Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat Hidroponik

Kesabaran dan konsistensi jadi kunci

“Saya tidak ada basic di pertanian. Saya lulusan Teknik elektro, jadi memang gak nyambung,”

Sebut Suardi Raden (54), memulai ceritanya membangun Syifa Hidroponik, usahanya yang kini sudah menusi sukses. Suardi bercerita banyak bagaimana dia membangun kebun hidroponiknya.

Hidroponik menjadi bagian hidup Suardi. Jangan heran jika datang ke rumahnya yang penuh dengan berbagai tanaman dan instalasi hidroponik.

Rumah yang berada di Jalan Bromo, Lorong Amal, Kelurahan Tegalsari III, Kecamatan Medan Area disulapnya menjadi etalase. Di bagian kanan rumah dibuatnya menjadi kafe, sekaligus tempat memajang berbagai produknya. Di halaman rumah ada aquaponik, tempat dia beternak ikan. Di bagian lantai dua rumah, diisi dengan berbagai tanaman hidroponik.

Itu semua, tidak dibangun dengan ujug-ujug. Suardi harus berjuang mati-matian membangun usahanya. Bahkan dia memulai semuanya dari titik terendah. Saat kondisi keuangan keluarga sedang terpuruk.

Kreatifitas muncul saat ekonomi Suardi terpuruk

Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat HidroponikSuardi Raden memberikan pengarahan kepada mahasiswa yang tengah menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di kebun hidroponik miliknya. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Suardi sama sekali tidak pernah mengenyam sekolah tentang pertanian. Pekerjaannya sebelum hidroponik juga jauh dari soal-soal menanam. Paling dia pernah menanam Base Transceiver Station (BTS), saat bekerja sebagai kontraktor dulu.

Suardi mulai bercerita soal perjalanan kehidupannya. Mulanya, Suardi menjalani profesi sebagai tenaga programmer. Masih sejalan dengan perkuliahannya di Teknik Elektro dulu. Laki-laki 54 tahun itu juga pernah menjadi pengajar komputer pada 1989.

“Saya mengolah data pertanian. Saya mengolah data pertanian itu lewat Lotus versi berbagai versi. Sekarang sudah cukup berkembang. Di situ saya cari duitnya dulu. Sampai tahun 1994,” kata Raden saat ditemui di akhir Mei 2023.

Beberapa perusahaan sempat menawarinya menjadi pegawai. Gajinya besar. Sekitar Rp9 jutaan di masa itu. Namun Suardi menolak.

Ibarat sudah menjadi prinsip, Raden enggan menjadi pegawai. Meski pun ditawari posisi jabatan yang tinggi. “Saya mau bebas saja dengan ide-ide yang kreatif,” katanya.

Pada 1997, Raden mulai berkecimpung di dunia usaha. Dia memulai dengan menjadi penyedia alat komunikasi, komputer dan lainnya. Saat itu dia berjaya. Kliennya mulai pemerintahan hingga swasta.

Usahanya terus berkembang. Dia mulai membangun proyek pembangunan jaringan telekomunikasi. “Jadi kami bekerjasama dengan beberapa perusahaan. Kami membangun BTS di Sumut dan Aceh,”

Dia kemudian merambah bisnis kontraktor perkebunan. Hingga titik balik terjadi pada 2013. Usahanya hancur. Utang menumpuk di sana sini.

“Jadi itu memang nol saya di 2013. Kita gak punya usaha. Anak-anak butuh biaya, sekolah ahrus lanjut,” ungkapnya.

Mengisi waktu luangnya, dia dan sang istri Rahmayetty (53) melihat-lihat konten di Youtube. Mencari inspirasi sumber penghasilan baru.

“Di Youtube itu kita melihat, menanam sayur itu, bisa menggunakan media bekas. Kami jadi terinspirasi. Waktu itu gak berharap apa – apa. Walaupun sudah hancur kondisi kami. Sedihnya bukan main. Tapi harus kuat. Dari pikiran itu sudah hancur. Saya berpikir anak-anak harus makan, harus sekolah. Saya gak mau anak-anak putus sekolah gara-gara saya tidak punya uang,” ungkapnya.

Manfaatkan barang-barang bekas

Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat HidroponikIlustrasi hidroponik. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Depresi melanda Suardi. Badannya sampai kurus kering. Bahkan dia bercerita, ukuran celananya sampai turun drastis. “Celana sampai kedodoran. Dari ukuran 35 ke 26. Itu pun celananya di ksih  kawan,” imbuhnya.

Saking susahnya, Suardi menjuali barang-barang di rumah untuk sekedar makan dan bisa mencicil utangnya yang nyaris tembus Rp1 miliar.

Raden mulai melihat ada peluang dari konten hidroponik yang mereka lihat di Youtube. Dia mulai mencari barang-barang bekas sebagai media tanam. “Karena memang kami gak punya duit untuk membeli,” ujarnya.

Pertemanannya dengan banyak orang yang sudah dibangunnya jadi berkah. Dia menghubungi kolega yang bekerja di hotel. Pertama kali dia mendapat bekas botol air mineral dari hotel. Suardi kemudian memulai hidroponiknya.

Upaya pertama dinilainya gagal. Lantaran tanaman tidak mendapatkan nutrisi yang baik.

Suardi kembali putar otak. Berpikir bagaimana bisa membeli nutrisi untuk tanamannya yang tidak sedikit jumlahnya.

“Jadi akhirnya beli. Diusahakan uang untuk membeli itu. Alhamdulillah prosesnya cukup bagus waktu itu. Panen juga,” ungkapnya.

Baca Juga: Teknologi Terbaru Coffeenatics Diminati di Indonesia Coffee Festival

Menuai berkah dari berbagi

Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat HidroponikSuardi Raden memberikan pengarahan kepada mahasiswa yang tengah menjalani PKL di kebun hidroponiknya. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Hasil panen Suardi cukup memuaskan. Namun saat itu dia belum berpikir untuk menjualnya. Hasil panennya hanya dibagi-bagikan gratis. Mulai dari tetangga, hingga kolega yang datang. Padahal, saat itu kondisi keluarga mereka memang betul-betul hancur.

“Kalau sedihnya, saya sedih kali waktu itu. Karena memang gak ada punya apa-apa lagi. Tapi saya gak pernah menyesali. Panen, saya bagi-bagi. Bawa sama pot-potnya. Saya bilang ke mereka, nanti sampai rumah nanti dimasak sayurnya,” katanya.

Meski dalam kondisi terpuruk, Suardi tetap tegar. Dia tetap membagi-bagi kan sayur hasil panennya. Suardi meyakini, ada berkah di balik berbagi.

Suardi terus belajar. Mengevaluasi berbagai kekurangan di tanamannya untuk memperbaiki kualitas. Lagi-lagi dia terkendala uang untuk melengkapi peralatan pendukung. Harga alat-alat pendukungnya pun bukan murah. Sementara, Suardi belum mendapat penghasilan dari hidroponiknya.

“Udah mentok, Tidak ada lagi uang,” imbuhnya.

Lantas Suardi berpikir untuk mencari pinjaman uang. Dia datang ke BRI. Meski dia bingung, apa yang mau dijadikan jaminan untuk meminjam uang.

“Prosesnya cukup gampang waktu itu. Saya meminjam Rp25 juta di 2014 itu,” ungkapnya.

Uang pinjaman BRI dibelikan perlaatan pendukung. Selain membantu biaya sekolah dan kebutuhan hidup.

Promosi mulut ke mulut

Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat HidroponikSuardi Raden membangun hidroponik dari nol hingga menuai sukses. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kebun hiodroponik sederhana yang dibangun Suardi, terus berkembang. Tetamu terus berdatangan. Mereka menolak jika harus membawa sayuran dari kebun hidroponiknya secara gratis. Sementara Suardi sungkan untuk mengambil uang dari mereka.

“Saya kemudian sediakan celengan. Tidak patokin harganya. Seikhlas hati saja mau memberikan berapa. Alhamdulillah lebih pula dapatnya,” katanya.

Kualitas produk sayur dari hidroponik Suardi mulai dikenal publik. Popularitasnya berkembang dari mulut ke mulut.

Dinas Pertanian Sumut melirik potensi hidroponik. Dia langsung diminta untuk mengisi pelatihan hidroponik. Suardi sempat kelimpungan. Karena peserta yang harus dilatihnya  adalah 400 tenaga pertanian dari 33 kabupaten kota di Sumut.

Tanpa memiliki dasar pertanian, Suardi belajar. Mencari materi-materi tentang hidroponik. Suardi ingat betul, saat itu dia berduet dengan istrinya untuk memberikan pelatihan.

“Responnya positif saat itu,” katanya.

Dua pekan setelahnya, Suardi kemnbali dihubungi oleh Dinas Ketahanan Pangan. Mereka meminta dirancangkan instalasi hidroponik. Suardi semakin terkejut.

Instalasi rancangan Suardi diterima. Dinas pertanian meminta dibuatkan 72 unit instalasi. Suardi semakin pusing karena tidak memiliki modal untuk membuatnya. Syukurnya, ada toko yang bersedia untuk memenuhi bahan-bahan kebutuhan dan dibayar belakangan. Pengerjaan instalasi itu berhasil dituntaskan Suardi.

Dari situ nama Suardi kian berkibar. Pada 2015, dia mengikuti even perdananya untuk pameran. Mereka mendapat apresiasi dari pengunjung. Di tahun itu juga nama Syifa hidroponik dijadikan merek. Nama Syifa diambil dari putri bungsunya.

“Job mulai banyak. Undangan untuk ngisi materi banyak. Mulailah banyak bermunculan petani hidroponik. Jadi semakin banyak teman saya,” katanya.

Sabar dan konsistensi jadi kunci

Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat HidroponikSyifa hidroponik sudah melahirkan berbagai macam produk turunan makanan ringan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Hidroponik membuat perekonomian Suardi bangkit dalam keterpurukan. Dari hidroponik, anak-anaknya bisa menuntaskan pendidikan hingga bangku perkuliahan. Utang-utangnya yang pernah menumpuk juga berhasil dilunasi.

“Dulu saya sering nangis. Tapi nangisnya karena saya berhasil melunasi utang-utang saya,” ungkapnya.

Berkat hidroponik, Suardi dan istrinya bisa berkeliling Indonesia. Berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada publik tentang hidroponik. Dia juga memanfaatkan untuk promosi gratis produknya.

“Bagi saya membagikan ilmu itu bukan semata mata untuk cari uang. Saya senang berbagi ilmu. Saya selalu berpikir, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Jangan pelit dengan ilmu. Kemudian, kita harus rajin bersedekah. Kita juga harus jujur. Itu prinsip yang masih saya jaga,” katanya.

Punya visi sejahterakan petani

Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat HidroponikSyifa hidroponik sudah melahirkan berbagai macam produk turunan makanan ringan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Tidak hanya hidroponik, Suardi terus belajar ilmu pertanian. Dalam beberapa kesempatan, lulusan Universitas Medan Area itu diundang untuk memberikan pelatihan tentang pertanian modern. Misalnya menanam kopi, mengelola lahan yang sudah lama tertidur, hingga soal manajemen pertanian.

“Kita kasih juga ilmu pembukuan. Padahal tidak punya basic. Ini kan lucu. Jadi selama ini hanya pengalaman saja yang saya terapkan. Itu yang saya sampaikan ke audience. Intinya jujur. Jangan mengada-ada. Kita cukup menceritakan realita yang ada,” katanya.

Suardi masih punya visi yang belum terwujud. Dia ingin memutus mata rantai panjang bisnis pertanian. Kelak ke depan, petani tidak lagi memiliki ketergantungan dengan tengkulak. Ketergantungan ini yang menurut Suardi menjadi penghambat kesejahteraan petani.

“Petani harus bisa bikin harga sendiri. Rusaknya pertanian kita karena ada tengkulak. Petani takut tidak bisa jual kalau tidak ada mereka. Petani kita sebenarnya bisa kaya. Tapi ini kok malah miskin. Tengkulak yang malah kaya. Padahal tidak punya tanah,” katanya.

Kelemahan manajemen pertanian menjadi salah satu faktor. Sehingga pemasaran produk tidak maksimal dilakukan. Di zaman serba modern, petani harusnya bisa memanfaatkan teknologi yang ada.

Suardi ingin, para petani bisa membuat pasarnya sendiri. Sehingga memutus mata rantai bisnis yang panjang.

Kesuksesan hidroponik Suardi diganjar dengan berbagai macam penghargaan. Satu di antaranya, dia dinobatkan sebagai BRI Local Heroes. Penghargaan yang diterima Suardi juga menjadi motivasi dirinya untuk terus mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang dia rintis dari nol. Kian dikenal, Syifa Hidroponik juga sering dijadikan tempat penelitian bagi mahasiswa dari berbagai universitas.

“Kuncinya yakin, fokus, konsisten. Pasti jadi. Usaha itu harus benar -benar dilakukan dengan setulus hati,” pungkasnya.

BRI terus menggeber UMKM

Jatuh Bangun Suardi Raden, Merintis Sukses Lewat HidroponikSyifa hidroponik sudah melahirkan berbagai macam produk turunan makanan ringan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

BRI sudah sejak lama memberikan fokus pada segmen UMKM. Berbagai program yang dilakukan selalu menyasar pada pemberdayaan UMKM.

 Indeks Bisnis UMKM triwulan I-2023 dan ekspektasi triwulan II-2023 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui BRI Research Institute menggambarkan ekspansi bisnis UMKM terus berlanjut. Indeks Bisnis UMKM triwulan I-2023 berada pada level 105,1.

Direktur Utama BRI Sunarso dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu mengatakan, sektor UMKM masih memiliki prospek yang cerah ke depannya. Prospek UMKM terdapat pada bisnis yang dekat dengan kebutuhan hidup, seperti makanan serta makanan dan hulu hilirnya.

"Hulu hilirnya di antaranya pertanian pangan, produksi pangan, industri berbasis pangan, distribusi pangan, serta perdagangan pangan. Namun makan saja tidak cukup, harus sehat makanya kami dukung industri kesehatan," kata Sunarso awal Mei 2023 lalu.

Ekspansi bisnis UMKM didukung dengan faktor daya beli masyarakat. Hasil riset mengungkapkan ekspansi bisnis UMKM terjadi di sebagian besar sektor usaha UMKM pada kuartal pertama tahun ini.

Menyambut triwulan kedua tahun ini, pelaku UMKM tetap optimis aktivitas usahanya akan terus meningkat. Ini digambarkan dari peningkatan ekspektasi indeks bisnis UMKM tiga bulan mendatang yang meningkat menjadi 131,9 dari ekspektasi indeks pada periode sebelumnya sebesar 130,1.

Baca Juga: 5 Cerita Rakyat dari Kepulauan Riau, Ada Putri Pandan Berduri

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya