[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra Utara

Delima raih anugerah dari Goldman Environment Prize 2023

Medan, IDN Times- Selasa (25/4/2023) kemarin, Delima Silalahi (46) pejuang lingkungan dari Sumatra Utara menerima anugerah dari Goldman Environment Prize 2023. Penghargaan itu diperolehnya berkat perjuangan panjang bersama gerakan masyarakat sipil di Sumatra Utara yang berhasil merebut kembali hutan adat.

Delima merupakan direktur eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), suatu organisasi nonpemerintah yang berdedikasi untuk perlindungan hutan adat di Sumatra Utara. Sejak 1999, ia bergabung menjadi relawan. Ia kemudian mengenal langsung berbagai permasalahan petani dan masyarakat adat di sana.

Delima menerima penghargaan secara langsung di Opera House San Francisco pada 24 April 2023, pukul 05.30 PM, waktu setempat, atau 25 April 2023, pukul 07.30 WIB. Penghargaan ini diterimanya bersama lima pejuang lingkungan dari benua lain yang mewakili kategori berbeda.

Untuk mengetahui kisah perempuan penjaga hutan, pejuang lingkungan, dan pemimpin gerakan masyarakat adat ini, IDN Times berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Delima Silalahi di Medan. Wawancara ini dilakukan menjelang penerimaan penghargaan Goldman Environment Prize 2023 di awal April 2023. Berikut ceritanya.

1. Bagaimana awal mula gerakan advokasi yang anda lakukan?

[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra UtaraDelima Silalahi (46) pejuang lingkungan dari Sumatra Utara menerima anugerah dari Goldman Environment Prize 2023. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Kerja di Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) sejak tahun 1999. KSPPM concern terhadap pendampingan petani dan masyarakat adat, khususnya dalam operasi pembangunan lahan terkait dengan persoalan tanah. Jadi, keterlibatan saya di KSPPM yang mendorong saya sampai saat ini masih tetap terlibat dalam gerakan di tengah masyarakat adat.

KSPPM adalah organisasi non pemerintah yang sudah berdiri di Tapanuli, sejak tahun 1980-an. KSPPM dibentuk karena prihatin waktu itu, Tapanuli masuk dalam peta kemiskinan. Salah satu cara untuk mengeluarkan dari peta kemiskinan dengan menghadirkan industri-industri.

Mulai berdatangan industri-industri, ada Inalum, Indorayon yang sekarang bernama Toba Pulp Lestari (TPL). Ada persoalan baru yang muncul, pada saat itu ialah perampasan-perampasan tanah. Hadirnya Indorayon memberikan dampak lingkungan yang cukup besar sehingga Indorayon pernah ditutup zaman tuntutan Presiden BJ Habibie.

Persoalan beralih dari isu lingkungan ke isu tanah adat, perampasan hutan-hutan adat. Karena, PT TPL itu memiliki areal konsesi pada tahun 1992 sekitar 267.000 hektare. Walau sudah mengalami banyak revisi hingga sekarang, ada 8 kali adendum itu, menjadi 165.000 hektare. Sebenarnya, hutan-hutan yang sebelumnya masuk konsesi mereka itu dalam kondisi rusak. Jadi, walaupun ada pengurangan konsesi, tapi ada banyak hutan-hutan yang sudah rusak.

Itu yang mengawali kenapa ada gerakan masyarakat adat di Tano Batak. Selain dalam rangka pemulihan lingkungan, pemulihan hutan-hutan adat, juga dalam rangka pemulihan wilayah adat yang masuk dalam wilayah konsesi PT TPL dan kawasan hutan negara.

2. Bisa diceritakan apa saja tantangan yang dihadapi selama melakukan gerakan itu?

[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra UtaraDelima Silalahi (Photo: Edward Tigor for the Goldman Environmental Prize)

Tantangan terberatnya adalah perjuangan melawan perusahaan dianggap sebagai melawan raksasa, yang tidak mungkin, dianggap sebagai perjuangan yang sia-sia. Tantangan berikutnya adalah para pengambil kebijakan berpihak pada perusahaan, bagaimana kelompok petani dan masyarakat adat tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah sehingga tanah-tanah mereka diambil diserahkan kepada perusahaan.

Menurut klaim perusahaan-perusahaan ini, perusahaan raksasa memberikan pekerjaan kepada banyak orang. Tetapi ternyata ada banyak komunitas-komunitas adat yang kehilangan ruang-ruang hidupnya. Misalnya dari 165.000 hektar konsesi PT TPL saat ini, bisa dikatakan 80 persen itu klaim tanah masyarakat adat. Di tanah itu, tidak ada tanah yang bukan tanah adat. Secara sepihak itu diberikan oleh negara kepada perusahaan.

