Mengenal Sosok Lokot Nasution, Dari Birokrasi Terjun ke Dunia Politik
Medan, IDN Times - Muhammad Lokot Nasution, dilantik pada Kamis (12/5/2022) menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Sumut 2022-2027, sebelumnya Lokot adalah pengurus DPP dengan jabatan Wakil Bendahara Umum (Wabendum).
Putra kelahiran Kota Medan tepatnya di Jalan Prof HM Yamin, sejak SD hingga SMA juga di Medan. Kemudian, merantau untuk mengenyam pendidikan ke Pulau Jawa dan sempat berlarut di Jakarta.
Ia dikenal sebagai anak seorang pedagang di Pusat Pasar Kota Medan. Kecilnya sering bermain di Pusat Pasar membantu orangtuanya berdagang.
Akhirnya, Lokot menikah dengan satu profesi di Kementrian Perhubungan yakni Evy Wahyuni Puspa Sari Wibowo, lalu dikaruniai anak pertama bernama Nailan Adzima Nasution yang bersekolah di Institut Teknologi Bandung (ITB), kemudian anak kedua yakni Tarihk Jihan Nasution, dan anak bungsunya diberi nama Aiman Maliki.
Bekerja di birokrasi selama belasan tahun, Lokot malah memilih keluar dari zona nyaman dan terjun ke dunia politik? Yuk simak kisah perjalanan Lokot.
1. Anak pertama dari seorang pedagang konvensional dan jejak pendidikannya mengantarkan lulus di Kemenhub
Lokot merupakan anak pertama dari 6 bersaudara. Orangtuanya, (almarhum ayah) adalah seorang pedagang konvensional. Hingga saat ini adik dari sang ayah masih tetap berdagang di Pasar Sambu Kota Medan.
Demi mengubah nasib. Lokot, pergi merantau untuk melanjutkan pendidikannya dan mencari wawasan, usai mengenyam di SMA Negeri 3 Medan saat tahun 1997.
“Selesai itu pergi ke Jogja, sempat kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN) dan Universitas Gajah Mada (UGM). Tapi habis pasca krisis 1997, ayah kan pedagang pusat pasar di Medan jadi almarhum ayah itu dagangnya barang import (barang luar) pada jaman itu jarang barang lokal ada sepatu, ikat pinggang, ambal dan lainnya di Pusat Pasar lantai 2 blok D,” tuturnya mengawali cerita.
Selama di perantauan Pulau Jawa, sang ayah tak pernah menceritakan kepada Lokot tentang kesulitan ekonomi keluarga di kampung halaman.
“Yang namanya ayah ini, InsyaAllah tenang-tenang dia di sana. Dia gak pernah menceritakan kalau kondisi ekonomi keluarga sudah sangat sulit. Jadi buat dia kau sekolah karena kau anak paling besar, nanti kau jadi tulang punggung ini. Selalu disampaikannya, 'yang benar kau sekolah Kot'. Dia gak pernah bilang dia susah. Kita pun karena gak pernah dikatakan kondisi ekonomi sudah mulai ambruk pada waktu itu di Jogja juga biasa ya anak Medan dari kampung ya suka-suka aja lah,” jelasnya
Namun, tahun 2000 terdengar bahwa kondisi ekonomi keluarga Lokot sudah sulit, dan dirinya mencari jalan untuk dapat bertahan hidup agar tak berharap biaya kepada keluarga lagi.
Ia kemudian masuk ke sekolah transportasi darat, Balai Diklat Lalu Lintas Angkutan Jalan Kuliah Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) di Bekasi. Setelah tamat ikatan dinas Lokot dapat penempatan dinas di Tanjung Balai selama 1 tahun 5 bulan.
Lokot akhirnya lulus menjadi pegawai birokrasi di Kemenhub (Kementrian Perhubungan). Meskipun yang diinginkannya dahulu adalah sekolah Akabri, dan sempat mencoba sekolah Akabri tapi kalah. Pada jaman itu pula di tahun 1997 menurutnya sedang banyak anak SMA menginginkan untuk sekolah Akabri.
“Penempatan di Tanjung Balai waktu itu zaman Wali Kota dr. H. Sutrisno Hadi, Sp. OG tahun 2003 akhir sampai 2005. Nikah, lalu balik ke Pusat Dirjen Perkeretapian kumpul dengan keluarga dari tahun 2005 sampai hari ini sebenarnya alamat masih di Jakarta karena memang anak-anak sekolah di sana,” ucapnya.