TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Eks Kombatan GAM Kenang Alasan Aceh Berdamai dengan RI

Wali Nangroes terima penghargaan tokoh perdamaian dari USK

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar menerima penghargaan USK Award sebagai tokoh perdamaian Aceh. (Dokumetasi Humas Wali Nanggroe Aceh untuk IDN Times)

Banda Aceh, IDN Times - Universitas Syiah Kuala (USK) menganugerahi penghargaan tokoh perdamaian USK Award untuk mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini menjabat Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar.

Anugerah diberikan langsung oleh Rektor USK, Samsul Rizal, di sela-sela acara Sidang Terbuka Wisuda yang digelar di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Kota Banda Aceh, Aceh, Kamis (10/2/2022).

1. Dinilai berjasa dalam mewujudkan dan menjaga perdamaian Aceh

Rektor Universitas Syiah Kuala, Prof Samsul Rizal (Dok. Humas Unsyiah)

Samsul Rizal mengatakan, pemberian apresiasi tersebut merupakan bentuk penghargaan atas personal yang telah berjasa wejudukan dan menjaga perdamaian Aceh. Penganugerahan tokoh perdamaian ini adalah kali pertama dilakukan pihak Kampus Jantung Rakyat Aceh.

“Mudah-mudahan apa yang kami anugerahkan dan wali nanggroe menerimanya, menjadi contoh bagi kita semua. Agar kita, khususnya orang Aceh menjaga perdamaian,” kata Samsul Rizal, dalam keterangan tertulis, pada Kamis (10/2/2022).

Baca Juga: Mantan Perdana Menteri dan Panglima GAM Dapat Gelar Kehormatan

2. Hasan Muhammad di Tiro adalah tokoh kunci perdamaian Aceh yang sebenarnya

Pengibaran Bendera Bulan Bintang oleh simpatisan dan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh (IDN Times/Saifullah)

Usai menerima penghargaan sebagai tokoh perdamaian USK Award, Malik Mahmud dalam sambutannya menyebutkan, tokoh kunci terwujudnya perdamaian di Aceh tidak lain adalah almarhum Hasan Muhammad di Tiro. 

“Karena atas dasar persetujuan beliau lah MoU Helsinki antara GAM dengan Pemerintah RI (Republik Indonesia) 15 Agustus 2005 silam bisa terwujud,” kata Malik Mahmud yang mendapat gelar Paduka Yang Mulia. 

Wali Nanggroe Aceh yang ke 10 tersebut juga mengingatkan bahwa, MoU Helsinki merupakan kehendak bersama kedua belah pihak, antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia, di mana dunia internasional menjadi saksi saat MoU Helsinki ditandatangani.

Malik Mahmud menyampaikan, MoU Helsinki menjadi legal standing Aceh, sekaligus starting point menuju kemakmuran dan kesejahteraan di masa depan. Namun, menjadi kendala ada pada sumber daya manusia (SDM) dan integritas pelaku pembangunan di Aceh.

“17 Tahun kita sudah berdamai, kalau masalah uang terlihat tidak ada persoalan. Malah sebahagian uangnya tidak mampu kita habiskan,” jelasnya.

3. Malik Mahmud menceritakan alasan Aceh bersedia berdamai dengan Pemerintah Republik Indonesia

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar menerima penghargaan USK Award sebagai tokoh perdamaian Aceh. (Dokumetasi Humas Wali Nanggroe Aceh untuk IDN Times)

Malik Mahmud juga menceritakan, salah satu sebab Aceh bersedia berdamai adalah untuk tujuan mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan. Akan tetapi, hingga saat ini hal itu diakuinya belum tercapai.

Dalam hal ini dikatakan Malik Mahmud, orang Aceh harus sadar, terutama pemuda pemudi harus mengerti di mana kepentingan Aceh di dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

“Kita ada kepentingan nasional Aceh sendiri sesuai dengan perjanjian yang telah kita tandatangani. Itu adalah hak kita semua, Aceh bukan hanya milik suatu golongan dan inilah yang disebut nasional interest Aceh yang harus terus kita perjuangkan,” ucapnya.

Baca Juga: 17 Tahun Tsunami Aceh, 10 Potret Dulu vs Sekarang Kota Banda Aceh

Berita Terkini Lainnya