Atas dasar izin inilah perusahaan merasa lega melakukan penanaman hutan-hutan eukaliptus dan menebangi hutan adat. Tantangannya itu, mereka mengganggap bahwa mereka perusahaan yang legal melakukan itu. Di sisi lain, ada klaim masyarakat aat terhadap tanah itu.

Baca Juga: Truk Rombongan Wisatawan Masuk Jurang di Aceh Besar, 4 Tewas 25 Luka

3. Setelah adanya advokasi, ada perubahan di masyarakat batak. Bagaimana masyarakat menerima upaya yang dilakukan KSPPM?

[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra UtaraDelima Silalahi (Photo: Edward Tigor for the Goldman Environmental Prize)

Awalnya masyarakat bergerak sendiri-sendiri. Mereka melawan dengan caranya sendiri-sendiri. Kehadiran KSPPM sebenarnya hanya membantu mereka memperkuat organisasinya. Memperkuat mereka dalam menyampaikan tuntutan, karena pada dasarnya mereka menolak klaim-klaim sepihak.

Sebenarnya bukan KSPPM atau saya yang membuat mereka melawan, tetapi mereka sudah melawan sejak awal. Mereka berada di posisi yang lemah dalam kacamata hukum. Tetapi, sebenarnya konstitusi kita mendukung perjuangan masyarakat juga. Itu yang diyakinkan bahwa perjuangan ini tidak melawan hukum.

Perjuangan yang tadinya dilakukan sendiri-sendiri atau ada beberapa mekanisme dalam penyelesaian konflik. Misalnya, bisa mereka bertahan terus di hutan, melawan ketika hutan mereka dibabat. Tapi itu rawan kekerasan, kriminalisasi. Sehingga kita mencoba menggunakan mekanisme hukum yang ada, karena perjuangan ini bukan perjuangan yang melawan konstitusi.

Masyarakat sangat welcome, merasa terbantu dengan adanya pendamping-pendamping seperti KSPPM, AMAN Tano Batak dalam memfasilitasi mereka untuk bertemu dengan pengambil kebijakan, ketemu Menteri menyampaikan tuntutannya. Selama ini saluran ini yang tidak ada.

Dengan membangun organisasi dan gerakan yang lebih luas, tentu dibantu oleh KSPPM dan AMAN, mereka bisa menyampaikan dengan baik, misalnya kepada Bupati, Menteri. Jadi KSPPM perannya hanya sebagai membangun sinergi saja. Memfasilitasi.

Budaya masyarakat adat itu budaya lisan. Dalam mekanisme kita, tidak semua dibuktikan dengan dokumen. Tidak bisa lagi budaya bertutur. Nah, kita membantu menuliskan itu. Semua yang mereka perjuangkan, dari segi sejarah, silsilah, dokumen-dokumen lainnya mereka punya. Tetapi tidak terdokumentasi. Tugasnya KSPPM ini, mendiskusikan dan membantu menuliskan, juga melakukan pemetaan wilayah adatnya.

Dalam budaya masyarakat adat, mereka tidak tahu berapa luasnya, bagi mereka itu tidak penting. Konsep negara yang harus mengetahui luasnya berapa, karena itu ada hubungannya dengan ekonomi. Bagi masyarakat adat itu tidak perlu. Mereka hanya tahu batas alam.

Tetapi karena negara mekanisme yang ada, misal mengharuskan mereka memiliki peta-nya, jadi KSPPM membantu mereka melakukan pemetaan parsitipatif. KSPPM dan masyarakat adat tidak bisa kerja sendirian. Di tingkat lokal berhubungan dengan pemerintah daerah kita bisa fasilitasi mereka.

Tugas KSPPM juga di masyarakat adat membangun jaringan yang luas untuk mendukung gerakan-gerakan masyarakat adat. Kita dibantu di tingkat nasional, berjaringan dengan Non-Governmental Organization (NGO) tingkat nasional, akademisi, dibantu media dalam menarasikan, sehingga narasi yang ada di negara ini bukan hanya narasi pemerintah dan perusahaan saja. Peran kita sebenarnya di sana, membangun sinergi antara masyarakat adat dan jaringan-jaringan.

4. Apa yang harus dilakukan masyarakat adat untuk mengelola 7.213 hektare lahan itu?

[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra UtaraDelima Silalahi (Photo: Edward Tigor for the Goldman Environmental Prize)

Sebenarnya mereka sudah memiliki tata ruang dan menjaga sejak dulu dan dilakukan turun temurun. Bagaimana 7.213 hektare itu tidak perlu intervensi dari luar bahkan dari KSPPM untuk mengelola karena mereka sudah memiliki tata kelolanya sendiri. Makanya berdaulat.

Mereka yang tahu tata adatnya, mau diapakan, dan mereka tidak akan merusak ruang hidupnya. Kalau ada intervensi dari luar, dijadikan hutan eukaliptus, dijadikan food estate dan lain-lain. Sekarang, mereka tahu bahwa mereka hidup lewat hutan mereka, sehingga mereka harus merawat hutan itu.

Faktanya memang dari sekitar 7.213 hektare hutan adat yang sudah diserahkan itu, sekitar 80 persen masih hutan alam, masih hutan kemenyan. Itu yang mereka pertahankan selama ini. Ada 1.000 hektare rusak bekas eukaliptus, melalui mekanisme hukum adat dan lembaga adat mereka sudah membuat konsep pengelolaan.

Tidak mudah memulihkan untuk kembali menjadi lahan produktif. Itu sebenarnya dosa-dosa perusahaan. Mekanisme ini harus ditemukan oleh pemerintah bagaimana perusahaan juga harus bertanggung jawab memulihkan hutan-hutan bekas eukaliptus mereka. Bagaimana mereka memulihkan itu, mereka yang lebih tahu cara mengelolanya, mempraktikannya turun temurun.

Kami melihat tata kelolanya memikirkan masa depan, itu yang menyebabkan KSPPM mendukung gerakan masyarakat adat dan itu yang perlu dilihat oleh pemerintah juga. Bagi mereka, tanah atau hutan adat ini sesuatu yang harus diwariskan ke generasi yang akan datang, tentunya harus diwariskan dalam kondisi baik karena itu sudah diatur pengelolaannya sejak dulu.

5. Bagaimana kondisi perempuan di masyarakat Tano Batak?

[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra UtaraDelima Silalahi (Photo: Edward Tigor for the Goldman Environmental Prize)

Budaya patriarki menjadi salah satu tantangan dalam gerakan masyarakat adat. Itu bukan sebuah proses yang tidak bisa berubah. Dulu besar tantangan buat perempuan untuk bersuara dan mengambil keputusan dan kebijakan di masyarakat. Kita bisa melihat dalam 20 tahun terakhir ini ada perbaikan.

Semakin banyak akses bagi perempuan dalam pengambilan keputusan dan merasakan manfaatnya. Komunitas masyarakat adat memiliki dinamikanya sendiri dalam mengakomodir hak-hak perempuan. Tantangannya memang cukup besar di tengah budaya patriarki.

Perempuan berbicara saja susah. Perempuan sering dinomorduakan atau tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau kepengurusan atau kepemimpinan di komunitas masyarakat adat. Tetapi sekarang perlahan-perlahan semakin banyak pengurus lembaga yang perempuan. Itu menjadi sebuah apresiasi besar.

Di sisi pemerintah, tantangannya, kurangnya respect pemerintah terhadap perempuan ketika bicara juga terjadi. Sekarang anggapannya perempuan kalau hadir sudah terlibat, bukan partisipasi yang berkualitas. Itu yang harus direbut oleh para perempuan.

Itu menjadi hal yang cukup bagus karena dalam beberapa audiensi, berdialog pemerintah, semakin banyak kader-kader yang mau bersuara. Tidak ada yang bisa mewakili suara perempuan-perempuan ini, selain perempuan itu sendiri. Itu juga kita lakukan bersama masyarakat  adat juga diskusi sehingga mereka bisa meningkatkan suara mereka lewat pelatihan (training).

6. Apa yang anda harapkan depannya?

[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra UtaraDelima Silalahi (46) pejuang lingkungan dari Sumatra Utara menerima anugerah dari Goldman Environment Prize 2023. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Pertama untuk masyarakat adat, tidak ada perjuangan yang sia-sia. Hak kita bukan sesuatu yang diberikan tetapi harus diperjuangkan. Kita tidak sedang melawan hukum. Perjuangan ini konstitusional, jadi tidak perlu takut untuk berjuang karena dilindungi oleh hukum juga.

Harus membangun masyarakat sipil yang kuat. Harus membangun jaringan yang lebih luas dengan semua pihak, tingkat lokal, nasional, provinsi bahkan Internasional. Harus meningkatkan kapasitas.

Mereka yang menjadi pemimpin di perjuangannya. Jangan mudah menyerah. Ini memang perjuangan yang panjang dengan mekanisme konflik hutan adat yang sangat sulit dan berbelit-belit, dibutuhkan kesabaran dan kekuatan bersama.

Harapan pada pemerintah, selama ini pemerintah consent terhadap bagaimana melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan melakukan banyak sekali program. Salah satu upayanya stop deforestasi, selamatkan hutan yang tersisa.

Pihak yang paling relevan dan strategis untuk dijadikan mitra oleh pemerintah itu masyarakat adat dan petani di pedesaan. Pemerintah harus mulai mendengarkan dan memberikan ruang yang banyak kepada masyarakat adat untuk melakukan apa yang baik bagi hutan adat mereka.

Tidak lagi dengan menggunakan konsep pembangunan pemerintah, tetapi mulai mengajak masyarakat adat. Caranya berikan pengakuan kepada mereka. Masih banyak komunitas masyarakat adat yang belum mendapatkan hak atas hutan adatnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia memiliki janji-janji untuk menyelesaikan ini, karena kalau tidak diselesaikan maka masyarakat adat tidak memiliki rasa jaminan keamanan dan kenyamanan dalam melestarikan hutan adat karena sedikit-sedikit akan terancam dengan izin perusahaan.

Jadikan masyarakat adat sebagai mitra dan kembalikan hutan-hutan mereka dikelola berdasarkan aturan adat mereka. Harapan terhadap gerakan masyarakat sipil seperti media, akademisi, mari mendukung gerakan masyarakat adat. Kalau di Tano Batak, kami ada beberapa point. Yang pertama menyelamatkan hutan kemenyan karena kemenyan itu jenis tanaman endemik yang tumbuh di Tano Batak dan itu sangat relevan dalam keberagaman hayati di hutan kita.

Karena kemenyan diyakini bisa bergetah, kalau dia tumbuh di tanaman-tanaman polikultur, berada di tanaman yang beragam. Itu yang menyebabkan masyarakat adat Tano Batak sampai sekarang rutin menanam pohon. Itu kearifan lokal untuk mendukung mengatasi dampak perubahan iklim.

Tidak mengeluarkan izin di kawasan Danau Toba atau Tano Batak. Saat ini ada tambang timah hitam, kalau tidak salah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia sudah mengeluarkan izinnya. Itu kan masih hutan alam, mari suarakan untuk izin lingkungannya dicabut karena itu masih hutan alam.

Kita consent terhadap menghentikan deforestasi juga bagaimana pembangunan-pembangunan yang tidak merusak hutan. Saya sangat mengharapkan dukungan publik untuk mendesak pemerintah untuk mencabut izin PT DPM juga mencabut izin konsesi PT TPL di Tano Batak.

7. Anda mendapat penghargaan dari Goldman Environmental Prize 2023. Bagaimana selanjutnya?

[WANSUS] Perjuangan Delima Silalahi untuk Hutan Adat di Sumatra UtaraDelima Silalahi (46) pejuang lingkungan dari Sumatra Utara menerima anugerah dari Goldman Environment Prize 2023. (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Sangat mengapresiasi dan surprise terhadap penghargaan ini. Ini menjadi penyemangat buat saya untuk tetap bergerak pada isu masyarakat dan isu lingkungan kedepannya.
Penghargaan ini untuk semua gerakan masyarakat adat di Tano Batak juga di Indonesia secara umum.

Ini sebuah apresiasi yang luar biasa yang diberikan oleh dunia Internasional kepada gerakan-gerakan di tingkat lokal. Selama ini, kami melakukan atau terlibat dalam gerakan-gerakan ini bukan untuk penghargaan atau menjadi pahlawan.

Kami hanya menjalankan apa yang menurut kami harus dilakukan untuk hidup kita. Tetapi membuka mata kami, bahwa ini bermanfaat bagi orang lain di luar sana. Jika selama ini banyak pihak yang melecehkan perjuangan-perjuangan seperti ini, misalnya tidak menghargai, ini sekarang menjadi momentum bahwa kita semua bisa melakukan hal sekecil apapun di manapun.

Penghargaan ini menjadi motivasi untuk saya, KSPPM, dan masyarakat adat di Tano Batak untuk konsisten berjuang kedepannya. Untuk menyelamatkan lingkungan, untuk kesejahteraan masyarakat di Tano Batak.

Goldman Environmental Prize dirintis di San Francisco pada tahun 1989 oleh pemuka masyarakat dan filantropis Richard dan Rhoda Goldman. Selama 34 tahun, yayasan ini telah menorehkan dampak yang teramat besar pada planet ini.

Hingga kini, Goldman Environmental Prize telah memberi penghargaan kepada 219 pemenang, termasuk 98 perempuan di 95 negara. Sebagian besar pemenang ini kemudian menempati posisi pejabat pemerintah, kepala negara, pemimpin NGO, dan penerima Nobel.

Baca Juga: Penjaga Hutan, Delima Silalahi Terima Goldman Environmental Prize 2023

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya