TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Sineas Medan Bangkit saat Pandemik, Berkarya lewat Dokumenter

Dukungan dari pemerintah daerah bikin bernapas lagi

Dok.Pribadi/IDN Times

Medan, IDN Times- "Jantung kami berhenti, tiba-tiba kayak kena serangan jantung. Kemudian pertengahan 2020 itu pandemik COVID-19 semakin ganas, entah apa yang terjadi. Semuanya menghabiskan uang tabungan, sedih ya, kami semua begitu. Semua udah harap-harap cemas aja, kerja gak ada," ungkap Andy Siahaan, seorang sineas di Medan kepada IDN Times, Jumat (25/3/2022).

Pernyataan itulah yang menggambarkan kondisi terpuruk para sineas di Medan akibat pandemik COVID-19. Virus ini memang memukul semua sektor, termasuk industri kreatif perfilman. Meskipun berada di tengah ketidakpastian, para sineas tetap berusaha melahirkan karya-karyanya.

1. Berkarya lewat rekam pandemik

Dok.Pribadi/IDN Times

Andy Siahaan, salah satu sineas di Medan mengungkapkan ada sejumlah tantangan yang dialami, seperti tidak bebas dalam ruang gerak di masa pandemik. Meskipun demikian, Andy bersama para sineas lainnya tetap melanjutkan karya-karyanya. Salah satu karya yang digarap adalah Rekam Pandemik. Dalam project itu, ada 10 sineas yang dilibatkan untuk merekam cerita perubahan perilaku masyarakat akibat pandemik COVID-19.

"Di Asosiasi Dokumenteris Nusantara (ADN) Medan, kita dapat program Rekam Pandemik dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada 10 orang termasuk aku," ujar Andy.

Baca Juga: Film Parherek Masuk Nominasi FFI 2021, Wagub Sumut: Membanggakan!

2. Rampungkan film PARHEREK dan berhasil masuk lima besar nominasi FFI 2021

Dok.Pribadi/IDN Times

Dua tahun pagebluk, Andy melanjutkan karya yang telah digarap selama dua tahun sebelumnya. Selaku Director of Photography yang disutradarai oleh Onny Kresnawan serta produser dr Ria Telaumbanua M.Kes, ia terlibat produksi film dokumenter panjang berjudul PARHEREK. 

Film itu menceritakan kepedulian Abdulrahman Manik (Detim) terhadap habitat satwa kera dan siamang di kawasan Sibaganding, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara.

"Kami melihat keunikan di Detim, dia bisa panggil kera dengan terompet yang diteruskan ayahnya Umar Manik. Dia juga mengedukasi warga sekitar dan pendatang untuk tidak memberi makan di pinggir jalan," ujarnya.

Keunikan lain yang coba disampaikan dalam film tersebut, kata Andy, dedikasi Detim terhadap satwa yang terancam punah tersebut. Berbekal pendapatan bulanan dan donasi dari sosial media, Detim mencoba untuk memberikan pakan untuk keberlangsungan hidup siamang.

"Kami lihat dedikasinya untuk kera-kera itu, kita angkat ceritanya. Dia juga live facebook untuk memberitahukan keberadaan kera-kera itu di mata orang lebih luas. Dari sana ada yang donasi tapi tetap kurang untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari dan kera-kera itu. Kemudian kita edukasi dia menggunakan YouTube, dan berhasil monetisasi," tambahnya.

Hingga pada 2021, film ini berhasil masuk lima besar nominasi Film Festival Indonesia (FFI) 2021.

Selama produksi film PARHEREK, Andy mengaku mengalami sejumlah hambatan yang menyebabkan para timnya sulit beradaptasi dengan keadaan di lapangan. Apalagi area syuting di Sibaganding sempat ditutup karena pandemik.

Lantaran semangat agar film itu rampung dan ingin memberikan pesan masyarakat terkait dengan kecintaan satwa, Andy dan para timnya berupaya maksimal dengan menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap ekosistem di kawasan Siamang.

"Di tahun pertama kami intens produksi, kemudian di tahun ketiga produksi ada pandemik. Banyak momen penting yang kita missing (hilang) ketika aturan tidak menentu. Kami mau kunjungan juga ragu-ragu, kami tidak dapat kejelasan. Bagaimana protokol kesehatannya. Saat 2020 itu banyak halangan," ujar pria kelahiran 11 Agustus 1987 itu.

Momentum ditutupnya kawasan itu juga tidak luput dari pengambilan gambar. Andy mencoba menyampaikan bagaimana pandemik membuat banyak aktivitas tak ada yang berjalan normal di area Sibaganding.

"Tapi momen itu tetap kita rekam karena itu bagian dari dokumenter, dengan mengambil kisah yang ada," sambungnya.

3. Bantuan pemerintah cukup memadai untuk sineas di Medan

Dok.Pribadi/IDN Times

Upaya untuk menghidupkan industri film tanah air karena kondisi pandemik menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah juga telah memberikan perhatian kepada para sineas lokal, dengan memberikan ruang dan pendanaan untuk berkarya. Kata Andy, dukungan juga diberikan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk Film PARHEREK. 

"Memang awalnya film itu kolektif, tapi pada tahap pasca-produksi kita dapat dukungan dari pihak pemerintah dan TPL," ujarnya.

Ia juga mengakui bantuan pemerintah lewat dana hibah untuk pembuatan film dokumenter di daerah cukup memadai. Akan tetapi anggaran tersebut tidak didapatkan dengan mudah.

"Dana hibah itu diberikan untuk saling kolaborasi, pemerintah membuka ke publik. Lalu sebisanya dikerjakan," ujarnya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kesempatan kepada para sineas di Medan untuk terlibat produksi film dokumenter pendek lewat program Rekam Pandemik. Tak sampai di situ, pada 2021, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga memberi dukungan lewat Fasilitasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Industri Film Indonesia.

"Kami sedikit bernapas karena peraturan udah mulai longgar, dorongan pemerintah pusat lewat PEN untuk bidang film juga ada," tambahnya.

Tanpa bantuan tersebut, sulit bagi para sineas untuk berkembang. Selain masalah pendanaan, dukungan pemerintah untuk memberikan ruang kreasi dan pemberdayaan sumber daya manusia para sineas dibutuhkan untuk memunculkan sineas-sineas baru di kota Medan.

"Medan itu kan tidak seperti Jakarta. Kemudian, Padang, Yogyakarta, dan Aceh lebih berkembang saat ini. Tapi melihat itu kita gak patah arang, walaupun awal-awal industri film nasional, Medan itu jadi kiblat pada tahun 1960-an," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia berharap kepada para pelaku perfilman agar turut mendukung lahirnya para sineas perfilman di Medan. Apalagi jika mengingat pada 1960-an, para sineas di Medan mengalami kejayaan.

"Ayo kita rangkul, kita perkenalkan dunia film ini agar mereka tertarik. Banyak sutradara besar yang berasal dari Medan tapi belajar di luar dan tidak mau lagi kembali ke Medan ini. Seperti aku? aku belajarnya ke mana, harus jadi buruh dulu baru kenal dunia ini," ujar Andy.

Baca Juga: Kisah Madhiro Eiji, Eks Fotografer yang Ahli Memprediksi Masa Depan

Berita Terkini Lainnya