Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kakak beradik (pexels.com/Vika Glitter)

Bagi banyak orang, menjadi anak kedua dalam keluarga sering kali dianggap sebagai posisi yang unik, bahkan penuh dinamika. Anak kedua sering dijuluki sebagai anak tengah yang berada di antara kakak yang lebih dewasa dan adik yang dianggap lebih muda atau membutuhkan perhatian khusus. Posisi ini tidak jarang menempatkan anak kedua dalam situasi yang cukup kompleks.

Walaupun tidak semua pengalaman anak kedua sama, banyak yang merasakan bahwa peran mereka sering kali luput dari perhatian, bahkan dalam keluarga sendiri. Fenomena ini sering disebut dengan istilah middle child syndrome.

Artikel ini akan membahas empat tantangan utama yang sering dihadapi oleh anak kedua, sekaligus memberikan gambaran mengapa posisi ini penuh warna tetapi juga menantang.

1. Kurangnya perhatian karena berada di tengah

Ilustrasi kakak beradik (pexels.com/Vika Glitter)

Sebagai anak kedua, posisi di tengah sering membuat perhatian orang tua terpecah. Kakak biasanya mendapatkan perhatian lebih karena dianggap sebagai anak sulung yang membawa tanggung jawab besar, sementara adik sering dipandang sebagai si kecil yang perlu dilindungi. Akibatnya, anak kedua kerap merasa terabaikan dalam dinamika keluarga.

Kurangnya perhatian ini tidak jarang memicu rasa kesepian atau bahkan perasaan kurang dihargai. Anak kedua mungkin harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan pengakuan dari orang tua atau keluarga. Dalam beberapa kasus, hal ini justru menjadi motivasi bagi anak kedua untuk mandiri sejak dini.

Namun, di sisi lain, situasi ini juga membuat anak kedua lebih kreatif dalam mengekspresikan diri. Mereka cenderung mencari cara sendiri untuk menunjukkan keberadaan mereka, baik melalui prestasi maupun hobi yang unik.

2. Tuntutan menjadi penengah dalam konflik keluarga

Editorial Team

Tonton lebih seru di