Indonesia Darurat Judi Online, Bansos Bukan Solusi

Korban judi online tolak rencana pemerintah salurkan bansos

Medan, IDN Times - Seorang Polwan di Mojokerto, Briptu FN viral karena tega membakar suaminya Briptu RDW hingga meninggal dunia gara-gara menggunakan uang keluarga untuk bermain judi online pada 10 Juni 2024. Fenomena ‘polisi main judi’ ini menguak kasus-kasus lain tentang bahaya judi online. Bahkan ada yang mengaku rugi ratusan juta.

Persoalan judi online menjadi lebih kontroversial setelah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy berencana memberikan bansos untuk keluarga ‘yang tidak ikut berjudi’ tapi menjadi miskin akibat judi online. Ia menegaskan, korban judi online adalah mereka yang tergolong bukan pelaku.

Pemerintah Indonesia mengklaim telah menutup 2,1 juta situs judi online sebagai upaya memberantas dan memerangi aktivitas judi online yang kian merebak di semua kalangan. Situasi ini bahkan sudah masuk kategori situasi darurat. Sebagai Upaya memberantas judi online, Presiden Joko Widodo membentuk task force atau satuan tugas (satgas) yang melibatkan sejumlah kementerian/lembaga terkait.

Jokowi mengakui karakteristik judi online yang bersifat lintas negara menjadi kendala utama yang menghambat proses penumpasan praktik judi online. Sehingga perlu satgas khusus untuk menanganinya.

Satuan Tugas (Satgas) Judi Online pada 26 Juni 2024 melaporkan selama periode 2022 hingga 2024 tersapat 3.975 kasus judi online dengan 5.982 tersangka. Dalam periode tersebut, tercatat 40.642 situs judi online diajukan blokir, 4.196 rekening dibekukan hingga aset senilai Rp817,4 miliar yang disita. Mirisnya, terdapat 2,3 juta orang Indonesia bermain judi online dengan 80 ribu orang di antaranya masih berusia anak-anak.

Dari data PPATK, demografi pemain judi online di Indonesia kurang lebih 4 juta orang. Dari kategori usia, di bawah 10 tahun sebanyak 2 persen, usia 10-20 tahun sebanyak 11 persen, dan usia 21-30 tahun sebanyak 13 persen. Kemudian, usia 30-50 tahun sebanyak 40 persen dan usia lebih besar dari sama dengan 50 tahun sebanyak 34 persen.

Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Krishna Murti mengungkapkan situs judi online dikendalikan dari luar negeri khususnya negara-negara yang melegalkan judi. Ia mengklaim judi online berkembang semenjak COVID-19 dan banyak dioperasikan di Mekong Region Countries seperti Tiongkok, Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Lantas, apa langkah nyata dari Pemerintah untuk menumpas Judi Online? Berikut IDN Times merangkum sejumlah kasus judi online yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan bahaya yang bisa ditimbulkan:

1. Kehilangan rumah gara-gara bayar utang judi online, Korban judi online tolak dapat bansos

Indonesia Darurat Judi Online, Bansos Bukan Solusiinfografis judi online (IDN Times/Aditya Pratama)

Di Kabupaten Lombok Timur (Lotim), beberapa warga diketahui terjerat dengan permainan haram ini. Ada yang rugi ratusan juta rupiah, hingga kehilangan rumah tempat tinggalnya. Salah satunya adalah warga Lotim berinisial AM. Pria berusia 38 tahun yang rela menjual rumahnya untuk membayar utang judinya.

AM merupakan salah satu warga Kecamatan Sakra. Ia bekerja serabutan dan kini telah kehilangan tempat tinggalnya karena kalah dalam permainan judi online. Bukan hanya kehilangan rumah tempat tinggal, rumah tangganya juga hancur berantakan. Rumah tempat tinggalnya sudah dijual dengan harga Rp350 juta untuk bayar utang. Permainan judi online yang dimainkan mulai dari game slot, domino hingga poker. 

"Setiap kali bermain saya kalah Rp1 juta hingga Rp5 juta, bahkan dalam satu waktu saya kalah lebih dari Rp50 juta," tuturnya.

Hal yang sama juga dialami oleh ZH (30), warga kecamatan Selong. Ia mengaku kalah Rp250 juta. Mirisnya uang tersebut merupakan uang kakak iparnya yang dititipkan di rekeningnya.

"Kecanduan game ini kayak merokok, gak bisa ditinggalkan," akunya

ZH mengaku awalnya hanya bermain kecil-kecilan dengan taruhan deposit Rp10 ribu hingga Rp100 ribu. Saat itu, ia sering menang, bahkan pernah menang hingga Rp2 juta. Karena sering menang, ia kemudian menaikkan deposit taruhan di atas Rp1 juta. Menang sekali, ia kembali menaikkan deposit permainan. Setelah mencapai deposit Rp10 juta, ia mulai kalah dan tidak pernah menang. Tetapi ia mengaku sudah kecanduan untuk bermain, hingga kalah sampai ratusan juta rupiah. 

"Saya hanya sekali menang Rp45 juta, itu pun kembali ludes setelah kalah," ungkapnya.

Kecanduan judol ini yang juga dialami JVT, salah satu warga Kota Bandung. Dia bercerita, permainan ini mulai dia coba sebelum pandemik COVID-19 sekitar tahun 2019. Berawal dari informasi seorang teman, JVT coba memainkan judol setelah terbiasa dengan judi luring (offline) yang mengharuskannya bertemu dengan lawan secara langsung.

Ketika pandemik terjadi di Indonesia dan berbagai aktivitas dibatasi, JVT pun kemudian lebih aktif bermain judol. Dari uang jutaan rupiah hingga belajasan juta dia coba mainkan. Sempat menang, tapi lebih sering kalah tak membuatnya berhenti.

"Dulu coba pertama ada Naga303 terus pindah ke Linetogel," ujar JVT kepada IDN Times.

Walapun merasa bahwa judi secara offline lebih menyenangkan, tapi karena tidak melakukan aktivitas tersebut JVT pun lantas menghabiskan uangnya untuk judol. Alih-alih menghasilkan uang banyak, dia mengaku sudah habis uang sekitar Rp875 juta.

"Itu yang kecatat, belum yang ga kecatat banyak juga," ungkapnya.

Bermain sejak 2019 JVT memang lebih banyak kalah dibandingkan menang. Uang yang dia keluarkan untuk judi didapat dari gaji bulanan sebagai pekerja swasta. Jika kurang, dia mengambil uang yang didapat dari bisnis rumahan istrinya.

Saking kecanduannya, JVT pun bahkan sempat menjual barang di rumah seperti kendaraan motor. Kontrakan miliknya pun sempat digadaikan agar uang yang didapat bisa dipakai main slot. Sayang, uang tersebut terbang begitu saja karena kalah saat judol.

"Kalau udah kecanduan gini memang susah. Sudah pasti ekonomi rusak, tabungan hancr, keluarga terpengaruh jadi lebih sering berantem. Kadang jadi jualin barang punya orang lain," ujar JVT.

Saat punya uang lebih dia pasti ingin memainkannya di judol agar bisa uang lebih banyak lagi. Kecanduan ini yang membuat JVT sangat sulit menyimpang uan karena pasti dipakai untuk judol.

Pria berinisial PV, pekerja swasta di Denpasar mengaku sudah bertahun-tahun ketagihan judi hingga terlibat pinjaman online mencapai Rp94 juta. Kebiasaan ini berawal dari pesan WhatsApp yang mengiklankan judi. Pesan tersebut PV terima berkali-kali hingga ia tergiur untuk mencobanya. Ia pertama kali melakukan deposit sebesar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu hampir setiap hari. Kebiasaan terus melakukan kebiasaan ini tanpa sepengetahuan istrinya.

“Slot itu di WA banyak, setiap ada duit saya deposit. Sampai terlilit pinjaman online Rp94 juta. Itu neraka, judi dan pinjol. Tapi bagaimana? Saya kesulitan berhenti. Ada caranya kah?” ungkapnya sambil mewanti-wanti agar namanya disamarkan.

