Nama Tembakau Deli pernah mendunia. Namun bagi Masyarakat Indonesia, khususnya Sumatera Utara mungkin tak banyak yang pernah melihat langsung wujudnya, apalagi mencicipi rasanya saat sudah diolah menjadi Cerutu.
Ya, Tembakau Deli pernah menjadi komiditi ekspor idola dari Indonesia, di bawah pengelolaan Belanda. Bisa dibilang Daun Tembakau Deli adalah pembungkus cerutu paling favorit di dunia pada abad ke-19 karena aromanya yang khas. Pada tahun 1896, penjualan 190.000 bal tembakau Deli di Amsterdam menghasilkan 32 juta gulden. Jika dikonversi ke uang saat ini, sekitar 450 juta dolar AS.
Pelopor penjual dan perintis Perkebunan Tembakau Deli adalah Jacob Nienhuys, warga negara Belanda yang datang ke Labuhan Deli, Sumatera Utara dan membawa bibit tembakau pada 1863. Meski bibitnya berasal dari Belanda, namun aroma Tembakau yang ditanam di Sumut punya aroma berbeda.
Berkat dirinya, total penjualan tembakau Deli yang dicapai oleh perkebunan kolonial dari tahun 1864 hingga 1938 mencapai 2,77 miliar Gulden, atau jika dikonversi ke mata uang saat ini adalah sekitar 40 miliar dolar AS. Wow, fantastiskan! Tak heran jika Nasrul Hamdani pernah menulis buku soal Tembakau Deli dengan judul ‘Pohon Berdaun Emas dari Sumatera’.
Peminatnya memang masyarakat ekonomi kelas atas di Eropa, Amerika, Brazil, hingga Kuba. Aroma yang khas dengan rasa sangat berbeda dari tembakau pada umumnya membuatnya sangat diburu para penikmat cerutu di dunia. Bahkan pekerja di Perkebunan Tembakau Deli di masa lampau belum tentu pernah mencicipi rasanya.
Namun kejayaan Tembakau Deli meredup. Melansir dari pemkomedan.go.id, kemunduran pasar tembakau terjadi pada tahun 1891 di mana pasar dunia mengalami peningkatan penawaran karena kenaikan produksi tembakau Deli. Lalu UU tarif bea masuk impor tembakau ke negeri Paman Sam, Amerika Serikat dinaikkan.
Dari faktor di atas menjadi momok kemunduran eksistensi tembakau Deli dan akhirnya beberapa lahan mulai tutup sebagian. Pada tahun 1890 sampai 1894, sebanyak 25 perusahaan tembakau ditutup. Namun, tak berhenti di situ, rupanya ada peluang yang baik di pasar dunia seperti tembakau yaitu komoditas karet.
Pada tahun 1906, telah terjadi penanaman karet secara masif di daerah Serdang. Hal ini disebabkan sudah mulai berkurangnya lahan tanaman tembakau. Meski tak popular lagi, di bawah PTPN II, kebun Tembakau Deli di Sumut tetap bertahan meski tidak begitu produktif.
Puncaknya pada 2019, Kebun Tembakau Deli tak dilanjutkan oleh PTPN II. Manager SEVP Operation PTPN II, Edy Marlon menyebut butuh ekstra kerja keras untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas Perkebunan Tembakau Deli.