ilustrasi deep talk (unsplash.com/Priscilla Du Preez 🇨🇦)
Dampak dari hubungan yang penuh luka kayak gini tuh gak main-main. Emosi kamu bisa acak-acakan, stres makin numpuk, dan akhirnya muncul gangguan mental kayak cemas berlebihan atau depresi. Dalam jangka panjang, hubungan yang beracun ini bahkan bisa bikin kamu merasa gak layak dicintai, merasa selalu salah, dan kehilangan identitas. Kekerasan emosional dan pola hubungan yang menyakitkan bisa memicu PTSD, kecemasan, dan depresi.
Untuk menghadapi ini, kamu butuh langkah nyata. Pertama, mulai dari hal kecil. Ungkapin satu masalah dan ajak dia buat diskusi bareng, bukan debat. Kalau dia bisa diajak kerja sama, kalian mungkin masih bisa memperbaiki. Tapi kalau responsnya selalu defensif, kamu harus mulai mikir lebih jauh. Jangan takut buat minta bantuan dari luar, psikolog, konselor, atau teman dekat bisa jadi tempat kamu berpijak sementara kamu menyusun langkah.
Jangan lupa, dukungan dari orang terdekat juga penting. Jangan biarkan pasanganmu menjauhkan kamu dari orang-orang yang sayang sama kamu. Pasang batas yang jelas, kalau dia mulai meremehkanmu lagi setelah kamu bicara, itu sinyal keras. Dan yang paling penting, jangan ragu buat ambil keputusan yang sulit. Kadang-kadang, keluar dari hubungan seperti ini justru jadi bentuk cinta terbesar ke diri sendiri.
Pasangan yang gak bisa jadi tempat pulang bukan cuma bikin lelah, tapi juga menyakiti. Kalau kamu sudah mulai ngerasa sendirian, direndahkan, dikontrol, dikhianati, dan terus-terusan disakiti tanpa ada perbaikan, saatnya kamu berani ambil tindakan. Suarakan perasaanmu, cari dukungan, dan jangan kompromi soal kebahagiaanmu. Hidupmu terlalu berharga untuk terus-menerus tinggal di tempat yang bikin kamu hilang arah. Kamu pantas mendapatkan cinta yang bikin tenang, bukan luka yang terus diulang.