Mengenal Titan, Sastrawan Muda Medan yang Dobrak Aturan Baku Puisi

Titan sebut puisi dapat diekspresikan lewat lintas disiplin

Medan, IDN Times - Masih sangat segar di ingatan Titan Sadewo kala dirinya pertama kali tertarik pada dunia sastra yang dijuluki oleh Andrea Hirata sebagai muara dari segala keindahan itu. Sebelum menjadi anak muda yang cakap sastra dan sebelum atribut-atribut “sastrawan muda” melekat padanya akhir-akhir ini, Titan mengenal sastra justru kala dirinya masih duduk di bangku kelas 6 SD. Lebih tepatnya saat pria yang juga merupakan seorang pengajar ini penasaran dengan arti namanya sendiri yang cukup nyentrik.

“Setelah saya kepo dan cari tahu, Titan itu ternyata penguasa bumi sebelum dewa-dewi Olympus dalam mitologi Yunani. Dari sini saya kenalan dengan mitos Yunani, saya jumpa Hydra, Hercules, Medusa, Zeus, Poseidon, dan lain-lain. Semua itu kan imajinatif, dan saya rasa keren-keren banget ceritanya. Jadi hal ini sangat memantik pikiran-pikiran dan gairah imajinatif saya. Dari hal itu lah saya tahu jika yang barusan saya kepoin adalah cerita sastra bergaya fantasi,” cerita Titan kepada IDN Times, (13/11/2023).

1. Punya pengalaman bergengsi berskala nasional

Mengenal Titan, Sastrawan Muda Medan yang Dobrak Aturan Baku PuisiTitan penulis buku Celakalah Orang-orang yang Jatuh Cinta (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Nama Titan Sadewo akhir-akhir ini semakin melejit pasca buku perdananya terbit. Titan secara konsisten memperkenalkan sastra kepada anak-anak muda di Medan agar mereka memiliki animo yang besar dalam berkesenian. Tak ayal ia bersama teman-temannya sering menghelat acara diskusi sastra yang mengundang sastrawan-sastrawan ternama di kota Medan dan membahas khazanah sastra Indonesia era dahulu hingga sekarang.

“Saya semakin suka dengan puisi saat Guru saya memberi buku ‘Dendang, Kabut, Senja’ karya Mansur Samin. Saya baca buku ini sampai pada titik di mana saya percaya bahwa membaca puisi seperti orang mengalami gejala bipolar disorder. Saya baca bukunya Mansur Samin yang begitu mengacak emosi, dan darinya pula lah saya termotivasi untuk membuat puisi yang mampu mengacak-acak perasaan pembaca,” kata Titan.

Sederet pengalaman berharga yang pernah Titan jalani antara lain pada tahun 2018 dirinya diundang temu penyair Nusantara, dirinya juga diundang sebagai pemenang dan pembicara di Payakumbuh Poetry Festival yang merupakan festival puisi di Sumatra Barat, di mana lomba tersebut diikuti sebanyak 450 penyair di seluruh Indonesia dan yang dipilih hanya 5 terbaik.

Titan termasuk salah satunya. Selain itu dirinya juga aktif menjadi pemateri dalam bidang sastra dan memenuhi undangan sebagai juri.

“Saya juga sudah membuat tur untuk buku ciptaan saya. Tur itu bagi saya sendiri bukan pindah tempat, namun pindah disiplin seni. Saya tidak pernah menyangka bahwa buku saya disambut dengan antusias. Jadi tur-tur dari buku saya antara lain seperti pameran lukisan yang merepresentasikan puisi saya sampai ada pula dalam ranah arsitektur,” akunya.

2. Titan si pendobrak aturan-aturan baku dalam karya sastra puisi

Mengenal Titan, Sastrawan Muda Medan yang Dobrak Aturan Baku PuisiTitan bersama sastrawan nasional saat mengikuti event Balige Writer Festival (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Gaya menulis Titan di buku karyanya sendiri yang berjudul “Celakalah Orang-orang yang Jatuh Cinta” banyak melibatkan detail-detail eksentrik yang cukup jarang ditemui di buku-buku sastra lain. Titan memakai variasi coretan, ragam tipografi, sampai diksi-diksi hewan di dalam bukunya yang pada PO (Pre Order) pertama terjual sekitar 170 eksemplar itu.

“Saat buku saya (Celakalah Orang-orang yang Jatuh Cinta) mau terbit, saya presentasi dulu sama pihak penerbit, dan saya bilang kalau jarang banget ada puisi yang bentuknya seperti ini di puisi Indonesia. Saya juga ikut memamaparkan strategi penjualannya, termasuk saya yang bikin tur lintas disiplin,” aku Titan.

Pemuda yang bulan Desember nanti genap berusia 24 tahun ini menganggap jika sastra, terkhusus puisi, tidak seharusnya dipandang kaku. Bahkan puisi dapat diekspresikan dengan cara apapun dan melalui visualisasi lintas disiplin sekali pun. Seperti lukisan, arsitektur, sampai drama.

