Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Siti Halimah Nasution dan kakaknya Salbiah Nasution menunjukkan produk hasil pengrajin Klaster Maju Sejahtera di Binjai (IDN Times/Doni Hermawan)

Suara deru gergaji mesin memecah keheningan di sebuah kawasan di Jalan Bangau, Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai. Seorang pekerja bertelanjang dada tampak sibuk memotong kayu. Beberapa lainnya memahat kayu-kayu itu dengan peralatan lain. Kayu-kayu itu yang nantinya akan dibuat menjadi lumpang, alat tumbuk tradisional.

Kemudian di sebuah rumah seorang perempuan tampak membuat tanggok untuk menjaring ikan. Perempuan lainnya tampak sibuk membuat kipas dari bambu. Ada juga seorang pria yang membuat kandang burung.

Begitulah aktivitas sehari-hari yang bisa dilihat jika datang ke Klaster Maju Sejahtera. Ini adalah gabungan pengrajin yang menghasilkan beragam produk handicraft atau kerajinan tangan. Nama "Maju Sejahtera" menjadi harapan dari para pengrajin di sini untuk UMKM yang mereka jalankan.

Siti Halimah Nasution merintis usaha ini bersama suami, saudaranya dan para tetangga sekitar. "Usaha ini sebenarnya sudah lama. Turun temurun dari nenek, mamak, hingga sekarang kami generasi ketiga bersama kakak saya. Ya produk-produk kerajinan tangan semua dari bambu, kayu dan lainnya," kata Siti Halimah, Ketua Klaster Maju Seahtera kepada IDN Times, Jumat 15 Juni 2023 lalu.

1. Ada 20-an jenis produk yang dihasilkan pengrajin Klaster Maju Sejahtera

Produk-produk kerajinan tangan Klaster Maju Sejahtera Binjai (IDN Times/Doni Hermawan)

Ada banyak produk yang bisa mereka buat. Siti mengatakan jumlahnya sampai 20 jenis. "Banyak sekali mulai dari lumpang, sangkar burung, tampah, kipas, tanggok, pukulan tilam dan lainnya," ungkapnya.

Produk-produk di sini dijual dengan harga bervariasi. Harganya mulai dari Rp8 ribu hingga jutaan rupiah.

Saat ini ada 21 pengrajin yang mengerjakan produk-produk ini. Selain Siti dan suaminya T Ucok, juga para tetangga.

"Di daerah ini ada sekitar 200 kepala keluarga. Sebagian bekerja sebagai pemulung, karena di dekat sini ada tempat pembuangan akhir (TPA). Sebagian seperti kami inilah buat kerajinan tangan ini. Awalnya kan saya yang menjalankan bersama suami. Tapi sejak tahun 2007 satu per satu dibimbing untuk bisa membuat kerajinan tangan. Mereka tertarik karena kemudian kami yang bantu memasarkannya. Jadi mereka semangat," kata Siti.

Setiap rumah ada pengrajin yang menghasilkan karya berbeda sesuai keahliannya. Mereka bergotong royong membesarkan usaha ini.

"Semuanya binaan BRI. Mereka masing-masing juga ada pinjamannya. Mereka ngantar barang-barangnya semua ke sini. Kami menyalurkan ke daerah-daerah," tambah perempuan berusia 48 tahun itu.

2. Mendapat bantuan CSR dari BRI untuk membeli alat produksi

Editorial Team

Tonton lebih seru di