Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan Tradisi

Melek teknologi, tapi banyak batasan yang diterapkan

22 Oktober 1945 pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy'ari menggagas sebuah pertemuan dan mengumpulkan seluruh kiai se-Jawa di Surabaya. Hal ini atas keresahan mereka karena penjajah kembali berusaha merebut kemerdekaan dari Indonesia yang diproklamirkan dua bulan sebelumnya. Kali ini Belanda meminta bantuan Inggris sebagai sekutunya.

Lahirnya keputusan penting bernama resolusi jihad yang mengajak umat Islam terutama kalangan ulama mengangkat senjata melawan penjajah. Seruan yang disambut santri di berbagai daerah hingga mereka terlibat pertempuran 10 November di Surabaya.

70 tahun berselang, Presiden Jokowi menetapkan 22 Oktober sebagai hari santri nasional. Dalam perjalanannya peran pesantren dan santri teramat besar untuk tanah air ini. Pesantren tidak hanya berfungsi dalam proses pendidikan, melainkan juga dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

Pesantren selalu melahirkan sosok-sosok yang berperan untuk perjalanan bangsa ini. Baik di sektor keagamaan seperti ulama hingga ke sektor pemerintahan. Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur salah satu alumni pesantren.

Maka, pesantren terus tumbuh hingga seluruh pelosok negeri ini. Kementerian Agama (Kemenag) mencatat hingga tahun 2023 ini ada 39.043 pesantren di seluruh Indonesia. 

Lantas bagaimana pesantren bisa menyesuaikan diri di tengah perkembangan teknologi saat ini? Atau justru memilih bertahan dengan pola-pola lama. IDN Times mengajak menelusuri bagaimana pesantren tanah air beradaptasi dengan perkembangan zaman dan bertransformasi di era digital.

Sejumlah pesantren di Jawa Timur mewajibkan santrinya membawa laptop

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiIlustrasi pondok pesantren. IDN Times/Galih Persiana

Bicara pesantren tentu tak lepas dari Provinsi Jawa Timur. Tak bisa dibantah jika provinsi ini adalah kiblat pesantren di tanah air. Bayangnya dari data kemenag saja ada 6.744 jumlah pesantren di Jawa Timur.

Maka, ada berbagai tipe pesantren yang ada di daerah ini. Kalau bicara pesantren yang melek teknologi, Pengurus Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren Indonesia (MP3I) Jawa Timur (Jatim), KH Muhammad Bin Mu'afi Zaini mengatakan, di era teknologi saat ini sudah banyak pondok pesantren yang menerapkannya. Teknologi bukan hanya menjadi media pembelajaran namun juga sebagai media berdakwah. 

"Kalau dari sisi media, sudah banyak pesantren yang memiliki media sosial, pergerakannya di media sosial juga terlihat masif, baik dari video, penulisan ataupun yang lain," ujar pria yang akrab disapa Gus Mamak ini, Sabtu (21/10/2023). 

Ia menjelaskan, beberapa pesantren di Jawa Timur sudah memperbolehkan santrinya untuk membawa laptop. Laptop tersebut dimanfaatkan sebagai media pembelajaran di malam hari. "Beberapa bahkan mewajibkan membawa laptop, menggunakan internet secara luas tapi tetap terjaga," kata dia. 

Setiap pesantren di Jawa Timur memiliki cara dan kreativitas masing-masing untuk memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran. Gus Mamak lantas mencontohkan pesantren yang dia asuh, Pondok Pesantren Nazhatut Thullab di Pamekasan. Di pesantren tersebut, santri diminta untuk mencari berbagai referensi di internet saat malam hari. 

"Keunggulan kami, karena (santri) di pesantren 24 jam, ada waktu malam yang bisa dipakai, karena mereka berjamaah, mereka bisa di-filter sehingga tidak masuk media-media atau akun yang di luar norma agama," ungkap dia. 

Gus Mamak menjelaskan, di pesantrennya penggunaan teknologi sangat bermanfaat. Terlebih, santri akan bisa membatasi diri untuk apa teknologi digunakan. 

"Fokusnya akan luar biasa untuk pembelajaran, jadi dibanding kurikulum lama , ini (penggunaan teknologi) jauh lebih cepat," ungkap Gus Mamak. 

