Kisah Lina, Memilih Jadi Bidan di Medan Ketimbang Sekolah di Jerman

Klinik Lina kini sudah berusia 33 tahun

Medan, IDN Times - Rivalina Wedyana, seorang perempuan kelahiran 12 Mei 1947, berhasil memiliki klinik satu-satunya keturunan Tionghoa di Kota Medan yang sudah genap 33 tahun dan ternyata memiliki pengalaman yang membuat haru serta menginspirasi.

Klinik Lina ini berada di Jalan Demak No 2-2 A Sei Rengas Permata Kecamatan Medan Area Kota Medan.

Ia bercerita bahwa awal mulanya ingin menjadi seorang bidan bermula dari sang ibu yang sedang sakit, dan dokter orangtuanya (ibu lina) menginginkan ia untuk bisa berkuliah pada bidang kesehatan guna dapat menolong orang yang sakit.

Di sinilah awal Lina terdorong untuk memilih bagian kesehatan, dan memilih jurusan Kebidanan.

"Jadi saya asli orang Bengkalis, Riau. Waktu itu ibu sakit kebetulan ada dokter yang jaga dan dokter itu bilang ke ibu agar saya bisa melanjutkan kuliah," dalam ceritanya (10/10/2021).

1. Dokter beri peluang Lina untuk sekolah kebidanan

Kisah Lina, Memilih Jadi Bidan di Medan Ketimbang Sekolah di JermanRivalina Wedya seorang pendiri klinik Lina bersama anaknya yang telah menjadi dokter (IDN Times/Indah Permata Sari)

Lanjutnya, saat itu kondisi keuangan keluarga sedang kurang baik, sehingga kemungkinan besar bisa putus sekolah.

"Ibu saya bilang terserah saya, tapi karena dokter itu tahu ekonomi kami lagi kurang baik. Dokter itu kasih saya jalan untuk sekolah Kebidanan di Akbid Budi Kemuliaan Jakarta," ucapnya.

Namun, setelah diberi peluang untuk sekolah di Jakarta, Lina pun berangkat menggunakan Tongkang selama 5 malam 6 hari.

"Dulu cara satu-satunya kesana ya menggunakan tongkang. Tapi sampai disana ternyata ada tes fisik dimana tinggi badan harus 158-159 cm dan berat badan harus sesuai dengan tinggi badan," tuturnya.

Ketika di Tes Fisik, Lina pun dikatakan lulus dan bisa sekolah di Akbid Budi Kemuliaan Jakarta. Selama kuliah, ia mengakui telah melewati hambatan yang sulit.

"Jadi saya selama kuliah tinggal di Asrama dan punya target untuk bisa memberikan pelayanan terbaik kepada minimal 30 pasien," ucapnya.

Baca Juga: Tim Sepakbola Sumut Tumbang 0-2 dari Tuan Rumah Papua

2. Memilih menetap di Medan meski dapat beasiswa sekolah di Jerman

Kisah Lina, Memilih Jadi Bidan di Medan Ketimbang Sekolah di JermanRivalina Wedya bersama anaknya serta perawat Klinik Lina (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dengan hati gembira, Lina dinyatakan lulus dari sekolah Kebidanan dan langsung berdinas di salah satu rumah sakit di Medan.

Ketika sudah bekerja, ia bersama keempat temannya terpilih mendapatkan beasiswa sekolah di Jerman.

"Setelah saya kerja saya dapat beasiswa ke Jerman saat itu saya sudah tanda tangan. Namun, ada satu RS di Medan yang sedang mencari Bidan saat itu. Karena saya pikir ibu saya di Bengkalis Riau kalau saya ke Jerman bakal jauh dari ibu, tapi kalau di Medan saya masih bisa kunjungi," ucapnya.

Akhirnya ia pun membatalkan niatnya untuk berangkat ke Jerman, dan fokus bekerja di tempat RS yang saat itu membutuhkan Bidan.

3. Akhirnya buka klinik bersalin di Medan dengan ruangan seadanya

Kisah Lina, Memilih Jadi Bidan di Medan Ketimbang Sekolah di JermanRivalina Wedya seorang pendiri klinik Tionghoa satu-satunya di Medan sudah 33 tahun (IDN Times/Indah Permata Sari)

Seiring berjalannya waktu, ia pun merasa bahwa sang anak harus butuh dukungan dirinya untuk berkembang. Hingga akhirnya, Lina memberanikan untuk membuka klinik di Kota Medan.

"Saya khawatir anak-anak saya tidak terpantau. Akhirnya saya beranikan buka klinik dimulai dengan ukuran seadanya," jelas Lina.

Meskipun seadanya, Lina tak kunjung patah semangat. Akhirnya ia pun menyatakan bahwa, siapapun pasien yang datang akan dilayani dengan sepenuh hati.

"Saat itu pasien saya cuman satu, tapi saya berdoa dengan tuhan kalau pasien itu tidak mampu akan saya ikhlaskan dan kalau dia mampu uangnya saya bagikan ke yatim piatu," ucapnya.

Tanpa disangka-sangka dikatakan Lina akhirnya banyak pasien yang berkunjung di Klinik Lina miliknya.

"Setelah berniat dan berdoa seperti itu banyak pasien yang datang hingga akhirnya Rumah Bersalin Lina diganti menjadi Klinik Lina," tukasnya.

4. Klinik Lina diharapkan dapat menjadi RSIA

Kisah Lina, Memilih Jadi Bidan di Medan Ketimbang Sekolah di JermanKlinik Lina genap 33 tahun (IDN Times/Indah Permata Sari)

Lina berharap untuk kedepan, Klinik Lina yang didirikan olehnya dapat menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak.

"Pasti ada niatan untuk buat klinik itu menjadi RSIA, dan mudah-mudahan bisa tercapai karena saya selalu menanamkan bagaimana caranya pasien itu percaya kepada kita," tutup ibu lima orang anak ini.

Sekedar informasi Klinik Lina memiliki visi dan misi.

Visinya menciptakan Klinik yang aman, bermutu, dan terjangkau bagi seluruh golongan masyarakat. Serta misi memberikan pelayanan yang maksimal, menciptakan suasana kerja yang harmonis dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan potensi klinik.

Baca Juga: Bikin Bangga, Anak Batubara Ikut Seleksi Garuda Select di Jakarta

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya