TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Dokter Arnila, Bangun Pondok Belajar untuk Didik Anak Nelayan

#AkuPerempuan Kartini-kartini masa kini yang menginspirasi

Arnila saat mengajar anak-anak nelayan (Dok.IDN Times/istimewa)

Medan, IDN Times - Hari ini tepatnya 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Hari untuk mengenang perjuangan Raden Ajeng Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan di masa penjajahan dulu.

Semangat Kartini diteruskan oleh perempuan-perempuan masa kini. Mereka berjuang dengan cara yang berbeda. Dari Sumatera Utara, muncul sosok menginspirasi bernama Arnila Melina. Seorang dokter yang peduli terhadap pendidikan anak-anak daerah pinggiran.

Tepatnya anak-anak wilayah Belawan, Medan, Sumatera Utara. Anak-anak pinggir laut yang biasa mencari hewan laut untuk dapat dijual dan dimakan seperti kepiting, udang, ikan dan lainnya. Dampaknya, pendidikan anak tak ada yang dapat menjamin karena mayoritas anak para nelayan ikut mencari makan. 

Hal itu menjadi keprihatinan Arnila. Dia pun mendirikan pondok belajar dengan kondisi seadanya, dan nyaman bagi anak-anak nelayan hingga sampai saat ini.

“Profesi saya memang bukan seorang guru, tapi saya yakin bisa mengalahkan rasa takut saya untuk ikut bersama berjuang dengan anak-anak kampung nelayan. Pendidikan dan kesehatan adalah hal fundamental kemajuan bangsa dan saya bangga bisa ikut bersama berjuang bersama mereka,” ucap dr Arnila kepada IDN Times.

1. Bermula dengan membagikan buku bacaan kepada anak nelayan

Situasi pondok belajar yang didirikan Arnila (IDN Times/ Dok. Istimewa)

Arnila lahir di Bengkalis, 14 April 1995. Dia adalah anak kedua dari 3 bersaudara. kuliah di FK Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Pendidikan dokter dijalani hingga profesi dokter muda (Coass) di RS Haji Medan sekitar 2 tahun, dan menjadi dokter umum. Arnila membagikan kisah bagaimana awalnya ia mendirikan pondok belajar untuk anak nelayan.

Pada awal kedatangan, Arnila hanya berniat membagikan buku bacaan kepada anak-anak. Hingga akhirnya ia melihat banyak sekali anak-anak di lokasi yang masih belum bisa membaca.

“Kemudian saya menjanjikan mereka untuk mengajar mereka setiap harinya di sana. Di sela jadwal kosong kuliah saya datang kesana untuk mengajar,” ujarnya.

Arnila mendapat dukungan keluarganya untuk aksi sosial ini. Walaupun sedikit ada ketakutan melihat anaknya yang terjun langsung ke kampung nelayan, dikarenakan wilayah Belawan yang termasuk zona hitam.

Baca Juga: Cerita Aam Hasanudin, Peternak Lebah Madu Sukses Antarkan 2 Anaknya S2

2. Masa kuliah, Arnila sisihkan uang untuk bangun pondok belajar anak nelayan

Arnila bersama anak-anak Nelayan saat mengajar di pondok (IDN Times/Dok. Istimewa)

Saat masa kuliah di semester 3, Arnila belajar untuk menyisihkan uang membangun pondok belajar, mulai dari berjualan bunga boks hingga hijab.

Karena dirinya tidak ingin melibatkan kedua orangtua untuk membangun pondok belajar tersebut. Setiap minggu Arnila mencicil bahan bangunannya Rp50 ribu selama 7 bulan, sehingga terkumpul semua dan bisa di bangun.

“Karena memang ini bukanlah hal paling utama yang didahulukan. Tujuan saya ke Medan adalah untuk kuliah. Tapi selalu dimudahkan semua niat baik yg ingin saya laksanakan,” ungkap Arnila.

“Banyak sekali tantangan yang saya hadapi. Penolakan masyarakat awalnya sempat juga saya rasakan dan ada beberapa orangtua yang gak mengizinkan anaknya belajar di pondok dengan alasan anaknya harus bekerja dan membayar tagihan rumah,” ungkap Arnila.

3. Dahulu, anak nelayan lebih memilih menangkap kepiting daripada belajar dengannya

Terlihat anak Nelayan sedang bermain (IDN Times/Dok. Istimewa)

Sebanyak 42 anak menjadi muridnya di pondok belajar mulai dari SD, SMP hingga SMA. Arnila mengajarkan pelajaran sains, matematika dan pelajaran lainnya.

Menurutnya, anak-anak tersebut sering membubu (menangkap kepiting). Sehingga kadang setiap Arnila datang, ia sulit mengajak anak-anak untuk belajar karena mereka lebih memilih membubu.

“Dan saya mencoba mengikuti kegiatan mereka. Belajar sambil membubu. Belajar di sampan mereka. Sangat berkesan bagi saya. Ketika proses belajar, ditanya 3 + 3 gak tau, ditanya 3.000 + 3.000 dengan lantangnya mereka menjawab 6.000,” jelas Arnila.

4. Arnila melawan ketakutannya agar anak nelayan dapat meraih cita-cita

Arnila saat mengajar anak-anak Nelayan di pondok belajar (IDN Times/ Dok. Istimewa)

Ia bercerita terkadang dirinya merasa takut untuk memulai, termasuk dalam mendirikan sekolah bagi para anak nelayan. Namun, Arnila berpikir kembali dan melawan rasa takut agar anak-anak tersebut dapat meraih cita-citanya.

“Belum memulai tapi sudah membayangkan hal yang kayaknya membuat saya jadi gak mau untuk berbuat. Padahal untuk berbuat kita hanya perlu keberanian, dan mengalahkan ketakutan diri sendiri,” tuturnya.

Arnila mengaku, untuk pendidikannya saat ini masih berjalan. Ia masih menjadi dokter umum, yang baru menyelesaikan pendidikan dan ujian kompetensi. Selanjutnya, akan memulai internsip pada Mei ini.

Baca Juga: Arnila, Dokter yang Didik Anak-anak Kampung Nelayan Raih MMIA Award

Semoga kisah Arnila bisa menjadi inspirasi ya buat semuanya agar juga peduli pada pendidikan anak-anak di daerah pinggiran. Arnila meneruskan jejak Raden Ajeng Kartini di masa lalu yang menginspirasi banyak perempuan untuk berbuat dengan kemampuannya sendiri.

Berita Terkini Lainnya