 

Baca Juga: Cerita Santri dari Pesantren Darul Hikmah, Awalnya Berat Kini Seru

Sediakan smart TV di kelas lengkap dengan akses internet

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiMasjid Athirah yang menjadi ikon di Pondok Ummul Mukminin. IDN Times/Asrhawi Muin

Lain lagi Ummul Mukminin di Makassar. Ini merupakan pondok pesantren khusus putri yang berada di Kota Makassar. Abdul Aziz Ilyas, Kepala SMA Ummul Mukminin mengatakan, santri diberi akses teknologi tapi ada batasannya.

"Ada waktu-waktu tertentu karena kebutuhan maka santri diberi akses yang seperti warnet di dalam kampus. Kemudian, bisa dipinjamkan laptop dalam kondisi ujian, lomba atau kegiatan ekstrakurikuler," kata Abdul Aziz kepada IDN Times, Sabtu (21/10/2023).

Pesantren yang dibuka sejak tahun 1987 itu bahkan telah menerapkan menyediakan berbagai fasilitas teknologi informasi sebagai media untuk belajar. Setiap kelas untuk tingkat SMA, telah disediakan smart tv lengkap dengan akses internet. 

"Di dalam tv smart itu sudah ada pembelajaran yang diinginkan oleh satuan pendidikan berdasarkan mata pelajaran. Misalnya matematika tidak ada gurunya, tapi santri sudah bisa mengakses mata pelajaran dengan cepat. Jadi, ada inisiatif untuk belajar sendiri," kata Abdul Aziz.

Selain itu, perkembangan teknologi dan informasi juga sangat bermanfaat untuk pelajaran agama. Menurut Aziz, pemanfaatan teknologi sangat membantu termasuk dalam hal program penghafalan Alquran. 

"Misalnya murotal kalau mau mendengar bacaan yang benar. Itu kan dimainkan murotal di asramanya atau di masjid. Bahkan misalnya ekstrakulikuler mau tampil sebagai pembicara menggunakan teknologi seperti speaker bluetooth dan lainnya yang menjadi penunjang santri," katanya.

Baca Juga: Kisah Santri di Bima, Hafal 30 Juz Alquran Berkat Mondok di Pesantren

Santri dilatih membuat konten bermanfaat di media sosial

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiAktivitas ajar mengajar Ponpes Mahad Darul Ma'arif Banjarmasin.

Selain itu di era teknologi saat ini juga tak bisa dikesampingkan dengan dunia media sosial. Santri juga harus diajarkan manfaatkan media sosial dengan benar.

Seperti yang dikatakan pengasuh Ponpes Mahad Darul Ma'arif Wahyudi Ibnu Sahab di Kalimantan Selatan. Santrinya setiap akhir pekan didorong agar bisa mengikuti perkembangan zaman. Santri dilatih bisa memproduksi materi konten bermanfaat di sosial media. 

Aktivitas para santri ini dimasukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler Ponpes Mahad Darul Ma'arif Banjarmasin.  Wahyudi mengatakan, konten media sosial para santri berisikan tema kajian keagamaan soal Islam. Seperti tentang bagaimana kemampuan dakwah, kemampuan ceramah, hafalan Quran, dan lainnya.

Pembelajaran soal keseharian para santri ini lantas dibuatkan video sekaligus dipublikasi di akun media sosial ponpes. Cara seperti ini, menurut Wahyudi, bertujuan praktik keilmuan para santri dalam beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Sekaligus membuat materi konten media sosial yang berguna bagi pembangunan masyarakat.

"Keilmuan para santri kita minta agar mereka membuat video misalnya hafalan dan dakwah. Ini salah satu bahwa santri harus bisa beradaptasi dengan teknologi smartphone, bisa menyampaikan hal yang positif," katanya.

Wahyudi menyatakan, Ponpes Mahad Darul Ma'arif menjalankan tiga kurikulum atau metode belajar sekaligus, yakni tahsin, tafkhim atau qiroatul, dan kurikulum umum. Patut pula diketahui bahwa ponpes lebih memprioritaskan sistem pembelajaran tahsin dan tafkhim hingga 70 persen.

Tahsin itu sendiri santri mendapat pelajaran membaca Alquran dengan metode ummi. Metode ummi adalah metode dari perkembangan metode sebelumnya. Bila dulu seperti iqra.

