Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

6 Cara Berempati Saat Teman Sedang Terpuruk Tanpa Bikin Tersinggung

ilustrasi menghibur teman yang sedang terpuruk (pexels.com/Liza Summer)

Saat teman sedang terpuruk, kita sering merasa ingin segera membantu, memberi semangat, atau bahkan menyemangati dengan kata-kata positif. Tapi niat baik saja tidak cukup. Salah langkah sedikit, kata-kata kita justru bisa terasa menyakitkan atau membuat teman merasa tidak dimengerti. Empati bukan soal berkata sesuatu yang “tepat”, tapi soal hadir dengan hati yang tulus.

Berempati itu seperti seni—ada kepekaan, perhatian, dan pengendalian diri di dalamnya. Bukan sekadar mendengarkan atau menasihati, tapi benar-benar menyentuh perasaan orang lain tanpa menggurui atau menghakimi.

Berikut enam cara sederhana tapi bermakna untuk menunjukkan empati saat teman sedang berada di titik terendah—tanpa membuat mereka merasa tersinggung atau tambah terpuruk.

1. Dengarkan tanpa buru-buru memberi nasihat

ilustrasi mendengarkan curhatan teman yang sedang terpuruk (pexels.comAlena Darmel)

Ketika seseorang sedang terluka secara emosional, yang mereka butuhkan bukanlah solusi instan. Mereka ingin didengar, dimengerti, dan diberi ruang untuk menumpahkan perasaan. Sayangnya, sering kali kita terlalu cepat menyela dengan nasihat, seolah-olah kita tahu yang terbaik. Padahal, nasihat di saat yang salah justru bisa membuat lawan bicara merasa tidak didengarkan.

Cobalah duduk dan dengarkan sepenuh hati, tanpa menghakimi atau buru-buru memberi jalan keluar. Tunjukkan perhatian lewat respons sederhana seperti, “aku mengerti,” atau “aku di sini buat kamu.” Kalimat-kalimat ini mungkin terdengar kecil, tapi bisa sangat bermakna bagi orang yang sedang rapuh. Kadang, diam yang tulus jauh lebih menyembuhkan daripada seribu solusi.

2. Hindari kalimat yang meremehkan rasa sakitnya

ilustrasi menghibur teman yang sedang terpuruk (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

2. Hindari kalimat yang meremehkan rasa sakitnya

Kalimat seperti “yang sabar ya” atau “masih mending kamu…” memang terdengar seperti penghiburan, tapi justru bisa terasa meremehkan. Ucapan semacam ini membuat perasaan yang sedang dirasakan seolah tidak penting, atau bahkan dianggap berlebihan. Padahal, setiap orang punya cara sendiri dalam merespons luka dan kehilangan.

Lebih baik berikan respons yang membuat teman merasa divalidasi, seperti, “itu pasti berat buat kamu,” atau “mau cerita lebih banyak?” Kalimat seperti ini menunjukkan bahwa kamu tidak hanya mendengar, tapi juga menghargai rasa sakit yang sedang mereka alami. Empati sejati muncul saat kamu mampu hadir tanpa menghakimi dan tanpa mengurangi beratnya beban orang lain.

3. Tunjukkan bahwa kamu hadir secara emosional, bukan hanya fisik

ilustrasi hadir secara emosional saat teman sedang terpuruk (pexels.com/MART PRODUCTION)

3. Tunjukkan bahwa kamu hadir secara emosional, bukan hanya fisik

Bersama seseorang secara fisik belum tentu berarti kamu hadir sepenuhnya. Kehadiran emosional ditunjukkan lewat sikap tubuh, perhatian penuh, dan ketulusan mendengarkan. Meletakkan ponsel, menatap mata, dan memberikan ruang nyaman untuk bicara adalah tanda bahwa kamu betul-betul ada di sana untuk temanmu.

Sering kali, kehadiran emosional lebih menenangkan dibanding seribu kata semangat. Ketika teman tahu bahwa kamu tidak sedang terburu-buru atau terdistraksi, mereka merasa lebih aman dan diterima. Dalam momen seperti ini, bahkan keheningan bisa terasa hangat jika diisi dengan empati yang tulus.

4. Jangan bandingkan dengan pengalaman pribadi secara langsung

ilustrasi menghibur teman yang sedang terpuruk (pexels.com/Edmond Dantès)

4. Jangan bandingkan dengan pengalaman pribadi secara langsung

Kita kadang refleks mengatakan, “aku juga pernah merasakan hal yang sama,” sebagai bentuk empati. Tapi jika tidak hati-hati, kalimat ini bisa bergeser menjadi pembanding yang mengalihkan fokus. Bukannya merasa dipahami, temanmu malah merasa pengalamannya dianggap tidak seistimewa itu.

Kalau pun ingin membagikan pengalaman pribadi, pastikan waktunya tepat dan relevan dengan keadaan. Fokus utama tetap pada perasaan temanmu, bukan ceritamu. Empati bukan soal siapa yang paling menderita, tapi tentang memberi ruang bagi orang lain untuk merasakan dan diproses sesuai kebutuhannya.

5. Tawarkan bantuan konkrit tanpa memaksa

ilustrasi menawarkan bantuan pada teman yang sedang terpuruk (pexels.com/Yan Krukau)

5. Tawarkan bantuan konkrit tanpa memaksa

Mengatakan “bilang aja kalau butuh sesuatu” memang terdengar baik, tapi kadang terlalu abstrak bagi orang yang sedang terpuruk. Mereka mungkin terlalu bingung atau sungkan untuk meminta bantuan. Justru lebih membantu kalau kamu bisa menawarkan sesuatu yang spesifik dan relevan dengan situasi mereka.

Misalnya, tawarkan untuk menemani ke dokter, mengurus sesuatu yang tertunda, atau mencarikan tempat konseling yang nyaman. Tapi penting juga untuk memberi pilihan, bukan tekanan. Bantu dengan cara yang tetap memberi ruang bagi temanmu untuk merasa punya kendali atas hidupnya sendiri.

6. Jaga rahasia dan kepercayaan yang sudah diberikan

ilustrasi menghibur teman yang sedang terpuruk (pexels.com/Liza Summer)

Saat seseorang curhat dalam kondisi terpuruk, itu adalah bentuk kepercayaan yang besar. Jangan sia-siakan dengan menceritakan ulang, bahkan jika niatnya hanya sekadar “berbagi” pada orang lain. Sekali kepercayaan itu rusak, sulit untuk dipulihkan. Empati sejati berarti menjadi tempat aman bagi orang lain, terutama saat mereka paling rentan.

Jaga cerita mereka seperti menjaga cerita milikmu sendiri. Tunjukkan bahwa kamu bisa dipercaya, bukan hanya sebagai teman, tapi juga sebagai pendengar yang penuh tanggung jawab. Dalam kondisi penuh luka, kehadiran yang aman dan bisa diandalkan sering kali menjadi hal paling berarti.

Menjadi teman yang berempati saat seseorang sedang terpuruk tidak harus sempurna. Yang terpenting adalah kesediaan untuk hadir, mendengarkan, dan menghargai perasaan mereka tanpa menghakimi. Dengan hati yang terbuka dan sikap yang penuh perhatian, kamu bisa menjadi sumber kekuatan yang tidak menggurui—tapi justru menguatkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us