Bagi orang Batak, merantau atau meninggalkan kampung halaman (bona pasogit) bukan sekadar soal pindah tempat tinggal. Ini adalah sebuah ritual budaya, sebuah perjalanan untuk menempa diri, mencari pendidikan, dan mengangkat derajat keluarga.
Di balik semangat merantau yang membara ini, ada sebuah kompas hidup yang dipegang teguh: filosofi Hamoraon (kekayaan), Hagabeon (keturunan yang sukses), dan Hasangapon (kehormatan). Tiga pilar inilah yang mendorong mereka bekerja keras dan pantang menyerah di mana pun mereka berada.
Lalu, bagaimana mereka bertahan di negeri orang yang asing? Jawabannya ada pada punguan, atau perkumpulan. Jauh dari keluarga, punguan menjadi rumah kedua, sebuah jaring pengaman sosial yang mereplikasi sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu (tungku berkaki tiga) yang sakral. Ini bukan sekadar arisan, melainkan wadah untuk melestarikan adat, saling menolong, dan menjaga identitas.
Dari ribuan punguan yang tersebar di seluruh dunia, ada beberapa yang tumbuh menjadi organisasi raksasa dengan jangkauan dan pengaruh yang luar biasa. Mereka tidak hanya menjadi tempat berkumpul, tetapi juga menjadi duta budaya dan kekuatan sosial di panggung global. Inilah empat di antaranya yang paling menginspirasi.