Medan, IDN Times- Tingginya beban subsidi energi membuat pemerintah berencana akan menaikkan harga beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG. Jumlah beban subsidi saat ini mencapai Rp 502 triliun.
Hal ini dinilai karena pemerintah tak punya banyak opsi di tengah situasi yang sulit. "Itu pilihan sangat sulit dari beberapa pilihan sulit yang ada, meskipun dampaknya akan luar bisa menaikan harga-harga barang di saat lemahnya daya beli rakyat akibat pandemi COVID-19 adalah suatu keniscayaan, karena kantong pemerintah memang lagi bokek.Aapa boleh buat," ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Minggu (14/8/2022).
Ia memertanyakan program digitalisasi SPBU yang memakan biaya hingga Rp3,6 triliun. "Program digitalisasi 5.518 SPBU seluruh Indonesia bernilai Rp 3,6 triliun oleh PT Telkom patut dipertanyakan efektifitasnya. Awalnya digagas bisa mengendalikan penggunaan BBM subsidi tepat sasaran terbukti tidak berfungsi," kata Yusri lagi.
Lanjut Yusri, begitu juga soal kesulitan PLN dalam memenuhi kebutuhan batubara sebagai energi primernya, hampir 60 persen dari seluruh pembangkit listrik PLN menggunakan batubara. Akibat perubahan UU Minerba nomor 3 tahun 2020, hilang kesempantan BUMN Tambang dan anak usaha PLN bisa menguasai 7 tambang raksasa PKP2B milik taipan batubara yang sudah berakhir kontraknya.
"Akibatnya PLN terjebak mengemis pasokan batubara berupa kewajiban DMO (Domestic Market Obligation). Saya menilai harus diusut siapa pembisik presiden sehingga mau menyetujui perubahan UU Minerba itu?" kata Yusri.