Sanggar Sungai Anak Deli menggelar pertunjukan bertajuk "Bla Bla Bla" yang singgung fakta sosial (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Lukman menjelaskan jika apa yang telah mereka sajikan adalah sebuah mahakarya yang bebas nilai. Jadi, penonton secara bebas menafsirkan apa yang menjadi pesan-pesan yang telah anak-anak Sungai Deli sampaikan. Baik itu tentang isu sosial, ekonomi, hingga politik. Mengingat esensi sastra juga merupakan sebuah karya yang bebas nilai.
“Jika diterima sebagai kritik ya silakan, tapi jika diterima sebagai saran ya silakan. Jadi gak ada terfokus bahwa drama ini memuat nilai kritik atau saran. Ini hanya ruang ekspresi kita sebagai anak muda. Jadi bebas penonton menafsirkan,” kata Lukman.
Pria yang menjadi pendiri Sanggar Sungai Anak Deli ini mengungkapkan jika penonton dapat melihat relevansi antara apa yang diceritakan dengan yang terjadi di lingkungan, khususnya kota Medan. Hal tersebut merupakan kajian dari nilai mimesis yang tak terlepas dari karya sastra, termasuk bagaimana lingkungan dapat memengaruhi sebuah karya tercipta.
“Pertunjukan tadi itu hal yang nyata tapi dikemas dalam sebuah kepalsuan. Ya, kita lihatlah seperti apa kota kita saat ini, mulai dari problem banjirnya yang gak kelar-kelar sampai sekarang, mulai dari anggota dewannya yang kita gak tahu apa yang mereka bahas, karena itu juga gak sampai ke kita masyarakat tepian sungai ini,” ungkapnya.
Melalui pertunjukan ini, Lukman ingin menghadirkan gairah dan keberanian anak muda yang sudah jarang diekspresikan melalui panggung seni khususnya seni pertunjukan.
“Mungkin kondisinya, ya, dari apa yang terjadi belakangan ini. Bahwa jarang sekali dihelat pertunjukan teater, atau diskusi terkait gedung pertunjukan, bicara fasilitas yang mewadahi, itu jarang ada. Takutnya, ya, mau gak mau gak ada juga proses kreatif yang tercipta,” tutur Lukman.