Suara musik dari mini compo di dalam rumah samar terdengar. Dewa 19 dengan Roman Picisannya menjadi penghibur Herlina yang tengah sibuk.
Perempuan 45 tahun itu cukup telaten. Memindahkan adonan opak yang baru direbus di dalam dandang yang berasap tebal ke tatakan penjemuran.
“Ini namanya rigen,” sebut Herlina menunjukkan tatakan penjemuran opak terbuat dari daun kelapa.
Herlina bergegas menjemur opak yang sudah disusunnya di atas rigen. “Kalau kena hujan, rigen ini langsung rusak daunnya. Opaknya juga bisa berjamur. Hari ini panasnya pol. Tiga sampai empat jam biasa opak bisa kering,” sambung Herlina.
Sedari pagi, Herlina ditemani Endang. Seorang warga yang membantunya mencetak adonan ke loyang. Sambil mengobrol, tangan Endang terus bergerak. Menyusun loyang ke dalam rak. Lina langsung menyambut rak yang sudah penuh. Memasukkannya ke dalam dandang kukusan.
“Ini usaha sendiri. Sejak 2011 kami merintisnya,” ujar Lina, sapaan akrabnya saat membuka obrolannya kepada IDN Times beberapa waktu lalu.
Sebelum tahun itu, Lina adalah seorang pembuat sekaligus penjual kue. Beberapa bulan berjualan kue, Lina melihat usaha jualan pisang Acep Rahmansyah, mulai lesu. Lantas Lina mulai memutar otak. Mencari sumber cuan yang baru. Lina memutuskan menjual opak tradisional sejak itu.