Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Prayugo Utomo
IDN Times/Prayugo Utomo

Intinya sih...

  • Nama Ritual Sama Persis dengan Nama Penunggunya

  • Wujud 'Sarilala' Dipercaya Mirip Meteor Berjalan

  • Tujuannya Bukan Sekadar 'Menolak Bala', tapi 'Berkomunikasi'

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Gunung Sinabung di Tanah Karo Sumatera Utara, tidak hanya dikenal karena aktivitas vulkaniknya. Di balik kegagahannya, gunung ini juga menyimpan kekayaan budaya masyarakat yang hidup harmonis di sekitarnya. Dari kedekatan hidup mereka dengan alam, lahirlah beraneka ragam tradisi yang khas dan menarik untuk kita ketahui.

Di antara ragam budaya tersebut, ada satu ritual yang namanya mungkin akan membuatmu terkejut, ritual tersebut bernama Sarilala. Sarilala merupakan Upacara dan sebuah tradisi yang sarat akan makna serta kearifan lokal.

Namun, di balik namanya yang unik, upacara Sarilala ini menyimpan lapisan makna tentang cara manusia memandang alam. Penasaran apa saja fakta menarik di baliknya? Yuk, kita bedah satu per satu!

1. Nama Ritual Sama Persis dengan Nama Penunggunya

IDN Times/Prayugo Utomo

Keunikan utama dari ritual ini terletak pada namanya. Nama "Sarilala" ternyata bukan hanya merujuk pada upacaranya, tetapi juga nama entitas gaib yang dipercaya menjadi penunggu Gunung Sinabung. Ini adalah fakta paling mendasar yang menjadi inti dari keseluruhan ritual.

Jadi, saat masyarakat Karo melaksanakannya, mereka tidak sedang melakukan ritual "tolak bala" biasa. Mereka sedang membangun dialog yang sangat personal, ditujukan khusus untuk menenangkan entitas bernama Sarilala. Sebuah intervensi yang spesifik dan penuh hormat.

Cara pandang ini sangat menarik. Ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal melihat gunung bukan sekadar objek alam yang mati, melainkan sebagai sebuah ‘subjek’ yang memiliki identitas, kekuatan, dan bahkan nama yang perlu dihormati.

2. Wujud 'Sarilala' Dipercaya Mirip Meteor Berjalan

Dok/Fitra Yusdar

Kamu mungkin membayangkan wujud penunggu gunung sebagai sosok seram atau monster. Akan tetapi, dalam kepercayaan masyarakat Karo, Sarilala justru dideskripsikan dengan cara yang tidak terduga dan terdengar lebih puitis.

Menurut kepercayaan setempat, kemunculannya termanifestasi sebagai fenomena alam berupa "meteor dan obor berjalan" di sekitar hutan di kaki gunung. Fenomena inilah yang dianggap sebagai pertanda atau sinyal bahwa bencana erupsi akan segera datang, sehingga ritual persembahan harus segera dilakukan.

Pemilihan wujud ‘obor’ dan ‘meteor’ ini penuh makna. Keduanya berhubungan dengan elemen api, sebuah kekuatan alam dahsyat yang bisa menghangatkan sekaligus menghancurkan. Ini adalah simbol sempurna untuk kekuatan gunung berapi yang dihormati sekaligus ditakuti.

3. Tujuannya Bukan Sekadar 'Menolak Bala', tapi 'Berkomunikasi'

ilustrasi lilin menyala (pexels.com/Being.the.traveller)

Meskipun tujuannya untuk mencegah bencana, esensi Sarilala lebih dalam dari sekadar 'menolak bala'. Ritual ini adalah sebuah upaya sadar untuk ‘berkomunikasi’ dan ‘bernegosiasi’ dengan kekuatan alam yang menguasai gunung.

Melalui sesaji dan doa-doa yang dipanjatkan, masyarakat pada dasarnya sedang mencoba membangun kembali dialog. Mereka memohon maaf atas kesalahan manusia yang mungkin telah merusak alam, sembari meminta agar harmoni antara manusia dan gunung dapat dipulihkan.

Inilah bentuk kearifan ekologis yang luar biasa. Alam tidak dilihat sebagai objek untuk dieksploitasi, melainkan sebagai subjek setara yang bisa diajak bicara. Sebuah pandangan yang sebenarnya sangat relevan di zaman sekarang.

4. Dipimpin oleh 'Juru Kunci' Khusus Bernama Guru si baso

Erupsi Gunung Sinabung (Dok. KESDM, Badan Geologi, PVMBG)

Upacara sakral seperti ini tentu tidak bisa dipimpin oleh sembarang orang. Prosesi Sarilala harus dipandu oleh seorang figur spiritual khusus yang memiliki pengetahuan mendalam, yang disebut Guru si baso atau Guru Mbelin.

Guru si baso berperan sebagai medium atau jembatan antara dunia manusia dengan dunia roh. Merekalah yang dipercaya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan leluhur dan penunggu gunung, menafsirkan tanda-tanda alam, dan memastikan permohonan tersampaikan dengan benar.

Peran mereka lebih dari sekadar pemimpin ritual. Sosok Guru si baso adalah penjaga tradisi dan pengetahuan sakral. Keberadaan mereka memastikan nilai-nilai luhur komunitas terus diwariskan dari generasi ke generasi.

5. Bangkit Kembali Setelah Erupsi Dahsyat 2010

IDN Times/Prayugo Utomo

Meski merupakan tradisi kuno, relevansi ritual Sarilala justru kembali menguat di era modern. Masyarakat setempat kembali menjalankan ritual ini pasca letusan dahsyat Gunung Sinabung di tahun 2010, yang mengakhiri masa dormannya selama berabad-abad.

Bencana dahsyat tersebut menjadi pengingat yang kuat. Bagi masyarakat Karo, erupsi bukanlah sekadar fenomena geologis, melainkan sebuah pesan untuk kembali menjaga hubungan harmonis dengan alam dan para leluhur.

Kebangkitan ritual ini menunjukkan betapa luwesnya sebuah kepercayaan. Di tengah penjelasan ilmiah tentang vulkanologi, kearifan lokal tetap menyediakan ruang dalam memaknai bencana dan memperkuat ikatan komunal. Tradisi ini pun terbukti mampu beradaptasi dan tetap relevan sampai saat ini.

Itulah beberapa fakta unik di balik ritual Sarilala. Bukti nyata bagaimana kearifan lokal mampu bertahan sebagai cara sebuah komunitas untuk memahami dan hidup berdampingan dengan alam. Kearifan seperti ini adalah kekayaan bangsa yang luar biasa, sebagai ragam yang tumbuh bersama kita.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team