Selanjutnya, tafkhim metode belajar seperti belajar bahasa Arab dan pemahaman membaca kitab huruf gundul kemudian implementasi sesuai bidang. Juga pemahaman mengenai hadis, fiqih, dan tauhid. Kemudian kurikulum umum atau tadris, seperti pelajaran sains, matematika, IPA, IPS, Bahasa dan lainnya. "Pesantren kita mengajarkan tiga kurikulum, tahsin 30 persen, tafkhim atau qiroatul kutub 40 persen, kurikulum umum 30 persen," katanya.

Baca Juga: Bermalam di Al-Zaytun, Melihat Lebih Dekat Pesantren Terbesar se-ASEAN

Ada yang belajar sudah tak pakai buku lagi, melainkan IPad

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiPesantren Al-Azhar Asy-Syarif Sumut (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Bicara teknologi erat kaitannya dengan keberadaan pesantren berlabel Islamic boarding school. Di Kota Medan, ada Al-Azhar Asy-Syarif yang berlokasi di Jalan Mahoni Pasar II, Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Konsistensinya dalam mengindahkan slogan yang diusung yakni "Sekolah Islam Masa Depan", Al-Azhar Asy-Syarif selalu mendukung peran teknologi dan sains. Pesantren ini cukup terbuka dalam mengembangkan sumber daya santri dan santriwatinya agar melek digital dan berpengetahuan.

"Saya mengajar di sekolah Al-Azhar Asy-Syarif yang merupakan salah satu sekolah dengan regulasi menerapkan pembelajaran menggunakan iPad. Di sini tidak ada buku paket alias cetak, seluruh santri semua bahan ajarnya dari e-book. Nah, untuk buku elektronik ini, Al-Azhar Asy-Syarif telah bekerja sama dengan penerbitan Airlangga yang namanya mahsyur di Indonesia," kata Tengku.

Guru mata pelajaran Bahasa yang mendapat penempatan mengajari santri tingkat SMP ini mengatakan jika pesantren tersebut sangat layak jika disandingkan dengan predikat sekolah impian.

"Walaupun kita mempunyai slogan sekolah Islam masa depan yang mendukung dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi, tapi memang smartphone itu tidak diperbolehkan untuk dibawa ke asrama. Tim IT Al-Azhar Asy-Syarif membuat satu sistem manajemen. Sistem ini ditanamkan di dalam iPad anak-anak, jadi mereka tidak bisa buka Safari, Google, dan tak bisa membuka yang berbau dengan media sosial sampai di titik app store mereka tidak ada," kata Guru yang telah mengajar kurang lebih dua tahun di pesantren megah tersebut.

Tengku juga menceritakan jika para santri ingin mencari materi dari Google dan mengunduh aplikasi belajar, mereka harus ke IT dahulu untuk dibukakan akses atau dibantu mengunduh. Untuk bermedia sosial ria, mereka dibatasi dan diawasi dengan ketat.

"Peran guru sangat penting di sini, sebisa mungkin guru dapat menjawab dan menampung segala aspirasi santri sehingga mereka tak perlu lagi menanyakan kegelisahannya di Google. Guru-guru di Al-Azhar Asy-Syarif merupakan yang kompeten di bidangnya dan memiliki jiwa yang kreatif," aku Tengku.

Tapi di kebanyakan pesantren, gadget hanya digunakan untuk pengajar dan terbatas untuk santri

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiKegiatan di Ponpes Yatim Piatu dan Dhuafa Riyadhus Sholihin, Kota Bandar Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Begitupun kebanyakan pesantren masih memperuntukkan teknologi dalam sistem pengajarannya untuk para pengajar. Di Lampung, Pondok Pesantren (Ponpes) Yatim Piatu dan Dhuafa Riyadhus Sholihin menyelaraskan para santri dan santriwati mempelajari pendidikan ilmu agama dengan pendidikan ilmu umum alias duniawi secara berimbang.

Pengasuh Ponpes Yatim Piatu dan Dhuafa Riyadhus Sholihin, KH Ismail Zulkarnaen mengatakan, lembaga pendidikan ponpes berdiri sejak 2005 itu menerapkan sistem pendidikan berbasis pesantren modern. Mereka turut mengedepankan keberadaan teknologi. Pasalnya, harus diakui perkembangan dunia di masa sekarang berjalan lurus dengan kemajuan digitalisasi teknologi.

