Kisah Sheila Silitonga, Penjaga Orangutan Tapanuli
Stereotip? I just don't really care about it
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times- Berawal dari penelitian. Begitulah kalimat yang mengantarkan Sheila Kharismadewi Silitonga ke hutan Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Ia memulai penelitian tentang Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) sejak 2017, hingga kemudian melanjutkan karirnya di sana.
"Saya kuliah di Institut Pertanian Bogor, angkatan 2013. Saya ambil penelitian tentang Orangutan Tapanuli pada 2017," ujar Sheila, mengawali ceritanya kepada IDN Times.
Kenapa orangutan? Bisa dibilang, kalau saya pribadi suka menelisik diri sendiri, mempertanyakan diri sebagai manusia. Ketika belajar biologi, melihat relevansi antara kera besar khususnya dengan manusia. "Karena bisa kita bilang, kedekatan kita dengan satwa itu adalah dengan kera besar ini. Jadi karena suka bertanya, kenapa hidup, kenapa begini, kenapa begitu, tertarik untuk lihat ke situ, how similar sih mereka dengan kita."
Selain itu, ketertarikan lainnya muncul karena melihat tempatnya yang menantang. Katanya, ia memang selalu tertarik pada hutan, lingkungan dan konservasi. "Jadi ketika ditawarin topik, mengingat tempatnya yang menantang dan belum terlalu banyak dieksplorasi, membuat saya tertarik untuk mengambilnya," ujarnya.
Baca Juga: Berkas Perkara Orangutan Bupati Nonaktif Terbit Diterima Kejaksaan
1. Mengenal orangutan lebih dekat
Sheila memulai penelitian di LSM Yayasan Ekosistem Lestari, Sumatran Orang Utan Conservation Programme (YEL/SOCP). Selanjutnya, ia berada di Camp Mayang, pada 2018-2020. "Saya di stasiun penelitian milik YEL/SOCP sampai 2020 akhir," ujarnya.
Setelah itu, ia kemudian pindah divisi yang berfokus pada survey biodiversity dan monitoring pada 2021. Hingga kini, ia ditugaskan di divisi penelitian dan pengembangan, khususnya untuk konservasi ex situ dengan fokus program reintroduksi dan rehabilitasi orangutan.
"Jadi kalau dulu saya bekerja di in situ atau diproteksi habitatnya, sekarang lebih banyak bekerja untuk rehabilitasi orangutan. Saya fokus di desain survei, data analisis, khususnya untuk konservasi ex situ," kata Sheila.
"Biasanya kita dititipkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), orangutan yang disita oleh BKSDA dari kebun binatang, jadi kita rehabilitasi sampai bisa dilepasliarkan kembali," tambahnya.
Dikatakan Sheila, sampai saat ini orangutan masih masuk rehabilitasi, artinya mereka (orangutan) tidak terlalu aman di habitatnya. Di Batang Toru, Tapanuli Selatan, masalahnya dari dulu sama, pembukaan lahan dan deforestasi.
Baca Juga: Vonis Satu Tahun Remaja Penjual Orangutan Tidak Berkeadilan Ekologi