TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Alween Ong, Dilarang Ikut Kompetisi Bulu Tangkis Karena Kidal

Alami trauma hingga bangkit jadi creativepreneur

ilustrasi bulu tangkis atau badminton. Pexels/Eric Anada

Medan, IDN Times- Seseorang yang menggunakan tangan kiri dalam beraktivitas dianggap kurang sopan di lingkungannya. Sehingga seringkali seseorang yang dari kecil terbiasa menggunakan tangan kiri harus memaksa diri menggunakan tangan kanannya, meski tak terbiasa dan tak merasa nyaman.

Seperti yang dialami Alween Ong, seorang creativepreneur asal Medan, memiliki pengalaman terlahir menjadi orang kidal. Bukan hal mudah menjadi satu di antara puluhan teman-temannya yang terbiasa menggunakan tangan kanan dalam keseharian.

Baca Juga: Waspada, Ini Daftar Judi Online yang Markasnya Digerebek Polda Sumut

1. Patah asa dilarang ikut kompetisi bulu tangkis karena kidal

Istimewa/Alween Ong

Kepada IDN Times, Alween menceritakan pengalaman buruk saat ia duduk di bangku kelas enam Sekolah Dasar. Ia mendapat pernyataan menghakimi dari guru olahraganya. Kala itu, kemampuannya untuk mengikuti kompetisi bulu tangkis diragukan.

"Aku dulu menutupi kidal karena dianggap aneh. Dilarang ikut bulu tangkis, akhirnya jadi gak ikut kompetisi. Dinilai gak kompeten, kalau menggunakan tangan kiri itu bolanya gak ketebak ke arah mana," cerita Alween.

Dengan adanya perlakuan itu, Alween mengaku patah asa dan sempat trauma. Hal itu pula yang menghentikan niatnya untuk mengikuti kompetisi serupa.

"Jadi semenjak itu, gak menekuni bulu tangkis. Saat itu masih anak-anak jadi semangatnya langsung turun ya, karena kidal gak boleh main," ujarnya.

2. Merasa tenaga tangan kiri lebih kuat

unsplash.com/Kelly Sikkema

Tak mau berlama-lama terpuruk, Alween memilih bangkit karena adanya dukungan dari orangtua. "Mama bilang gak apa apa, belum jalannya, nanti coba lagi yang lain. Gak harus dipaksa ke kanan lah. Kita kan masing-masing punya tenaga entah itu di kanan atau kiri, kita gak harus memaksa sama dengan orang lain," ucap Alween. 

Meskipun Alween telah mendapat dukungan dari ibunya. Ia tak memungkiri, perlakuan itu berpengaruh kepada aktivitas kesehariannya. Dalam keseharian, Alween berusaha menyesuaikan diri dengan orang sekitarnya menggunakan tangan kanan dan kiri. 

"Dari itu, akhirnya aku menggunakan dua tangan, balance. Menulis itu tangan kiri, tapi lihat teman pakai tangan kanan jadi ikut. Tapi untuk bergerak dan mengangkat barang itu aku dominan kiri karena tenaga tangan kiri lebih kuat," tuturnya. 

3. Perubahan ke kanan, gak nyaman awalnya

ilustrasi bulu tangkis atau badminton. Pexels/Eric Anada

Diakui Alween, dalam kesehariannya ia masih lebih nyaman menggunakan tangan kiri, seperti menyetir mobil dan megang mikrofon jika sedang berbicara di depan umum. Namun untuk beberapa kegiatan, ia harus menyesuaikan kondisi. 

"Perubahan ke kanan, gak nyaman awalnya. Untuk beberapa hal, tiba-tiba tanpa sadar kita menggunakan tangan kiri saat menyalam atau memberi sesuatu kepada orang. Tapi sekarang menyesuaikan, jadi balance aja. Kalau salaman itu tangan kanan," ceritanya.

Dengan memiliki pengalaman itu, kata Alween, ia semakin terbiasa untuk mengamati sekitarnya. Ia mengajak semua orang untuk lebih aware dengan perbedaan.

"Amati lah orang di sekitar. Kadang-kadang yang kidal kesulitan untuk menyesuaikan diri, respect aja. Kalau misalnya olahraga menggunakan tangan kiri ya why not. Selama itu digunakan untuk kegiatan positif. Gak harus semua sama," katanya

"Orang itu kan gak biasa melihat orang yang menggunakan tangan kiri dalam aktivitas sehari-hari. Kalau kita kasih sesuatu dengan tangan kiri iru dianggap gak sopan. Tapi kalau pada dasarnya orang itu menggunakan tangan kiri, maka akan sulit mengubah kebiasan itu," sambungnya. 

Baca Juga: 10 Ninja Terkuat di Mortal Kombat Berdasarkan Cerita Game

Berita Terkini Lainnya