Sebagai contoh, para tenaga pengajar disebut para ustaz dan ustazah memberikan pengajaran kepada para santri dilengkapi fasilitas laptop, serta penyediaan jaringan internet di lingkungan Ponpes.

"Ke depan kita akan menyediakan santri-santri fasilitas laboratorium komputer, karena teknologi itu sangat penting, untuk menunjang ponpes mencetak kader-kader bangsa menjadi SDM siap pakai," jelas Ismail.

 

Baca Juga: Melihat Ponpes Mu'Inul Islam Kalbar, Berkonsep 'Surgawi Tanpa Gadget'

Tak sedikit pula pesantren yang masih mengesampingkan teknologi tapi mengajarkan santri produktif tanpa gadget

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiPimpinan Pondok Pesanten Mu’Inul Islam, Ustad Abdul Muis memperlihatkan kambing peliharaan yang ada di pondok. (IDN Times/Teri).

Namun tak sedikit pula pesantren yang masih setia dengan pola pembelajaran tradisional. Salah satunya di  Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar), terdapat pondok pesantren (ponpes) yang masih menggeluti pola pembelajaran tradisional atau tanpa teknologi digital.

Ponpes ini bernama Mu’Inul Islam. Lokasinya ada di Jalan Primer Jeruju Darat, Jeruju Besar, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar.

Pimpinan Pondok Pesanten Mu’Inul Islam, Ustaz Abdul Muis menceritakan, saat ini ponpesnya masih menggeluti pola pembelajaran tradisional atau klasikal yang diwariskan oleh leluhur. Namun secara bertahap, kata Muis, ponpes ini juga akan beradaptasi dengan pola-pola baru.

“Sementara ini kita masih pakai sistem klasikal yang diwariskan oleh kita, kedepan akan kita kolaborasikan, klasikal ini tidak bisa tinggalkan di dunia pesantren. Tapi kedepannya kita akan ada wadah lembaga pelatihan santri dengan pembelajaran digital,” ungkap Muis, Sabtu (21/10/2023).

Pembelajaran dengan sistem digital belum masuk ke ponpes tersebut. Termasuk juga soal perizinan santri membawa alat elektronik. Hal tersebut adalah salah satu upaya untuk menjaga para santri agar tetap fokus untuk belajar dan menerapkan ilmu agamanya.

Walaupun tanpa perkembangan teknologi digital, para santri masih dapat belajar atau menghafal Alquran dengan baik. Mereka memanfaatkan sejumlah fasilitas seperti gazebo, pinggir sungai, pinggir kolam, taman, aula, dan lain sebagainya untuk belajar.

“Sejauh ini memang efektif dengan kondisi alam seperti ini, tidak diganggu HP. Kalau sistem klasik ini Alhamdulillah anak-anak ini pendidikan akhlak, adabnya diajarkan dan tidak terkontaminasi, kita arahkan dia lah. Beginilah pendidikan zaman dahulu ulama-ulama," bebernya.

Walau belum menerapkan metode pembalajaran digital dan melarang santri membawa alat komunikasi, tapi di ponpes ini, Muis menyajikan suasana dengan konsep 'surgawi'.

Surgawi yang dimaksud yakni, tanah seluas 2 hektare tersebut disulap Muis bak surga. Ada sungai yang mengalir, pepohonan yang rimbun, membudidayakan ikan arwana, menanam anggur, memelihara kambing etawa, hingga pengembangan madu kelulut.

“Pesantren kita ini dalam rangka mewujudkan konsep pesantren 'Surgawi', mudah-mudahan dengan konsep ini siapapun orangnya, ketika masuk ke sini bisa betah,” ungkap Muis.

Berbagai macam program pengembangan tersebut dibuat agar para santri dapat lebih produktif tanpa gadget. Lebih menikmati dan bersyukur atas limpahan karunia yang sudah diberikan. Program kemandirian tersebut dibuat juga salah satu upaya untuk mencukupi stok dapur santri yang ada di sana.

“Kita membangkitkan kreativitas santri dari sektor pertanian, perkebunan. Kita ada anggur, untuk pupuknya juga kita buat sendiri. Kemudian kita juga ternak lebah, nama terkenalnya kelulud dan dalam 1 bulan kita bisa panen 10 kilogram,” ucap Muis.

