Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Nazamuddin melayani nasabahnya di bengkel sampah (dok.Nazamuddin untuk IDN Times)
Nazamuddin melayani nasabahnya di bengkel sampah (dok.Nazamuddin untuk IDN Times)

“Sekolah tinggi-tinggi kok pegangannya sampah,” kalimat cemoohan ini kerap diterima Nazamuddin (31) saat door to door mengajak tetangganya menabung sampah di usaha Bengkel Sampah yang didirikannya pada Maret 2021.

Nazamuddin tak lekas marah. Menurutnya, wajar perkataan itu muncul. Langkahnya terbilang tidak lazim. Tamatan kuliah dari Jurusan Teknik Industri UIN Sultan Syarif Kasim Riau itu dianggap warga harusnya meniti karier di kota besar, mencari pekerjaan bergengsi. Namun itu urung dilakukan. Ia memilih mendirikan Bengkel Sampah, yang menurut kebanyakan masyarakat kampungnya tak lebih dari botot atau tempat pengepulan sampah.

“Jadi masih dianggap kayak apa ya, kayak tukang botot (pemulung) gitu lah saya,” kenang Nazamuddin kepada IDN Times, Minggu (16/11/2025).

Cemoohan dari masyarakat tidak membuat Nazamuddin menyerah. Tekadnya mengkristal. Dia ingin masyarakat di kampungnya, Desa Lembah Lubuk Raya, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatra Utara, memahami arti menjaga lingkungan.

“Di sini ada kebiasaan buang sampahnya ke sungai, terus limbahnya itu masuk ke perairan sawah. Jadi tercemarlah lahan pertanian,” ujarnya.

Karena terus mendapatkan penolakan, Nazamuddin putar otak. Dia melakukan pendekatan persuasif dengan bergerilya dari satu perwiritan ibu-ibu ke perwiritan lainnya yang berada di sekitar rumahnya.

Mulanya dia mendekati salah seorang koordinator perwiritan. Lalu di tengah acara, Nazamuddin meminta izin menjelaskan program Bengkel Sampahnya.

“Saya sosialisasi di pengajian setelah mendapat izin. Di situ saya laki-laki sendiri, masuk perkumpulan ibu-ibu, tapi saya percaya diri saja,” kenang Nazamuddin.

Kepada ibu-ibu yang hadir, Nazamuddin menjelaskan programnya dengan rinci. Di antaranya soal sampah bisa ditukar dengan sembako, emas, hingga paket umroh. Perlahan, dari satu dua ibu-ibu perwiritan tersebut mulai menjadi nasabah di Bengkel Sampah Nazamuddin.

Para ibu-ibu itu kemudian merasa senang. Dari sampah yang selama ini tidak berguna, mereka bisa memperoleh pendapatan 100 ribu per bulannya. Cerita para ibu perwiritan ini seperti menjadi ajang promosi gratis Bengkel Sampah Nazamuddin. Hingga setelah empat tahun berlalu, Nazamuddin memiliki total 500 nasabah.

Karena banyaknya sampah yang dikelola, Nazamuddin yang awalnya menjadikan rumahnya sebagai Bengkel Sampah kini berpindah tempat ke lahan seluas 20 x 40 meter di Desa Palopat Maria, Kabupaten Padang Sidempuan. Lahan itu disediakan Pemkot Padang Sidempuan karena dedikasi Nazamuddin dalam mengendalikan sampah.

Sudah sekitar 768 ton sampah yang dikelola Bengkel Sampah Nazamuddin

Bengkel Sampah Nazamuddin di Tapanuli Selatan (dok.Nazamuddin untuk IDN Times)

Di sana, Nazamuddin menerima 72 jenis sampah, mulai dari kertas, besi, hingga minyak jelantah. Setiap dua minggu sekali, dia mem-packing sampah seberat 8 ton bersama enam pekerjanya untuk dijual ke Medan.

Total dari upaya ini, sejak empat tahun berdiri, sudah ada sekitar 768 ton sampah yang dikelola Bengkel Sampah Nazamuddin.

Karena dampaknya semakin luas, Bengkel Sampah Nazamuddin menyiapkan 17 tempat penitipan sampah di Tapsel dan Padang Sidempuan. Upayanya ini menginspirasi banyak pihak. Kini dia memiliki 60 relawan yang membantunya mengelola sampah.

Para relawan ini memastikan penjemputan sampah tidak pernah telat dan secara mendetail mencatat tabungan sampah para nasabah.

Hal itu diikhtiarkan lantaran menabung sampah bagi para nasabah merupakan alternatif untuk menambah perekonomian.

“Ada yang menukarnya tiga bulan sekali untuk beli beras, minyak, dan lainnya. Ada juga untuk membayar uang sekolah anak,” ujar Nazamuddin.

Namun ada juga yang menabung demi mengumpulkan emas. Sejauh ini ada nasabah yang memiliki tabungan 3 gram emas dari hasil menabung sampah. Kondisi ini membuat nasabah lain terpantik untuk mengalihkan tabungan menjadi emas.

“Sejauh ini ada 150 nasabah yang mengalihkan tabungan sampah menjadi tabungan emas,” ujarnya.

Barulah di tahun 2020, alumnus UIN Sultan Syarif Kasim Riau itu berkenalan dengan pendiri Kepul, perusahaan penjualan sampah daur ulang di Kota Medan.

Dari Bengkel Sampah ini, Nazamuddin menerima Satu Indonesia Award pada tahun 2021. Penghargaan ini diberikan karena dedikasinya sebagai generasi muda yang mempunyai kontribusi positif untuk masyarakat dan lingkungannya.

Dia juga menjelaskan Bengkel Sampah yang didirikannya adalah sebuah perusahaan startup sosial yang bergerak di bidang pengelolaan sampah daur ulang terpadu berbasis teknologi.

Karenanya, ke depan dia akan mengaktifkan layanan penjemputan layaknya ojek online. Namun yang membedakan, objek yang dijemput bukan makanan ataupun pelanggan, melainkan sampah.

“Jadi penjemputan sampah sesuai request yang punya sampah,” ujarnya.

Lalu, kata dia, saat ini Bengkel Sampah juga telah memiliki alat pengubah sampah menjadi paving block. Kehadiran alat tersebut tentu menjadi nilai tambah dari bengkel sampahnya karena mampu mengubah sampah menjadi barang lebih bernilai ekonomis.

Inspirasi dari Bengkel Sampah

Nazamuddin memberi penyuluhan kepada warga (dok.Nazamuddin untuk IDN Times)

Kegigihan Nazamuddin mengedukasi warga soal lingkungan membuat guru ngaji, Sri Wahyuni (46), tertarik menjadi relawan. Awalnya Sri hanyalah nasabah Bengkel Sampah. Selama setahun bergabung, tabungannya yang tersisa tidaklah banyak, kurang lebih Rp 500.000 saja.

Namun dia melihat, dari hasil menabung sampah, lingkungan sekitar rumahnya berkurang sampahnya. Kemudian dia berpikir, bila lebih banyak warga yang menabung, pastinya lingkungan di sekitar rumahnya semakin bersih. Kemudian dia menjadi relawan dan mengajak warga sekitar rumahnya menabung sampah.

Dia juga merelakan halaman rumahnya di Desa Aek Pining, Kecamatan Batang Toru, Tapsel, menjadi tempat transit penyetoran sampah nasabah Bengkel Sampah.

Selama menjadi relawan, setiap dua minggu sekali, Sri mencatat berat sampah yang disetor para nasabah di wilayahnya sebelum dijemput truk dari Bengkel Sampah. Biasanya rata-rata ada 100 kg sampah yang disetorkan warga.

Meskipun tidak bergaji, Sri tidak pernah risau. Hatinya selalu bahagia ketika melihat para ibu rumah tangga sekitar rumahnya punya kepedulian dengan sampah. Dari mulai mengumpulkan sampah karena nilai ekonomis, kini mereka risih apabila melihat sampah berserakan.

“Biasanya mereka (ibu-ibu) asal buang sampah ke jurang. Sekarang ini para tetangga saya sudah pada tahu dampak buruk dari sampah itu,” ujarnya.

Pemuda Pelopor Peduli Lingkungan

Suasana di gudang Bengkel Sampah di Desa Palopat Maria, Kota Padang Sidempuan, Sumatera Utara, Rabu (15/10/2025)

Dedikasi Nazamuddin dalam mengendalikan sampah membuat Pemkot Padangsidimpuan melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan edukasi lingkungan. Ia kerap terlihat berpindah dari satu desa ke desa lain, atau dari satu sekolah ke sekolah berikutnya, membawa pesan sederhana namun penting harus dikelola, bukan dibuang sembarangan.

Perannya yang konsisten membuatnya dijadikan role model sosok muda yang menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan bisa dimulai dari langkah kecil.

“Makanya, untuk pengelolaan sampah kita merangkul Nazamuddin. Dalam kegiatan edukasi, Bengkel Sampah sangat aktif menggalakkan dan mengampanyekan bank sampah, baik di komunitas masyarakat maupun di sekolah. Mereka sangat aktif,” ujar Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Padangsidimpuan, Muchtar Arifin.

Agar masyarakat semakin mudah belajar soal pengendalian sampah, Pemkab Padangsidimpuan, juga menyediakan gudang, khusus pengelolaan Bengkel Sampah sejak dua tahun terakhir. Kehadiran fasilitas itu menjadi ruang belajar bersama, sekaligus pusat aktivitas lingkungan.

“Bengkel Sampah memang dihadirkan untuk mengubah perilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap sampah,” tutupnya.

Editorial Team