Foto Ade Irma Suryani di Museum AH Nasution (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Hendrati merincikan bahwa Ade Irma yang merupakan putri bungsu Jenderal Besar Abdul Haris Nasution itu memang menjadi inspirasi panti ini. Ade menjadi salah satu korban yang terbunuh pada peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.
Gerakan yang disebut-sebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui pasukan Cakrabirawa ini, kala itu hendak menculik Abdul Haris Nasution karena masuk dalam daftar tujuh jenderal yang diburu. Namun Ade kecil yang berusaha menjadi "tameng" ayahnya, alih-alih ditembak di rumahnya sendiri bersama ajudannya, Pierre Tendean.
Kisah berdarah di kediaman A.H Nasution yang berada di Menteng, Jakarta Pusat, itu layak dikenang. Itulah mengapa pada tahun 1966 nama Ade Irma Suryani Nasution tersemat di Panti Asuhan yang berada di Jalan Teuku Cik Ditiro, Kota Medan ini. Agar pahlawan kecil itu juga senantiasa dikenang lewat rumah yang menampung bayi-bayi terlantar.
"Ade Irma kan pahlawan kecil nih, mudah-mudahan anak-anak asuh kita di sini juga bisa jadi pahlawan buat agama dan bangsa. Saat itu pengurus Panti Asuhan berangkat sama Gubernur menjumpai pak Nas (A.H Nasution) dan Bu Nas. Mereka sambut dan izinkan memberikan nama Ade Irma Nasution," ungkap Hendrati.
Sekarang, bangunan klasik berwarna coklat ini menampung 50 anak terlantar. Mereka dididik dan diasuh agar mendapat perlindungan serta kasih sayang.
"Saat berjumpa dengan Pak A.H Nasution, keluarga sampai memberikan lukisan Ade Irma. Total ada 4 lukisan Ade Irma, selain berada di sini, ada juga di Museum Revolusi, di Rumah Pak Nas, dan di IKANAS. Tahun 1966 diberilah nama Ade Irma di gedung ini dan diresmikan bangunannya. Sampai dengan sekarang, sudah ada 5 ketua silih berganti. Sekarang yang mengurus total ada 5. Anak-anak yang diasuh ada 50. Kita juga ada abang, kakak, bapak, dan ibu asuh. Meskipun bertugas sebagai pengelola yayasan, tapi kami juga ikut turun mengasuh anak-anak ini," rinci Hendrati.