“Kita juga beternak arwana sudah ke-4 kali arwana kita menetas, kemudian kita juga beternak kambing perah etawa, baru belajar insyaallah kedepannya kita mau buat lebih luas supaya bisa mensubsidi dapur santri dari sumber daya alam yang ada,” lanjutnya.

Mereka juga akan memproduksi penyulingan minyak wangi. Melihat berbagai macam jenis kayu di Kalbar cukup banyak, Muis akan memanfaatkan itu untuk menghasilkan produk minyak wangi.

“Sementara ini hasilnya kita jual, sudah ada distributor yang minta produk kita tapi karena kita terbatas bahkan kadang kurang untuk jual kepada tamu yang datang ke ponpes,” paparnya.

Baca Juga: Kreativitas Ponpes Mahad Darul Ma'arif di Era Sosial Media 

Gadget bagi siswa dianggap bisa mengganggu konsentrasi hafalan Al-Qur'an

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiPembelajaran dengan sistem konvensional khusus santri penghapal Alquran di Ponpes Tarbiyatul Mustafid Lombok Barat. (dok. Istimewa)

Pondok Pesantren (Ponpes) Tarbiyatul Mustafid Dusun Batu Rimpang Desa Badrain Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) juga lebih memilih mengesampingkan teknologi dan fokus untuk mencetak santri penghafal Alquran.

Selain mengelola pendidikan formal dari jenjang Raudatul Atau (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA), Ponpes Tarbiyatul Mustafid juga mengelola pendidikan nonformal penghafal Alquran dan kajian kitab-kitab kuning.

Ponpes tersebut kini sudah mencetak puluhan penghafal Alquran. Tak sedikit lulusannya juga diterima kuliah di luar negeri seperti Yaman. Untuk mencetak santri penghafal Alquran, Ponpes Tarbiyatul Mustafid masih menerapkan pola pembelajaran konvensional, tetapi untuk lembaga pendidikan formal mulai dari RA sampai MA, mengikuti perkembangan teknologi informasi saat ini.

Pengajar di Ponpes Tarbiyatul Mustafid, Ustaz Khaerul Anwar menjelaskan pihaknya fokus untuk melahirkan penghafal-penghafal Alquran. Sehingga dalam prosesnya, pendidikan masih menggunakan pola konvensional. Para santri dilarang membawa handphone (HP) ke madrasah.

"Kita pondok pesantren tahfiz. Kita lebih fokus ke penghafal Alquran. Jadi media-media elektronik seperti HP, tidak diperbolehkan masuk. Kita belajarnya masih konvensional. Khusus santri di asrama masih mempertahankan motode pembelajaran yang sejak dulu," kata Khaerul, Sabtu (21/10/2023).

Larangan membawa HP diberlakukan bagi para santri di lingkungan Ponpes. Terlebih bagi santri yang mondok di asrama. Sejak 2015, Ponpes Tarbiyatul Mustafid telah memiliki asrama untuk para santri. Tercatat, saat ini siswa yang mondok di asrama lebih dari 200 santri dan sekitar 50 santriwati.

Mereka yang mondok di asrama, merupakan santri MTs dan MA yang khusus menjadi penghapal Alquran dan mengkaji kitab-kitab kuning. Khaerul menjelaskan kebijakan larangan membawa HP ke lingkungan ponpes karena melihat mudharatnya yang lebih besar.

"Orang tua santri juga menilai seperti itu. Karena anak-anak ini juga kebanyakan menghabiskan waktu untuk game online kalau kita lihat yang tidak mondok. Bahkan bagi yang mondok, itu diuji (tidak menggunakan HP) ketika libur, " tuturnya.

Sementara itu, untuk pendidikan formal dari tingkat RA, MI, MTs dan MA, kata Khaerul, pendidikan tetap menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Apalagi, sekarang ada kurikulum merdeka belajar.

"Karena anak mondok ini ada non formal kalau di asrama. Karena fokusnya di tahfiz, paling menghapal, baca Alquran, belajar kitab kuning. Tapi kalau di madrasah berjalan sesuai dengan rel yang dikasih pemerintah, " terangnya.

Terpisah, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag NTB Muhammad Amin menjelaskan untuk tujuan tertentu, santri atau siswa diperbolehkan menggunakan HP dalam proses belajar mengajar. Tetapi secara umum, siswa dilarang membawa HP ke madrasah.

"Memang HP bagus, tetapi jika dalam proses belajar mengajar masih pegang HP, konsentrasi terbagi. Santri tidak fokus pada proses belajar mengajar. Makanya ada madrasah yang melarang siswa membawa HP. Tetapi siswa difasilitasi kalau menghubungi orang tua, sudah ada di lembaga atau madrasah itu," terang Amin.

Begitu juga di Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan. Santri dan santriwati tidak diizinkan untuk menggunakan HP. Namun, untuk menggantinya anak-anak diminta untuk menempel dan membaca informasi update dari surat kabar harian tersebut.

“Jadi di sini kita tidak izinkan anak-anak untuk menggunakan HP, tetapi kita memberikan informasi yang berkaitan melalui harian surat kabar. Sejak dari awal memang kita tidak izinkan alat komunikasi HP, untuk menggantinya kita fasilitasi surat kabar setiap hari mengganti di etalase,” kata Sekretaris Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan, Habibie Sembiring.

Terkait kemampuan teknologi maupun sains yang ada pada santri atau santriwati, Habibie mengatakan bahwa pesantren Ar-Raudlatul Hasanah Medan sudah sering mengikuti lomba sains hingga keluar kota Medan. Artinya, para santri sangat antusias dalam pembelajaran sains dan teknologi.

“Meskipun, anak-anak tidak diizinkan untuk memegang HP, namun pesantren selalu meng-upgrade kemampuan mereka lewat Olimpiade. Ini terbukti saat Olimpiade biologi di Kota Bandung kita Alhamdulillah termasuk di antara lembaga yang berprestasi. Ini artinya bahwa tanpa gadget pun bisa berkembang dan maju,” sambungnya.

Dikatakannya bahwa, saat ini pembelajaran tanpa menggunakan HP tidak berpengaruh dan sistem yang diterapkan di sini semuanya sesuai dengan perkembangan dan materi yang sudah disesuaikan.

Baca Juga: Cetak Penghafal Alquran, Ponpes di Lombok ini Larang Santri Bawa HP 

Santri sudah membiasakan diri hidup tanpa gadget

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiPesantren Darul Hikmah Taman Pendidikan Islam (IDN Times/Indah Permata Sari)

Begitupun santri ketika masuk ke pesantren sebenarnya sudah membiasakan diri hidup tanpa HP. Salah satu santriwati Ponpes Yatim Piatu dan Dhuafa Riyadhus Sholihin, Diva mengaku amat menikmati sistem pembelajaran di ponpes setempat. Pasalnya, siswi kelas 7 SMP tersebut bisa dapat menghabiskan waktu belajar, bermain, hingga bergaul bersama teman-teman sesama santriwati 24 jam penuh tanpa sibuk dengan gawai.

"Alhamdulillah enak dan banyak kawannya di sini, bisa tambah semangat belajarnya, selama mondok ini juga gak ada kendala," imbuhnya.

Seiring kebersamaan itu, diakui Diva dirinya juga tidak mempermasalahkan aturan ponpes tidak memperbolehkan para santri mengusung atau memiliki gawai atau gadget lainnya secara pribadi. "Gak masalah, di sini banyak teman jadi HP gak begitu penting," tambah dia.

Kebijakan tanpa gadget itu juga diakui Diva dapat mempermudah dirinya lebih fokus dan serius menyerap ilmu-ilmu pembelajaran di ponpes. "Pokoknya mondok itu seru, gak pernah ada namanya kesepian," tandas warga Kota Bandar Lampung itu diiringi senyum ceria.

Begitu juga dengan Marianda salah satu santriwati di Pesantren Darul Hikmah Kota Medan. Ia mengatakan sangat menikmati pelajaran di pesantren. Namun diakuinya, saat kebutuhannya sudah habis seperti sabun dan lainnya maka ia harus meminjam HP.

“Hubungi orangtua harus pinjam HP gak bisa sembarangan nelpon, kalau di belajar kan memang sudah ada aturannya dari bangun tidur sampai mau tidur,” ucap Marianda yang sebelumnya SD umum.

Dikatakannya bahwa untuk memegang HP selama di pesantren tidak pernah. Biasa dilakukan jika orangtua datang tapi kini  sudah jarang.

