Ketua DPD Association Of Indonesia Tours & Travel Agencies (Asita) Sumut Solahuddin Nasution (IDN Times/Indah Permata Sari)
Sebelumnya, Solahuddin mengatakan DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia menyebutkan ada 3 disrupsi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah membuat bisnis biro perjalanan di Sumatera Utara (Sumut) tergerus bahkan bangkrut. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat mengeluarkan regulasi untuk melindungi perusahaan perjalanan agar tetap bertahan hidup.
Dia mengatakan, disrupsi yang pertama adalah munculnya COVID-19 yang telah menyebabkan banyak perusahaan/ biro perjalanan terpuruk bahkan tidak mampu bangkit lagi. "COVID-19 telah menghantam sendi-sendi perekonomian dunia, terlebih pariwisata adalah sektor yang paling terkena dampaknya. Kalau kita rinci lagi, sektor usaha perjalanan yang paling terkena dampaknya dan paling lambat recovery-nya dibandingkan usaha pariwisata lainnya seperti perhotelan, MICE, destinasi-destinasi wisata dan lainnya," ujarnya.
Solahuddin mengatakan, banyak anggota Asita yang tidak dapat bangkit kembali akibat pandemi COVID-19. Banyak anggota Asita yang tidak lagi melanjutkan usahanya meskipun COVID-19 sudah tiga tahun berlalu. Ini merupakan kerugian bagi dunia pariwisata, terutama karena kehilangan sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman.
Disrupsi kedua adalah perkembangan teknologi informasi yang tumbuh pesat sejak beberapa tahun terakhir. Kehadiran online reservation system, online booking, TikTok, Instagram dan fitur-fitur lain di media sosial telah menggerus usaha-usaha yang dijalankan biro perjalanan selama ini.
"Dengan mudah orang tidak lagi menggunakan jasa-jasa biro perjalanan. Tentu hal ini menjadi tantangan berat buat kita semua di masa yang akan datang. Disrupsi yang ketiga adalah perilaku milenial. Akibat kemajuan teknologi, kaum milenial cenderung tidak lagi menggunakan jasa biro perjalanan untuk melakukan traveling. Merek bisa melakukan perjalanan sendiri dengan menggunakan Android (smartphone) ditangannya," jelasnya.
Solahuddin Nasution mengatakan, perkembangan teknologi dan perubahan perilaku perjalanan milenial tidak bisa disalahkan. Namun Asita berharap, dalam sendi-sendi usaha, ada tata kelola yang sehat. Ada peraturan atau regulasi yang bisa mengatur dan memberikan perlindungan terhadap usaha biro perjalanan.
"Tiga poin ini membuat kita harus melakukan reposisi, menyesuaikan diri terhadap perkembangan karena persaingan semakin ketat dan tajam," tuturnya.
Solahuddin mengatakan, banyak anggota ASITA yang kehilangan pelanggan. Hal ini menjadi tantangan bagaimana menghadapinya agar dapat bertahan hidup dimasa mendatang.