Kenanga Kopi, Jurus Si Kerbau Bertahan di Tengah Himpitan Regulasi

AMTI sebut pelaku industri SKT di Indonesia perlu dilindungi

Surakarta, IDN Times – Di tengah gempuran regulasi yang semakin ketat dan kebijakan pemerintah yang terus menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) setiap tahun, pelaku usaha Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Surakarta harus melakukan inovasi untuk bertahan.

Seperti yang dilakukan Perusahaan SKT PT Kerbau. Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sudah berdiri sejak 1956 ini meluncurkan produk Kretek terbaru bernama Kenanga Kopi, Sabtu (2/12/2023).

Perusahaan yang didirikan oleh Hadi Soebroto ini awalnya dikenal dengan Kerbau Long Size Kretek-nya. Kemudian terus tumbuh dan memiliki 11 merek rokok, enam di antaranya merupakan sigaret kretek tangan.

“Ini yang terbaru, baru di-launching hari ini yaitu kretek rasa kopi, namanya Kenanga Kopi. Makanya hari ini kita gelar syukuran lah untuk peluncuran kretek rasa kopi ini,” ujar Budi Suroto, Bagian Pemasaran PT Kerbau, Sabtu (2/12/2023).

Ia bercerita kenanga artinya adalah bunga yang maknanya adalah harum. Lalu sengaja dipilih rasa kopi karena saat ini anak muda maupun orang tua di Indonesia gandrung dengan kopi. Terbukti kafe-kafe ataupun tempat nongkrong anak muda yang menjual kopi menjamur di mana-mana, termasuk di Surakarta.

Saat ini, tambahnya, jangkauan pasar PT Kerbau hanya di Jawa dan Kalimantan. Ia berharap dengan kretek Kenangan Kopi ini bisa merambah pasar baru dan membuat jangkauan pasar PT Kerbau lebih luas lagi di Indonesia. Terkhusus, ia melirik pasar Sumatera yang hingga kini belum berhasil dijamah.

“Wali Kota Medan sekarang kan Pak Bobby, bojonya itu orang Solo (Kahiyang Ayu). Mudah-mudahan lah kretek asal Solo seperti kami ini dilirik Pak Bobby dan bisa dipasarkan ke Sumatera (Medan),” ungkapnya.

Wajar memang Medan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara menjadi target pemasaran. Pada semester pertama 2022, penerimaan dari bea masuk, bea keluar, dan cukai mencapai Rp3,6 Triliun. Tumbuh mencapai 48,50 persen dari tahun sebelumnya.

Kenanga Kopi, Jurus Si Kerbau Bertahan di Tengah Himpitan RegulasiPabrik Tembakau PT Kerbau, Surakarta (Dok. IDN Times)

Jejak Tjap Kerbau di Indonesia

Kerbau awalnya berdiri dalam bentuk perusahaan perseorangan yang bergerak di bidang industri hasil tembakau dan diberi nama “Tjap Kerbau”. Kala itu pabriknya berada di Jalan Kolonel Sutarto No.16, Jebres-Solo.

Sang pemilik, Hadi Soebroto memulai usahanya dengan memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) dengan produk andalan “Kerbau Long Size Kretek”.

Logo Kerbau yang berwarna putih ini terinspirasi dari filosofi "Kerbau Bule" Keraton Kasunanan Surakarta. Dimana menurut warisan leluhur diyakini Kerbau ini membawa rejeki dan keberuntungan. Pada logonya juga tercermin visi dan Misi Perusahaan yaitu “Kerbau” yang menyimbolkan makna Ngayomi dan Ngoyemi. Kerbau selain mempunyai kekuatan besar juga memiliki naluri sosial yang tinggi.

Seiring waktu, pemasaran rokok Kerbau makin berkembang dan produk yang dihasilnya juga makin beragam. Di antaranya Kanigoro Cerutu, Kerbau Jaya Hijau, Bengawan Solo Kretek dan Filter, K. Bold Filter, Inpra Filter, K. Ned Filter, SKP Kretek, K. Nexd Filter, dan Temu Kretek. Jumlah pekerjanya pun terus meningkat baik itu pekerja formal maupun informal.

Pada tahun 1970 lokasi pabrik berpindah ke Jalan Kolonel Sugiyono No.224 Sekip, Solo agar bisa mendukung lokasi produksi.

Badan hukumnya pun ikut ter-upgrade. Dari usaha rumahan berubah menjadi CV, kemudian pada tahun 1973 kembali diubah menjadi perseroan terbatas (PT). Perusahaan rokok awalnya bernama Tjap Kerbau ini sekarang lebih dikenal sebagai PT. Kerbau.

Untuk mendukung produksinya, PT Kerbau kini memiliki lebih dari 200 pekerja yang diupah sesuai UMR. Meski dihimpit berbagai macam tantangan, Si Kerbau, seperti filosofinya, tetap kokoh membuktikan eksistensinya selama 67 tahun di pasar Industri Hasil Tembakau di Indonesia.

Kenanga Kopi, Jurus Si Kerbau Bertahan di Tengah Himpitan RegulasiMural 'Gempur Rokok Ilegal' di Jalan Kebangkitan Nasional, Surakarta, Sabtu (2/12/2023) (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Gempur Rokok Ilegal

Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Jawa Tengah mencatat saat ini memiliki 107.181 orang anggota. Sebanyak 80,01 persen di antaranya bekerja di pabrik rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan yang terbesar ada di Kudus.

Meski tak setenar dan sebesar di Kudus, namun Industri Hasil Tembakau (IHT) di Surakarta tak bisa dipadang sebelah mata.
Bea Cukai Surakarta membeberkan tahun 2022 target penerimaan cukainya melebihi target. Yakni sebesar Rp 2,256 triliun dari target Rp 2,101 triliun. Artinya penerimaan bea cukainya di angka 106,90 persen. Sedangkan dari sisi kepabeanan, realisasinya sebesar Rp 57,8 miliar dari target Rp 45 miliar.

Padahal Pendapatan Asli daerah (PAD) dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah Kota Surakarta pada tahun yang sama tidak mencapai target. Dengan alasan kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih pasca COVID-19.

Bayangkan, bahkan dalam kondisi yang belum sepenuhnya pulih, IHT bisa menyumbangkan pemasukan melebihi target penerimaan Bea Cukai. Bagaimana jika kondisi perekonomian sudah sepenuhnya pulih?

Untuk mempertahan tren positif penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau 2022, Bea Cukai Surakarta konsisten melakukan kampanye “Gempur Rokok Ilegal”.

Sepanjang tahun 2022 Bea Cukai Surakarta melakukan 164 kali penindakan dengan hasil tegahan berupa 3,2 juta batang rokok ilegal. Upaya penindakan akan ditingkatkan pada 2023.

IDN Times merangkum, ada beberapa kali penindakan yang sudah dilakukan Bea Cukai Surakarta pada 2023. Pertama, pada 18 Januari 2023 Bea Cukai mengamankan 342.000 batang rokok ilegal berbagai merek tanpa dilekati pita cukai.  Tak lama kemudian mengamankan 318.000 batang rokok ilegal. Total kerugian negara atas dua penindakan ini yang meliputi nilai Cukai dan pajak lain mencapai Rp 567 juta.

Pada 15 Mei 2023 Bea Cukai Surakarta berhasil melakukan penindakan atas 420.000 batang rokok illegal, kerugian negara mencapai Rp361 juta. Kemudian Juni 2023 mengamankan 276.046 batang rokok berbagai merek tanpa dilekati pita cukai. Total kerugian negara dari penindakan ini senilai Rp237 juta.

Selain itu, Bea Cukai Surakart juga aktif melakukan kampanye terbuka bertajuk Gempur Rokok Ilegal. Misalnya pada 16 Juli 2023 Bea Cukai Surakarta menggelar kegiatan Konser Gempur Rokok Ilegal yang diselenggarakan di Alun-alun Sragen Minggu pagi (16/7/2023) dengan menghadirkan Grup Band Pop Jawa, Aftershine.

Konser Gempur Rokok Ilegal juga digelar bersama Ndarboy Genk pada 21 Agustus 2023. Pada 1 September 2023, Bea Cukai Surakarta kembali mengadakan sosialisasi gempur rokok ilegal melalui konser Abah Lala di Alun-Alun Klaten.

Teranyar Bea Cukai Surakarta melakukan sosialisasi Gempur Rokok Ilegal di Do Gurau Cafe di Kawasan Bukit Sidoguro pada 3 Oktober 2023.

Tak bisa dimungkiri, Industri Hasil Tembakau Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian dalam negeri melalui pendapatan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp198,02 triliun pada 2022. Angka ini meningkat 4,9 persen dibandingkan pada tahun lalu yang sebesar Rp188,81 triliun.

Penerimaan dari CHT terpantau terus konsisten meningkat dalam 12 tahun terakhir secara keseluruhan, hanya mengalami penurunan sekali tahun 2016. Bahkan krisis kesehatan yang menyerang sistem pernafasan akibat pandemi covid-19 tahun 2020 tidak menghentikan kenaikan dari CHT.

Ketua PC FSP RTMM-SPSI Karanganyar, Samsuri mengatakan di tengah tantangan cukai yang terus naik setiap tahun dan regulasi lain yang yang ditujukan untuk pelaku industri hasil tembakau, pihaknya terus berupaya mempromosikan kepada Masyarakat bahwa  rokok kretek adalah produksi tradisi turun-temurun sejak  zaman dulu, sehingga perlu dilestarikan.

“Jadi rokok kretek sudah jadi bagian dari tradisi masyarakat Indonesia. Sudah ada dan pernah berjaya sejak sebelum Indonesia merdeka. Jadi kami akan terus berupaya melestarikan ini, istilahnya diuri-uri,” ujarnya pada IDN Times, Sabtu (2/12/2023).

Ia juga mengaku mendukung gerakan "Gempur Rokok Ilegal" yang dikampanyekan Bea Cukai Surakarta. Menurutnya hal ini akan berdampak positif bagi IHT di Surakarta karena membantu menyadarkan Masyarakat tentang bahaya rokok illegal serta mengedukasi masyarakat cara membedakan rokok bercukai resmi dan ilegal.

“Meski demikain, kami berharap pemerintah gak berhenti di situ. Pemerintah harus mengambil peran melindungi, membimbing serta membina para pelaku IHT dalam meningkatkan pemasaran dan promosi rokok kretek. Sehingga bisa terus bersaing dan bertahan di tengah himpitan kenaikan cukai dan regulasi lainnya,” tegasnya.

Kenanga Kopi, Jurus Si Kerbau Bertahan di Tengah Himpitan RegulasiIlustrasi pekerja pabrik. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

AMTI: Industri SKT Perlu Dilindungi

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menekankan memang perlu perlindungan terhadap segmen bisnis IHT khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT) karena perannya yang besar bagi perekonomian, mulai dari penyerapan tenaga kerja yang tinggi hingga penerimaan cukai.

Ketua Umum AMTI, I Ketut Budhyman Mudhara dalam acara Ngopi Bareng Media di Jakarta pekan lalu mengungkapkan industri hasil tembakau (IHT) menjadi tumpuan hidup bagi 6 juta tenaga kerja, mulai dari petani, pekerja manufaktur hingga pekerja sektor kreatif.

"Ada 6 juta orang lebih yang bergantung di industri ini. Begitu juga pemasukan buat kas negara, sekitar Rp200-an triliun cukai. Itu menyumbang 8-9 persen ke APBN," katanya dilansir ANTARA, 24 November 2023.

Menurut Ketut Penyerapan tenaga kerja di SKT juga telah menerapkan inklusivitas di mana perempuan dari berbagai usia dan kalangan, termasuk disabilitas. Tercatat 97 persen pekerja di bidang ini didominasi oleh perempuan.

"Sektor ini banyak melibatkan pekerja perempuan yang kini juga menjadi ibu rumah tangga. Pekerja dengan karakteristik tekun, ulet dan rapi sangat dibutuhkan dalam proses produksi rokok SKT," katanya.

Sektor SKT juga banyak ditemukan mempekerjakan pekerja yang berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas.

"Kebijakan yang inklusif ini sangat jarang ditemukan pada industri lain yang sama-sama bersifat padat karya," tambah Ketut Budhyman.

Meski SKT merupakan produk legal, di mana 90 persen produksi rokok yang beredar saat ini ditopang oleh SKT, sayangnya menurut Budhyman regulasi terkait pertembakauan saat ini belum mampu secara maksimal melindungi dan memberdayakan para ratusan ribu pekerja di segmen SKT.

Oleh karena itu, sebagai bagian dari elemen ekosistem pertembakauan, SKT perlu dilindungi dan diberdayakan agar semakin mampu menyerap tenaga kerja dan menggerakkan perekonomian daerah serta nasional.

Selain itu, tambahnya, kehadiran industri SKT juga turut memberikan efek ganda bagi perekonomian lokal di sekitar area pabrik. Misalnya warung makanan dan minuman, toko kelontong, angkutan umum, dan sebagainya.

“SKT adalah sektor padat karya yang menumbuhkan perekonomian daerah dengan menjadi mata rantai yang saling bergantung. Oleh karena itu, terganggunya kehidupan SKT pasti akan berdampak pada sektor penunjang lainnya," tambah Budhyman. 

Adapun beberapa daerah dengan keberadaan SKT yang memberikan multiplier effect ekonomi, di antaranya Jawa Tengah (Kudus, Kabupaten Klaten, dan lainnya), Jawa Timur (Surabaya, Kediri, Malang, Mojokerto, dan lainnya. Kemudian DI Yogyakarta ( Sleman dan Bantul) dan Jawa Barat (Majalengka dan Cirebon).

Budhyman juga mengungkapkan saat ini tekanan terhadap industri hasil tembakau tengah masif terjadi dengan adanya UU Kesehatan. Kendati satu pasal yang menyetarakan rokok dengan narkoba sudah dihilangkan, ia mengaku Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan sebagai aturan pelaksana UU Kesehatan masih menjadi penghalang bagi industri tersebut.

"Sangat penting memastikan bahwa dari sisi kebijakan, pemerintah pusat maupun daerah perlu mengupayakan untuk menjaga sektor padat karya ini demi kesejahteraan para tenaga kerja di dalamnya. Termasuk perlindungan melalui regulasi yang adil, berimbang, dan mendorong pemberdayaan serta daya saing SKT," ujarnya.

Data yang dihimpun IDN Times dari FSP RTMM-SPSI, industri hasil tembakau jumlahnya kian tergerus akibat regulasi yang terus memberatkan. Pada tahun 2007 jumlah pabrik rokok di Indonesia mencapai 7.000 pabrik. Jumlahnya merosot drastis hanya tersisa 754 pabrik pada tahun 2016. Sehingga tepat bila industri ini perlu dilindungi.

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya