Cerita Mastika, Guru Asal Sumut Mendidik Anak-anak Pelosok di Papua

3 tahun menjadi guru di perbatasan Indonesia - Papua Nugini

Medan, IDN Times - Di perbatasan provinsi Papua seorang anak muda asal Sumut menjadi relawan pendidikan. Selalu ada sebongkah semangat yang ia tularkan bagi anak-anak pelosok yang status pendidikan di wilayahnya tergolong tertinggal.

Mastika Sinurat memiliki misi yang arif untuk membantu bangsa Indonesia memajukan sektor pendidikan. Tak terkecuali menjangkau daerah-daerah terpencil seperti halnya di wilayah Timur Indonesia.

Berikut kisahnya mengajar di pedalaman Papua.

1. 3 tahun mengabdi di desa terpencil Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini

Cerita Mastika, Guru Asal Sumut Mendidik Anak-anak Pelosok di PapuaAnak-anak pedalaman belajar bersama dengan guru Mastika (dok.Mastika)

Mastika merupakan seorang guru relawan yang mendapat tugas selama 3 tahun di pelosok Papua, tepatnya di Desa Skouw Yambe dan Kampung Telaga. Secara geografis, tempat tersebut sangat dekat dengan perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini.

"Sejak kuliah saya tertarik dengan pengabdian masyarakat. Pada tahun 2016 ada salah satu event yang memberi tahu jika ada desa pelosok yang pendidikannya sangat tertinggal dan kekurangan tenaga ajar, seperti NTT, Mentawai, Papua, dan lainnya. Saat itu saya gencar untuk mencari informasi bagaimana saya bisa ke Papua untuk mengabdi, karena pendidikan di sana perlu diperhatikan," ujarnya kepada IDN Times.

Sebelum mengabdi 3 tahun di Papua, Mastika pernah juga mengajar di pedalaman Pulau Sulawesi tepatnya di Tomohon. Banyak pengalaman yang ia bawa saat ini. Termasuk bagaimana dirinya dapat melihat lebih dekat iklim pendidikan di wilayah teringgal.

"Saat pertama kali ditempatkan di Papua, saya sempat mengalami struggle, terutama bahasa. Anak-anak di sana masih menggunakan bahasa daerah. Selama 3 bulan akhirnya saya bisa beradaptasi," ujar perempuan kelahiran bulan Juni tahun 1994 ini.

2. Masih banyak anak-anak pelosok yang belum bisa membaca

Cerita Mastika, Guru Asal Sumut Mendidik Anak-anak Pelosok di PapuaMastika belajar bersama dengan anak-anak di dekat pantai (dok.Mastika)

Begitu banyak suka duka yang telah Mastika lewati. Namun semua dihadapinya dengan semangat, semata daya juang tersebut ingin ia tularkan kepada ratusan muridnya.

"Namanya anak-anak apalagi masih TK, hiperaktifnya luar biasa. Dan yang saya suka adalah setiap kali mereka datang ke sekolah, tidak ada yang namanya nangis. Mereka datang bahkan dengan bergairah. Saya sangat senang karena mendapat nilai kekeluargaan di desa pedalaman," ujarnya.

Namun, tak dapat dipungkiri oleh Mastika jika belum banyak orang tua di pedalaman yang paham jika belajar merupakan suatu hal yang penting. Orang tua di sana cenderung abai terhadap pendidikan anaknya.

"Di pedalaman kita sering melihat fakta bahwa seorang anak yang sudah kelas 6 namun belum bisa membaca. Hal itu masih banyak kita temukan. Ada juga yang sudah duduk di bangku kelas menengah namun jika menulis hurufnya banyak yang tertinggal dan problem lain," aku Mastika. 

3. Ternyata mereka memiliki potensi yang sangat besar

Cerita Mastika, Guru Asal Sumut Mendidik Anak-anak Pelosok di PapuaAnak-anak murid Mastika di Papua membuat karya seni membentuk salib (dok.Mastika)

Perempuan yang berasal dari Pangururan Sumatra Utara itu selalu berupaya memberikan yang terbaik bagi anak-anak pedalaman. Mastika mengajar anak-anak TK dan membuka bimbingan belajar. 

Ada total 34 anak TK dan 150 anak SD yang ia ajar. Di pagi hari khususnya Senin sampai Jumat, Mastika mengajar anak-anak TK, sementara selasa Siang dan Jumat siang ia mengajar anak SD dan SMP.

"Ada kurikulum dari Yayasan Pesat Ministry yang jadi kendaraan saya dalam mengabdi. Terutama kami para guru pelosok diminta untuk mengajarkan nilai-nilai karakter bahkan juga kepemimpinan kepada anak-anak," kata Mastika.

Sejauh pengalamannya mengajar anak-anak pelosok, Mastika melihat besarnya potensi yang dimiliki mereka di samping keterbatasan yang dialami. Tak jarang Mastika terkejut melihat betapa kreatifnya anak-anak Papua.

"Mereka bisa buat hasil karya yang bagus. Mereka punya inisiatif yang besar bahkan tanpa kita ajari. Mereka jago melukis dan menggambar, terus membuat kerajinan topi khas Papua dari bulu burung kasuari, piring lidi, semua bisa mereka lakukan. Potensi anak-anak pelosok ternyata sangat banyak," katanya.

4. Anak-anak pedalaman benar-benar butuh sosok guru

Cerita Mastika, Guru Asal Sumut Mendidik Anak-anak Pelosok di PapuaMastika Sinurat, guru pedalaman asal Sumut yang mengabdi di perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini (dok.Mastika)

Tepat di hari pendidikan ini, Mastika mengungkapkan jika pendidikan itu sangat penting. Karena ketika kita menjadi orang terdidik, maka kita bisa merasakan menjadi manusia seutuhnya.

"Sepanjang saya mengabdi, saya melihat masih banyak anak-anak yang butuh peran guru pedalaman. Bagi kita yang rindu melihat pendidikan Indonesia semakin membaik, berkaryalah untuk bangsa dan terjunlah ke pedesaan," pesannya di hari pendidikan.

Saat ini Mastika juga dipercaya oleh yayasan Pesat Ministry memberi pembekalan kepada guru-guru yang akan di tempatkan ke pelosok negeri. Dirinya dipercaya membuat kurikulum dan mengkoordinir calon guru pedalaman selama 4 bulan sebelum diutus.

"Yang membuat saya semangat mengajar anak-anak pedalaman adalah kita juga bisa sambil belajar memahami mereka. Mengajar mereka ada susahnya dan ada gampangnya. Seperti di Kampung Telaga misalnya, anak-anak datang dari suku pedalaman untuk belajar. Di sana kita yang mendidik mereka bahkan kita juga yang sampai mencarikan mereka sekolah," pungkasnya.

Baca Juga: 5 Perampokan Bank Paling Fenomenal di Kota Medan, Mirip di Film-film

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya