5 Tanda Kamu Berhadapan dengan Si Playing Victim, Jangan Terjebak!

Dalam hubungan, baik pertemanan, pekerjaan, atau romansa, pasti ada dinamika yang gak selalu mulus. Salah satunya adalah menghadapi orang dengan kebiasaan playing victim. Mereka cenderung menggambarkan diri sebagai korban dalam hampir setiap situasi. Padahal, tidak semua masalah yang mereka alami benar-benar disebabkan oleh orang lain.
Menghadapi orang seperti ini bisa bikin frustrasi, apalagi kalau kamu terus-menerus dituduh sebagai penyebab masalah. Sikap ini bukan cuma bikin capek mental, tapi juga bisa merusak hubungan. Biar kamu lebih waspada, yuk kenali lima tanda kamu sedang berhadapan dengan si playing victim!
1. Mereka selalu menyalahkan orang lain
Orang yang playing victim jarang banget mau mengakui kesalahan mereka sendiri. Buat mereka, setiap masalah yang terjadi adalah kesalahan orang lain atau keadaan yang "tidak adil." Misalnya, mereka telat datang ke suatu acara dan langsung berkata, "Kamu sih gak ingetin aku," meskipun sebenarnya itu adalah tanggung jawab mereka sendiri.
Sikap ini bikin kamu merasa serba salah, karena setiap diskusi malah berujung pada tudingan. Padahal, hubungan yang sehat membutuhkan tanggung jawab dari kedua belah pihak. Kalau dibiarkan, kamu bisa kehilangan rasa nyaman, karena terus-menerus menjadi "kambing hitam."
2. Mereka suka membesar-besarkan masalah
Pernah nggak sih, kamu menghadapi seseorang yang mengubah hal kecil jadi drama besar? Misalnya, lupa membalas pesan dalam beberapa jam saja bisa dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian. Mereka mungkin bilang, "Kamu emang gak pernah anggap aku penting!"
Orang dengan kebiasaan playing victim sering melebih-lebihkan situasi untuk menarik simpati. Hal ini bikin hubungan jadi tidak sehat, karena kamu selalu merasa harus menjelaskan atau membela sesuatu yang sebenarnya gak perlu. Lama-lama, sikap ini bisa bikin kamu malas berinteraksi.
3. Mereka memutar balik fakta
Salah satu ciri khas dari playing victim adalah kemampuan mereka memutar balik fakta agar terlihat sebagai korban. Kalau ada konflik, mereka akan menceritakan versinya dengan cara yang membuat orang lain terlihat salah atau jahat. Misalnya, mereka bilang, "Aku cuma minta sedikit perhatian, tapi kamu malah marah," padahal kenyataannya mereka sudah melampaui batas yang wajar.
Hal ini gak cuma bikin kamu merasa tidak dihargai, tapi juga merusak kepercayaan dalam hubungan. Memutar balik fakta adalah bentuk manipulasi yang bisa melelahkan secara emosional. Kalau kamu terus membiarkan, hubungan bisa kehilangan fondasi kejujuran.
4. Mereka menggunakan emosi untuk mengontrol situasi
Orang yang playing victim sering menggunakan emosi sebagai senjata. Misalnya, mereka menangis atau menunjukkan kesedihan berlebihan untuk membuatmu merasa bersalah. Kalimat seperti, "Aku selalu disalahkan, padahal aku cuma ingin yang terbaik," sering banget keluar dari mulut mereka.
Manipulasi emosional seperti ini bikin kamu merasa serba salah dan kehilangan keberanian untuk mengungkapkan perasaan atau pendapat. Kamu jadi takut dianggap sebagai pihak yang menyakiti mereka, padahal sebenarnya kamu hanya ingin menyelesaikan masalah.
5. Mereka selalu butuh simpati tanpa mencari solusi
Terakhir, tanda paling jelas dari si playing victim adalah keinginan mereka untuk selalu dikasihani. Mereka sering menceritakan betapa sulit hidup mereka atau betapa jahatnya orang-orang di sekitar mereka, tapi gak pernah benar-benar mencari solusi. Misalnya, mereka bilang, "Aku gak tahu kenapa orang-orang selalu menyakiti aku," tanpa mencoba introspeksi atau memperbaiki pola pikir.
Sikap ini bikin hubungan terasa berat sebelah, karena kamu selalu harus jadi pendengar yang penuh empati tanpa mendapatkan hal yang sama. Kalau dibiarkan, kamu bisa merasa lelah secara emosional dan akhirnya menarik diri dari hubungan tersebut.
Menghadapi orang yang playing victim memang tidak mudah, tapi penting untuk mengenali tanda-tandanya agar kamu gak terjebak dalam siklus yang merugikan. Jika kamu merasa hubungan dengan seseorang mulai terasa berat karena pola ini, cobalah untuk mengambil jarak atau berbicara secara tegas. Ingat, hubungan yang sehat adalah tentang saling mendukung, bukan saling menyalahkan.