Ilustrasi seorang pria sedang malas (freepik.com/freepik)
Terakhir, ada juga faktor kebutuhan emosional dan psikologis yang mendorong seseorang untuk membatalkan puasa. Dalam beberapa kasus, individu mungkin merasa tertekan atau stres, dan membatalkan puasa menjadi cara untuk meredakan tekanan tersebut. Mereka mungkin merasa bahwa dengan membatalkan puasa, mereka dapat menikmati makanan atau minuman yang dapat memberikan kenyamanan sementara.
Kebutuhan untuk merasa baik secara emosional ini sering kali lebih kuat daripada rasa kewajiban untuk berpuasa. Dalam konteks ini, membatalkan puasa bukan hanya tentang makanan, tetapi juga tentang mencari cara untuk mengatasi perasaan negatif yang mungkin mereka alami. Hal ini menciptakan rasa bangga karena mereka merasa telah mengambil langkah untuk merawat diri mereka sendiri, meskipun itu berarti melanggar aturan puasa.
Meskipun banyak yang merasa bangga membatalkan puasa, penting untuk memahami bahwa tindakan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lingkungan sosial, pandangan pribadi, dan kebutuhan emosional. Normalisasi tindakan ini dalam masyarakat juga berperan besar dalam menciptakan persepsi bahwa membatalkan puasa adalah hal yang wajar. Namun, kita perlu merenungkan kembali makna puasa dan tujuan spiritual di baliknya. Jadi, bagaimana pandanganmu tentang fenomena ini?