Menurutnya juga puisi tidak harus benar-benar dipandang sebagai sesuatu yang murni sebagai sebuah teks dengan aturan-aturan bakunya. Alih-alih seseorang dapat mendobrak aturan-aturan dalam puisi yang selama ini telah dipahami oleh banyak orang sebagai suatu ketetapan.

“Pertama kali saya memandang puisi Sutardji, saya bilang pada diri saya sendiri bawa puisi ini tidak bisa dipandang dengan kacamata realisme. Karena puisi-puisi Sutardji sangat sufistik sekali, ya, seperti kerap mengangkat soal Tuhan, kebudayaan Melayu, bencana, dan lain-lain. Lalu saya lihat tipografinya, kira-kira ada gak, ya, bangunan yang sangat mirip seperti puisi Sutardji? Ternyata benar-benar ada di dunia! Hal yang sama juga terjadi di dalam puisi-puisi saya yang judulnya ‘Salib Aku di Dadamu’. Nah, di Tokyo ada gereja yang betul-betul berbentuk salib. Dari sini saya paham ternyata bentuk-bentuk tipografi dalam puisi Sutardji dan puisi saya sendiri nyata di dunia dalam bentuk bangunan atau representasi lain. Sangat jarang orang mendiskusikan sastra dalam sisi arsitektur,” terangnya.

Titan juga mengaku jika selama ini dirinya secara tidak langsung telah mengkampanyekan bahwa puisi dapat diekspresikan melalui lintas disiplin di media sosialnya.

“Saya sedang semangat-semangatnya dengan seni multidisipliner. Kesukaan saya dengan beat box sangat mempengaruhi bagaimana cara saya memandang puisi. Puisi itu bukan hanya sebagai karya seni tekstual seperti yang kita percaya, seakan-akan teks tidak bisa keluar dari teks itu sendiri. Saya merasa bahwa puisi seperti karya seni lain yang bisa dipandang sebagai patung, lukisan, musik, dan lain-lain. Jadi penafsiran terhadap puisi tidak miskin termasuk dalam lingkup media,” kata pemuda yang dahulunya pernah berkuliah di UMSU ini.

3. Uniknya, Titan mengajar sastra dengan pendekatan seakan tidak sastrawi

Mengenal Titan, Sastrawan Muda Medan yang Dobrak Aturan Baku PuisiMomen Titan menjadi pemateri dalam diskusi sastra (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Di samping dirinya yang menjadi praktisi sastra dan aktif mengikuti event-event seni, Titan juga merupakan seorang guru di sekolah Ulul Izmi. Ia mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan melakukan pendekatan cara mengajar karya sastra yang asyik. Tentu saja dengan metode mengenalkan karya sastra menggunakan media lain.

“Saya punya rumus sendiri dalam mengenalkan sastra kepada murid-murid saya. Saya memperkenalkan sastra dengan cara yang seakan-akan tidak sastrawi alias sedikit nyentrik. Saya menggunakan media lain selain sastra, seperti seni rupa, arsitektur, film, sampai musik,” kata Titan.

Murid-murid yang diajarnya kerap diperintah untuk melihat lukisan. Dari lukisan yang dipertunjukan nantinya para murid akan mendeskripsikan atau membuat dialog dari lukisan itu.

“Misalnya lukisan realis, biasanya saya buat jadi media ajar untuk membuat dialog dalam cerpen. Mereka nanti yang mengasih nama tokohnya sendiri, bagaimana alurnya, dan lain-lain. Kadang saya ajak keluar kelas juga, main becekan, megang daun, mengamati tumbuhan, jadi mereka menulis berdasarkan pengalaman tubuhnya. Hal-hal itu sejatinya sangat dekat dengan mereka,” kata pria yang kerap dipanggil Mister oleh murid-muridnya.

Titan mengakatakan jika banyak hal yang dapat diciptakan menjadi puisi. Bahkan hal-hal yang sangat dekat dengan kegiatan manusia sehari-hari sekali pun, seperti memasak.

“Misalnya dalam memasak, kita sebenarnya bisa buat puisi berdasarkan resep makanan atau komposisi makanan. Misalnya toppingnya itu bisa kerinduan, lauknya adalah pertemuan, dan lain-lain. Banyak, sih, hal-hal yang bisa dilakukan di sastra. Dan intinya adalah bagaimana kita membuka diri bahwa gagasan bersastra itu tidak terpaku dalam teks namun dia bisa keluar dari teks itu sendiri. Saya berharap kita selaku anak muda bisa lebih terbuka lagi memandang sastra,” pungkasnya.

Baca Juga: Fakultas Hukum UMSU Gelar Aksi Peduli Palestina saat Sidang Yudisium

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya