Three Faces In The Land Of Sharia menceritakan tentang kondisi sosial masyarakat di Provinsi Aceh, daerah yang menerapkan syariat Islam. Film dokumenter ini lebih menekankan pada kritikan minoritas terhadap implementasi hukum syariat di daerah berjulukan Serambi Makkah tersebut.
Tidak hanya itu, Three Faces In The Land Of Sharia juga menyorot tentang pendapat minoritas terkait hukum cambuk dan hukum rajam bagi pelanggar Qanun Jinayah yang diterapkan di Provinsi Aceh.
Davi selaku sutra dara mengatakan, film yang mereka produksi membutuhkan waktu yang begitu panjang. Selain itu, dalam proses pembuatannya, ia mengaku penuh dengan tantangan.
"Tidak mudah untuk membuat film yang bagus. Butuh perjuangan yang besar, banyak energi dan waktu serta konsisten tim yang harus kuat,” kata Davi, pada Kamis (11/11/2021).
Hal itupun diakui oleh Fadly Batubara selaku Director Of Photografi. Ia mengatakan, penggarapan film tersebut tidaklah mudah. Mereka yang bergerak secara mandiri membutuhkan waktu sekitar tiga tahun lamanya.
"Lumaya lama buat film tersebut, dan membutuhkam biaya yang besar juga," ujar Fadly.
Meraih penghargaan dari ajang bergenggsi dalam dunia film Indonesia, para pembuat Three Faces in the Land of Sharia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu sehingga memperoleh piara citra film dokumenter pendek terbaik tahun 2021.