Meski demikian, PV yang telah bertahun-tahun berjudi sangat tidak setuju dengan rencana Muhadjir Effendy yang berencana memberikan bansos untuk keluarga yang tidak ikut berjudi tapi menjadi miskin akibat judi online. PV berasalan, jika bantuan tersebut digelontorkan, pemerintah tetap tidak akan membuat pejudi tersebut berhenti. Mereka akan cenderung menggunakannya untuk deposit dan tambah berjudi lagi.

“Saya mau berhenti tapi bingung caranya. Sejujurnya saya sudah pernah mengirim pesan ke Polri dan Kominfo agar mengusut bandar judi ini. Saya punya banyak bukti dan kontaknya. Seratysan lebih di hape saya sampai saya blokir. Tapi tidak ada respon,” keluhnya.

PV meyakini jika pemerintah atau aparat terkait benar-benar memberantas bandar judi, maka pejudi lainnya akan terbantu untuk berhenti, termasuk dirinya.

“Gak usah dah keluarga kami diberi bantuan. Tangkap saja bandarnya dan kembalikan uang deposit kami. Saya janji akan berhenti,” ungkapnya.

2. Judi picu perceraian hingga tindak kriminal, perlu peningkatan literasi di masyarakat

Indonesia Darurat Judi Online, Bansos Bukan SolusiInfografis pro-kontra wacana bansos korban judi online. (IDN Times/Mardya Shakti)

Judi online bisa menjadi toxic dan mengganggu keharmonisan keluarga. Bahkan, praktik ini pun dapat berimplikasi besar pada perceraian rumah tangga.  Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto Wardoyo mengatakan, judi online dapat merusak rumah tangga. Apalagi, pelaku judi online ini mayoritas adalah laki-laki.

“Judi online ini akan membuat perhatian kepala rumah tangga kepada anak istrinya menjadi terlena. Karena istri dan anaknya akan dicarikan rezeki dari spekulasi, yakni legal juga tidak, halal juga tidak. Mau jadi seperti apa keluarganya?” ungkapnya saat ditemui di kegiatan Hari Keluarga Nasional Ke-31 di Kota Semarang, Kamis (27/6/2024).

Menurut Hasto, tingginya angka perceraian saat ini juga dipicu dari cekcok kecil yang berkepanjangan.

‘’Saya yakin judi ini juga akan menimbulkan percekcokan dari yang kecil hingga besar di keluarga. Sebab, suami jadi melayang terus pikirannya. Berangan-angan tinggi tidak mendarat. Mosok kasih rezeki pada anak istrinya pakai yen ana, yen menang (kalau ada, kalau menang, red),’’ jelasnya.

Dengan demikian, konflik kecil-kecilan berkepanjangan tersebut akhirnya bisa menjadi penyebab perceraian. Menurut laporan Statistik Indonesia pada tahun 2023, angka perceraian tergolong tinggi. Tercatat ada 516 ribu perceraian dari 1,5 juta pernikahan di tahun tersebut.

Hasto menuturkan, pelaku judi ini mayoritas laki-laki, dan laki-laki ini kepala rumah tangga. Sehingga, judi online ini ancaman bahaya bagi keluarga, bahkan toksik di keluarga.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurul Aini menyebut untuk menyelesaikan masalah judi online perlu peningkatan literasi di masyarakat. Selain itu, pemerintah juga mesti tegas memberantas situs judi online.

"Judi online ibaratnya bisa main judi dalam genggaman tangan melalui HP. Nah itu tentu saja memang kemudian judi online akses ke masyarakat lebih luas," kata Nurul, Sabtu (29/6/2024).

Nurul juga mencontohkan di negara lain seperti Belanda judi online legal, meski begitu tidak semua orang bisa bermain. Mereka harus mengisi semacam risk assesment, orang yang tidak memenuhi kualifikasi main judi online ya tidak boleh main.

"Di masyarakat kita sayangnya platformnya ada, masyarakat bebas mengakses, dan karena bebas itu tidak diukur faktor risikonya. Mungkin ada masyarajat yang lebih rentan, yang kemudian mereka jadi terlibat judi online," ujar Nurul.

Melihat karakter judi online yang mudah diakses masyarakat tersebut, Nurul mengungkapkan untuk menyelesaikan judi online dari sisi masyarakat, mereka harus memiliki pengetahuan, literasi teknologi. "Terutama literasi digital, apakah aktivitas tertentu merupakan judi online atau game biasa. Masyarakat harus sadar," ungkap Nurul.

Selain itu, masyarakat juga harus memiliki kemampuan, kesadaran finansial. Hal tersebut penting untuk bisa mengontrol hal-hal yang sifatnya adiktif, yang bisa mempengaruhi ketahanan finansial keluarga atau individu.

Dari sisi pemerintah, Nurul menyebut pemerintah harus tegas melakukan pemblokiran situs judi online. Tidak boleh tebang pilih dalam penanganan kasus. Menurutnya penegakan hukum ini menjadi salah satu tantangan juga untuk memberantas judi online. 

"Pemerintah harus tegas melakukan pemblokiran situs judi online, kalau judi online ilegal ya harus tegas semua diberantas. Harus bersih, tidak ada korupsi, kolusi nepotisme di dalam penanganan kasus judi online," ujar Nurul.

Nurul juga menyinggung faktor lingkungan juga mempengaruhi maraknya judi online. Terlebih di lingkungan yang menormalisasi atau menganggap judi online hal yang wajar. Padahal banyak masyarakat yang penghasilannya habis karena judi online, bahkan sampai berutang.

Dia juga menyebut judi online bisa memicu tindak kriminal. Banyak kejadian orang menghalalkan segala cara untuk tetap bisa main judi online. "Salah satunya dengan melakukan tindakan kriminal, untuk bisa meneruskan hobi kebiasaan judi," kata Nurul.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (FISIP Unila), Teuku Fahmi mengatakan rencana pemerintah memberikan bansos untuk para korban judi online bukan solusi dan tidak akan serta merta direalisasikan.

"Bansos bukan solusi pemberantasan judi online. Pemerintah harus responsif dalam menyikapi beragam opini penolakan dari masyarakat atas isu pemberian bansos tersebut," ujarnya dikonfirmasi, Sabtu (29/6/2024).

Fahmi menegaskan, pemerintah selaku regulator berkewajiban memperhatikan proses pembuatan kebijakan ideal, dengan memastikan tahapan-tahapan formal mulai dari identifikasi permasalahan sampai dengan tahapan evaluasi. Pasalnya, kebijakan lahir melalui proses tahapan-tahapan tersebut bila dilaksanakan tepat dan benar, maka umumnya cenderung mudah diterima dan diimplementasikan masyarakat.

"Hal ini dikarenakan kebijakan yang lahir tersebut sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan dinamika sosial masyarakat atau pelibatan konteks situasional," ucapnya.

Menengok fenomena menjamurnya praktik judi online termasuk di Lampung, Fahmi menjelaskan, sedikitnya terdapat dua faktor bisa dijadikan referensi. Pertama, ada kesempatan ekonomi, ini akan diterima oleh pengguna saat memainkan menggunakan judi online.

"Para pengguna judi online mereka memiliki rasionalitas tersendiri dan meyakini bahwa dengan melakukan judi online, maka pundi-pundi rupiah akan mudah diperoleh," ucapnya.

Kedua, proses pembelajaran dan pengalaman, itu dikarenakan mempraktikan judi online cukup sederhana hingga menjadikan aktivitas tersebut menjadi langgeng untuk terus dilakukan.

"Seperti kita ketahui, pengguna hanya tinggal mengkoneksikan diri saja ke internet, maka aktivitas judi online sudah bisa dilakukan. Kemudahan ini jelas berbeda dengan judi konvensional," tambah dia.

Sejalan dengan faktor tersebut, Fahmi melanjutkan, penanganan jalur penegakan hukum terhadap judi online tetap menjadi kerangka atau pendekatan utama dalam rangka mencegah dan menghentikan salah satu penyakit sosial tersebut. Dalam hal ini, Polri harus punya tekad kuat dan tak pandang bulu dalam membongkar praktik judi online ini.

"Saya kira, Polri akan mampu menjalankan fungsinya tersebut, tinggal mau mengeksekusi ya atau tidak saja. Bahkan presiden mulai mengkomandoi upaya penanganan dan pemberantasan judi online dengan membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online," ucapnya.

Fahmi menyebut, poin penting lain dalam upaya penanganan ialah keterlibatan para pihak dalam upaya pengendalian dan pencegahan judi online juga perlu dioptimalkan. Misalnya, Kominfo harus terus melakukan pemutusan dan pemblokiran konten digital terafiliasi judi online dan peran media massa mengedukasi masyarakat mengenai bahayanya judi online.

"Perlu juga pendekatan kontrol sosial informal dalam suatu kelompok masyarakat. Dengan itu, diharapkan mampu menghindarkan seseorang terjerat atau menjadi pelaku judi online. Salah satu contoh kontrol sosial informal, seperti penciptaan lingkungan sosial atau tempat tinggal ramah bagi semua orang. Ini dapat dimulai dari lingkungan terkecil yakni, keluarga," sarannya.

3. ASN, TNI, Polri evaluasi internal institusi

Indonesia Darurat Judi Online, Bansos Bukan Solusiinfografis judi online (IDN Times/Aditya Pratama)

Satuan Tugas (Satgas) Judi Online pada 26 Juni 2024, membeberkan lima provinsi di Indonesia dengan kasus judi online tertinggi. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto selaku ketua Satgas Pemberantasan Judi Online mengatakan, data tersebut didapat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Lima provinsi itu yakni Jawa Barat, dengan jumlah pemain judi online sebanyak 535.644 dengan nilai transaksinya Rp3,8 triliun. Kedua, Daerah Khusus Jakarta dengan 238.568 pelaku dengan total transaksi Rp2,3 triliun.

Ketiga Jawa Tengah, sebanyak 201.963 pemain judi online dengan perputaran uang Rp1,3 triliun. Keempat, Jawa Timur dengan 135.227 pelaku judi dan perputaran uang Rp1,051 Triliun. Terakhir, Banten dengan pemain judi online 150.302 orang serta uang yang beredar Rp1,022 triliun.

Internal Polri pun tidak terlepas dari judi online ini. Polri memperketat pengawasan secara internal dengan mengeluarkan Surat Telegram (STR) soal upaya-upaya pencegahan maupun penegakan hukum terhadap anggota yang diduga terlibat dalam kegiatan-kegiatan perjudian. Pengawasan internal Polri itu meyakinkan bahwa seluruh anggota Polri di seluruh Polda dan jajaran tidak ada yang terlibat atau pun melibatkan diri dalam kegiatan perjudian.

“Baik itu sebagai yang melakukan perjudian atau yang membekingi istilahnya atau yang sengaja mendapatkan keuntungan dari hasil perjudian itu untuk kepentingan pribadi. Manakala ditemukan itu pasti akan kita tindak tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Kadiv Propam Polri, Irjen Syahardiantono.

Selain pengawasan secara internal, Propam Polri juga meminta bantuan masyarakat untuk turut mengawasi anggota Polri yang diduga terlibat judi online. Propam Polri membuka kontak aduan dengan nomor hotline 08555555414.

“Manakala mengetahui ada pelanggaran anggota terkait perjudian pada khususnya atau pelanggaran yang lainnya, pada kesempatan ini kami ingin memberikan hotline, WA melalui WA aduan. Bisa dilaporkan langsung, diinformasikan ke kita, yakin, pasti akan kita tindaklanjuti informasi itu,” jelasnya.

Tak hanya Polri, TNI juga mengambil langkah yang sama. Para prajurit Kodam IV Diponegoro Semarang diperiksa di satuan masing-masing untuk menghentikan penyebaran judi online.  Jajaran perwira tinggi Kodam Diponegoro memerintahkan untuk memeriksa handphone setiap prajurit terutama mengecek langsung aplikasi yang terindikasi digunakan sebagai judi online. 

Informasi dari Kodam Diponegoro menyebutkan bahwa setelah diberi arahan, handphone seluruh prajurit TNI diperiksa di markas masing-masing.  Pemeriksaan dimulai dari mengecek apakah terdapat aplikasi, chat WhatsApp dan riwayat mobile banking yang masuk kategori judi maupun pinjaman online (pinjol). 

Kapendam IV Diponegoro, Letkol Inf Andy Soelistyo, menekankan saat ini semua jajarannya telah menyatakan memberantas penggunaan judi online.

"Kita tidak sadar bahwa judi online juga mengandung candu yang sangat berbahaya," kata Andy, Jumat (28/6/2024). 

Ia mengatakan, Pangdam Diponegoro Mayjen TNI Deddy Suryadi telah memberi perintah agar seluruh prajurit dan PNS Kodam supaya tidak ada yang terlibat kegiatan perjudian konvensional dan judi online. Sehingga perlu menahan diri untuk tidak terjerat dalam pinjaman online.

“Apa yang kita lakukan hari ini dan selanjutnya menunjukkan Kodam Diponegoro berperang terhadap perjudian online guna mewujudkan lingkungan kerja yang bersih dan bebas dari segala bentuk perjudian,” tutur Andy.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Abdullah Azwar berjanji akan memberikan sanksi berat kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbukti terlibat dalam aktivitas judi online.

Ia memberikan ultimatum kepada semua ASN yang berani terlibat pada praktik judi online. Pihaknya tak ragu untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku judi online yang berstatus sebagai ASN. Mantan Bupati Banyuwangi ini menekankan pentingnya seluruh kementerian dan lembaga untuk tidak ragu-ragu dalam menjatuhkan sanksi kepada ASN yang melanggar.

"Arahannya sudah jelas dan sistematis. Bapak Kapolri telah melakukan langkah yang dipimpin Menko Polhukam," ujar Abdullah Azwar Anas setelah meresmikan Mal Pelayanan Publik di Ngawi pada Kamis (27/06/2024).

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengklaim juga turun tangan untuk mengatasi darurat judi online ini. Mereka telah membekukan 6 ribu rekening yang diduga digunakan untuk transaksi judi online. Ribuan rekening tersebut akan diserahkan ke Bareskrim.

"Sekarang ada 6.000 rekening yang sudah diblok, dan itu ada uangnya. Nanti akan kita umumkan, kalau nanti enggak ada yang ngaku, diambil oleh negara," ujar Wakil Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online yang juga Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy di gedung Kemenko PMK, Selasa (25/6/2024).

Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto menegaskan, setelah laporan PPATK diproses ke Bareskrim, rekening-rekening tersebut juga akan dibekukan oleh Bareskrim.

“Setelah 30 hari diumumkan soal pembekuan rekening tersebut, jika sampai 30 hari tidak ada yang melaporkan, berdasarkan keputusan PN (Pengadilan Negeri), aset dan uang dari rekening tersebut akan diambil dan diserahkan ke negara,” tutur Hadi, yang juga Ketua Satgas judi online.

"Nanti akan kita telusuri, dari pihak kepolisian juga bisa memanggil pemilik rekening dan dilakukan pendalaman, jika kenyataannya adalah pemilik dan mereka itu bandar,” ucapnya.

Kemen PPPA sebagai bagian dari anggota Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online melakukan beberapa langkah strategis dalam upaya pencegahan perjudian online yang merugikan perempuan dan anak.

Salah satunya dengan melibatkan kelembagaan masyarakat yang dibentuk oleh Kemen PPPA seperti PATBM, relawan SAPA, Puspaga, Forum Anak dan lainnya, serta sinergi dengan aparat penegak hukum untuk penanganan kasus judi online yang melibatkan anak. Baik sebagai korban, pelaku, saksi maupun anak dari pelaku, khususnya untuk pendampingan. 

“Upaya-upaya yang kami lakukan tidak terlepas untuk mengutamakan dan melindungi kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak," ujarnya.

Tim Penulis Liputan Kolaborasi: Anggun Puspitoningrum (Jatim), Irfan Fathurohman (Jakarta), Ruhaili (NTB), Fariz Fardianto (Jateng), Debbie Sutrisno (Jabar), Ayu Afria Ulita Ermalia (Bali), Herlambang Jati Kusumo (Yogyakarta), Tama Wiguna (Lampung), Dini Suciatiningrum (Jakarta), Lia Hutasoit (Jakarta), Riyanto Magetan (Jatim).

Baca Juga: [OPINI] Judi Online: Pemain Ditangkap, Bandar Tak Tersentuh

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya