5 Alasan Seseorang Sulit Berhenti Mengomentari Hidup Orang Lain

Dewasa ini, istilah julid semakin marak terdengar. Julid berkaitan dengan tindakan seseorang yang merasa tidak bahagia atas keberhasilan orang lain. Imbasnya, mereka akan mudah mengomentari kehidupan orang lain sesuka hatinya tanpa mengedepankan fakta yang terjadi.
Namun sayangnya, kebiasaan tersebut ternyata tidak mudah untuk dihilangkan. Layaknya hal-hal negatif yang cenderung lebih mudah diterapkan daripada hal-hal yang positif. Bahkan proses penularannya pun bisa berjalan dengan cepat.
Berikut beberapa alasan di balik sulitnya mengakhiri kebiasaan mengomentari kehidupan orang lain.
1. Memiliki rasa iri yang kerap disangkal

Sejatinya individu yang terbiasa mengomentari hidup orang lain didorong oleh perasaan iri hati. Hal itu lantaran adanya perasaan tidak senang ketika melihat orang lain berhasil atau bahagia dengan hidupnya. Untuk menutupi hal tersebut, mereka kerap membicarakan kekurangan maupun kejelekan orang lain.
Namun sayangnya, mereka yang bersikap demikian cenderung menyangkal perasaan iri tersebut. Sebab mengakui perasaan iri berkaitan dengan rendah diri. Mengakuinya hanya akan mendapati diri mereka memiliki kekurangan. Sehingga mereka cenderung memilih abai terhadap rasa iri hati supaya bisa terus mengomentari hidup orang lain.
2. Merasa bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain

Kebiasaan mengomentari kehidupan orang lain seolah tidak ada habisnya. Biasanya hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk merendahkan orang lain. Sebab mereka yang gemar membicarakan orang lain cenderung merasa bahwa dirinya lebih baik dalam segala aspek.
Kecenderungan itulah yang membuat mereka enggan berhenti berkomentar. Sebab jika mereka mengakhiri kebiasaan tersebut, maka mereka akan menyadari bahwa sebenarnya mereka tidak lebih baik dari siapapun. Perasaan semu itulah yang ingin dipertahankan meskipun harus menjelek-jelekan orang lain.
3. Melihat lebih banyak ke luar untuk menutupi kekurangan yang ada di dalam diri

Tidak mudah untuk mengakhiri kebiasaan mengomentari kehidupan orang lain. Bagi mereka yang melakukannya, hal tersebut tentu terasa menyenangkan. Sebab mereka hanya perlu melihat dan fokus pada kehidupan orang lain, tanpa perlu berkaca dengan kehidupan pribadinya.
Imbasnya, hidup yang dijalani oleh mereka seolah tanpa celah. Mereka cenderung menutup mata pada kekurangan yang ada dalam kehidupannya.
Padahal, sudah semestinya setiap orang lebih fokus pada kehidupan masing-masing. Dengan begitu, mereka bisa lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan.
4. Cenderung mengharapkan kesempurnaan dalam setiap aspek kehidupannya

Individu yang suka mengomentari hidup orang lain cenderung mengharapkan kesempurnaan. Sehingga mereka akan mencari celah dari hidup orang lain supaya dirinya terlihat lebih baik. Seolah tidak ada kekurangan maupun keburukan yang terdapat pada diri mereka.
Kondisi demikian yang berusaha dipertahankan sehingga sulit bagi mereka untuk berhenti berkomentar. Mereka mencari kesempurnaan dengan menjatuhkan orang lain. Mereka mencari kepuasaan dan pengakuan eksternal atas tindakan yang dilakukannya.
5. Memperoleh kesenangan saat membicarakan orang lain

Kepribadian setiap orang tentu beragam. Sehingga wajar apabila ada orang yang merasa senang dengan kebiasaannya yang gemar berkomentar tentang hidup orang lain. Baginya, hal itu bisa memacu kebahagiaan dalam diri saat membahas kekurangan orang lain. Sederhananya, kekurangan dalam diri sendiri adalah bencana bagi mereka sehingga selalu berusaha ditutupi dengan merendahkan orang lain.
Sejatinya, mereka yang gemar mengomentari kehidupan orang lain hanya belum sadar akan titik cela dari hidupnya. Bahkan boleh jadi mereka yang bersikap demikian adalah sosok yang tidak percaya diri dan merasa tidak mampu. Mungkin saja, mereka juga sosok yang butuh perhatian sehingga mencari validasi dengan fokus pada hal-hal di luar kehidupannya.
Beberapa alasan di atas terdengar masuk akal untuk dijadikan dasar bagi seseorang yang sulit melepaskan diri dari kebiasaan julid dan bergosip. Meskipun demikian, mereka harus berusaha memahami bahwa kebiasaan tersebut hanya mengundang keburukan. Setiap orang perlu melatih diri untuk hidup lebih bijak secara perlahan.