Kemudian untuk aturan yang dilanggar jika mendapati santri ada HP, dikatakannya biasa akan diberi sanksi dari pihak pesantren dalam bentuk Surat Peringatan (SP) 1,2 3 serta di denda hingga dikeluari.

Menurutnya, ada banyak hal yang juga harus diketahui oleh anak santri dalam dunia teknologi melalui HP. Artinya, dalam bentuk positif. Jika seandainya diperbolehkan HP untuk anak santri, Marianda tetap memilih jalur belajar tradisional seperti saat ini agar lebih fokus.

Begitu juga dengan Rahmat Maulana Miftah di pondok pesantren yang sama. Santri ini punya cita-cita ingin jadi programmer dan desainer. Untuk mendukung cita-citanya itu, Rahmat juga harus belajar dengan barang elektrok.

Maka ia meminjam komputer di laboratorium komputer dan dipelajarkan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Artinya, ada aturan baku untuk menggunakan gadget.

“Kalau barang elektronik seperti HP itu yang dibawa, biasa ada sanksinya berupa botak (rambutnya dibotak). Saya gak pernah sih, ada HP tapi sama orangtua,” tuturnya.

Dia berharap anak-anak santri yang lain tidak banyak mengeluh karena di pesantren banyak mendapatkan pembelajaran dan skill agar menjadi bekal di kehidupan kelak.

Orangtua memilih memasukkan anaknya ke pesantren karena bisa membatasi penggunaan gadget

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiSuasana di Pesantren Darul Hikmah Taman Pendidikan Islam (IDN Times/Indah Permata Sari)

Sejauh ini orangtua juga tak memermasalahkan peraturan tanpa HP untuk santri di pesantren yang sudah diterapkan sejak dulu. Fajri adalah warga Kabupaten Bengkayang, sengaja memilih Pimpinan Pondok Pesanten Mu’Inul Islam untuk menyekolahkan anaknya. Menurutnya, semakin jauh tempat belajarnya, maka akan semakin baik ilmu agamanya.

“Ini salah satu pilihan, yang mirip dengan ponpes ini banyak, bahkan dekat tempat saya ada, tapi saya pilih yang jauh karena jauh dari tempat tinggal agamanya juga semakin bagus,” sebutnya.

“Di sini juga tidak dibolehkan membawa alat komunikasi karena menurut saya akan mengganggu belajar, jadi anak-anak diajarkan secara natural dan berinteraksi dengan teman-temannya tanpa HP. Teknologi ini tidak ada hubungannya dengan agama, dia hanya sarana pembantu saja,” jelas Fajri.

Begitu juga dengan Juriani sebagai orangtua dari salah satu santriwati Darul Hikmah Taman Pendidikan Islam Medan. Ia mendukung peraturan santri dilarang membawa handphone.

"Di sini mereka belajar tidak menggunakan HP. Kalau menurut saya itu bagus, karena HP ini juga membawa malapetaka kalau menurut saya. Begitu dibuka entah apa-apa nanti terbuka kan,” jelasnya.

“Sebagai orangtua kita mau anaknya itu kedepannya lebih baik, karena begitu pentingnya pendidikan agama Islam untuk membekali mereka kedepannya. Nanti selesai dari sini saya kembalikan lagi kepada anak saya, dia mau bagaimana,” kata warga Serdang Bedagai itu.

Teknologi bak pisau bermata dua tapi manfaatnya lebih banyak

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiKetua MP3I MPW Jatim, KH Muhammad Bin Mu'afi Zaini alias Gus Mamak usai dilantik. Dok. MP3I MPW Jatim

Memang teknologi selain memudahkan bisa jadi pisau bermata dua bagi pesantren. Gus Mamak dari Jawa Timur mencontohkan teknologi AI yang kemudian membuat santri curang dalam mengerjakan penugasan. 

"Kami harus mendayagunakan keunggulan kami dari penggunakan internet yang berjemaah itu, ada berapa situs yang diblokir, yang kedua juga kami semaksimal mungkin meminimalisir penggunaan di luar syariat, ketiga kami harus bekejaran dengan santri eksplorasi mereka penggunaan aplikasi baru yang membuat mereka curang dalam penugasan," kata dia. 

Selain itu, teknologi juga kerap digunakan santri untuk melakukan komunikasi intens dengan lawan jenis. Padahal, di pesantren hal ini dilarang. 

"Nah, itu yang harus kami antisipasi, memang tidak menjadi sempurna, ada risiko yang harus kami tanggung," jelas dia. 

Meski demikian, dibanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi di pesantren, dampak positifnya jauh lebih banyak. Kurikulum pembelajaran jauh lebih cepat dan santri bisa mengeksplore tugas-tugasnya di internet. 

"Yang harus diingat penggunaan teknologi ini berbasis pada kreativitas santri. Kalau saya bahasakan mau tidak mau santri lebih aktif, kalau metode lama itu guru ngomong santri tidur, tapi sekarang guru memberi tugas murid mengerjakan sehingga proporsi keaktifan jauh lebih tinggi sehingga anak lebih cepat berkembang," jelasnya. 

Gus Mamak menyebut, teknologi bukan merupakan hal yang perlu dihindari di Pesantren. Selama teknologi tersebut tidak keluar dari norma universal agama, teknologi masih dapat diterima. 

"Sebenarnya pesantren dan teknologi bukan sesuatu yang perlu dibenturkan, teknologi itu adalah keniscayaan yang harus kita terima dan akan dihadapi anak-anak itu ketiga keluar dari pesantren," katanya. 

Yang paling penting adalah, bagaimana pesantren mengajarkan santrinya untuk tetap menggunakan teknologi dengan cara yang tepat dan benar. Seperti menggunakan untuk sarana berdakwah. 

"Tidak dalam merusak, syukur-syukur tidak merusak, tetapi bisa menggunakan sebagai alat dakwah dan perkembangan diri mereka," katanya.

Kementerian Agama mendorong program transformasi digital di pesantren

Transformasi Digital di Pesantren, Berinovasi tanpa Menepikan TradisiKantor Kementerian Agama. IDN Times/Helmi Shemi

Begitupun pemerintah lewat Kementerian Agama memang mendukung program transformasi digital di pesantren. Salah satunya adalah memersiapkan perpustakaan digital. Hal itu jadi salah satu program prioritas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Bertahap, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kemenag memberikan bantuan untuk pesan guna mempersiapkan perpustakaan digital. 

Melansir dari laman resmi kemenag, Plt. Direktur PD-Pontren Waryono Abdul Ghafur mengatakan, tahun ini pihaknya telah memberikan dana bantuan stimulus kepada 40 pesantren, terutama bagi pengelola Ma’had Aly. Selain menerima bantuan, mereka dilatih agar dapat meningkatkan kompetensinya dalam penyiapan dan pengelolaan digital library.

Selain digital library, para pengelola Ma’had Aly juga mendapatkan penguatan kompetensi terkait jurnal ilmiah berbasis online melalui Open Journal System (OJS). Sebagai pembeda, mereka didorong untuk mengembangkan jurnal berbahasa Arab, sesuai dengan kekhususannya masing-masing.

Seiring kemajuan teknologi, perpustakaan dalam bentuk fisik gedung yang menghimpun kitab-kitab dan referensi semakin kurang relevan. Karenanya, transformasi ke perpustakaan digital (e-library) perlu diakselerasi. Hal ini misalnya dapat dilakukan dalam bentuk maktabah digital atau penyediaan aplikasi seperti Online Public Access Cataloge (OPAC).

“Tantangan lainnya adalah kemampuan Ma’had Aly dan Pendidikan Diniyah Formal yang belum merata dalam penyediaan sarana pendukungnya seperti listrik, jaringan internet dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang Informasi dan Teknologi (IT). Ini harus dicarikan solusinya,” pungkas Waryono.

Begitulah tugas berat pesantren di masa depan. Harus berinovasi tapi tanpa menepikan tradisi yang sudah diwariskan para pendahulu untuk menciptakan ulama-ulama. Selamat Hari Santri Nasional.

Tulisan ini merupakan kolaborasi hyperlocal yang ditulis Tama Wiguna, Indah Permata Sari, Eko Agus Herianto, Hamdani, Muhammad Nasir, Ashrawi Muin, Tri Purnawati, Khusnul Hasana

Baca Juga: Ummul Mukminin, Pesantren Modern di Makassar yang Melek Teknologi

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya