Jacky Raju Sembiring (kanan) berdiskusi seputar kulcapi Karo dengan teman-temannya pegiat budaya di Karo. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Jack juga bercerita soal kulcapi empat senar yang kini ditekuninya. Ternyata ada banyak pertentangan yang harus dihadapinya. Jack pernah dihujat kritik karena dianggap melanggar budaya. Lantaran, kulcapi dinilai hanyalah memiliki dua senar.
Padahal di tempat lain, banyak yang sudah melakukan transformasi alat musik tradisional daerah. Namun tidak merubah pakem dari musiknya sendiri.
“Ini sempat menjadi pergejolakan paling berat bagi saya,” tukasnya.
Di tengah pergejolakan itu, lambat laun, kepercayaan diri untuk memperkenalkan kulcapi empat senar yang diciptakannya, semakin besar. Dia mendapat dukungan dari teman-teman.
“Saya kemudian mulai bikin konten di media sosial. Terus beberapa kali perform. Nah dari situ pelan-pelan mulai teredukasi,” ujarnya.
Tidak hanya musik Karo. Jack mulai memainkan lagu-lagu tradisional etnis lain dengan kulcapinya. Termasuk lagu-lagu populer masa kini. “Awalnya saya berpikir hanya sendiri. Ternyata ketika saya perform, ada saja orang yang mengapresiasi. Respon positif ini yang membbuat saya konsisten hingga saat ini,” katanya.
Kulcapi empat senar itu sendiri bermula dari dukungan para dosennya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Saat itu, dalam tugas akhirnya, Jack menulis tentang patam-patam; komposisi musik yang dimainkan dalam berbagai upacara adat Karo. Para dosennya tertarik. Saat itu dia masih memainkan kulcapi dua senar.
Singkat cerita, dia mendapat ide untuk melakukan transformasi. Membuat kulcapi menjadi empat senar dengan fret yang lebih banyak. Kulcapi empat senar itu juga sudah didaftarkan hak ciptanya ke Kementerian Hukum dan HAM.
“Saya mau ikut kompetisi World Music di Prancis, sekitar tahun 2017. Saya buat itu untuk mengikuti itu. Saya eksplorasi. Tau-taunya, kelamaan produksi alat, saya ketinggalan festival itu. Gak jadi berangkat ke Prancis,” imbuhnya.
Dedi Sinuhaji, pegiat media sosial, tahu betul bagaimana pergejolakan yang dialaminya. Dedi menjadi satu di antara banyak teman Jack yang selalu memberikan semangat. Dedi ingin Jack terus berkarya dan melestarikan budaya Karo.
“Saya melihat, Jack ini punya potensi besar. Kita harus memberikan dukungan. Apalagi ini akan memberikan dampak positif dari upaya pelestarian budaya Karo. Sudah saatnya kita saling mengapresiasi,” kata Dedi.
Dedi juga mendorong para millennial Karo untuk terus melestarikan budaya Karo. Karena bagi Dedi, budaya terus mengalami perkembangan. “Tentunya tanpa melanggar nilai adat istiadat yang ada di dalamnya. Karo punya kebudayaan yang kaya akan nilai-nilai kehidupan. Ini harus kita jaga,” pungkasnya.