Artinya ada anomali di negara kita sendiri yang sudah menegaskan bahwa masyarakat adat sebagai kelompok rentan, tapi tidak ada perlindungan terhadap kerentanan itu," pungkasnya.

Baca Juga: Mengenal Hasan Basri Sagala, Wakil Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

Eko Agus Herianto Photo Community Writer Eko Agus Herianto

Bagian dari IDN Times regional Sumut, menggemari dunia kesusastraan dan kesenian.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya