Proses menenunu ulos di Klaster Tenun Karya Bunda, Kota Binjai. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Kelompok lantas menyadari, jika hanya menjual tenun dalam bentuk kain, pasarnya sedang lesu. Karena biasanya, ulos dan uis, hanya dipakai untuk perayaan tertentu saja.
Ade kemudian mengajak beberapa desainer dan penjahit. Dia mulai membuat produk turunan dari kain tenun yang diproduksi. Mulai dari baju, kotak tisu, tas, dan lainnya.
“Kita mulai menyesuaikan kebutuhan di pasar. Ternyata pasarnya bagus. Pesanan mulai berdatangan,” ungkapnya.
Bersama 25 anggota klaster yang aktif, dalam sebulan Ade bisa memroduksi 30-40 pcs produk turunan. Sementara, untuk kain tenun, merekap bisa memroduksi 200 lembar kain.
Pemasarannya, dilakukan secara daring dan reseller. Saat ini, reseller Uis Karya Bunda sudah tersebar di beberapa daerah. Mulai dari Kota Medan, Deli Serdang hingga di Jambi. Omzet bulanan Uis Karya Bunda saat ini bisa menembus hingga Rp60-70 juta.
Bagi Ade, melewati pandemik COVID-19 memang jadi pembelajaran. Musibah itu juga yang membuat klaster tenun yang mereka jalani bisa awet.
Pinjaman ke BRI pun tidak sia-sia. Kini mereka menjadi mitra UMKM BRI yang terus dipantau perkembangannya.
“Itu orang BRI selalu tanya, kita butuh apa lagi. Kemarin kita dibantu pakai CSR-nya mereka untuk bikin galeri makin cantik. Kalau ada acara – acara BRI juga kita diajak. Jadi bisa melakukan sosialisasi produk dengan mudah,” ungkapnya.