Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Para kuli kontrak menyortir daun tembakau di perusahaan Bandar Klippa di Deli, Sumatera Utara, 1894. Mandor Belanda mengawasi mereka. (Koleksi Tropenmuseum)

Medan, IDN Times – Rasisme ternyata bukan hanya persoalan di era modern saat ini. Di era penjajahan, rasisme berkembang.

Di Sumatra Utara misalnya, rasisme terjadi saat kolonial membangun perkebunan. Budiman Minasny, Professor in Soil-Landscape Modelling, University of Sydney mengungkapnya dalam tulisan yang dipublikasi The Conversation.

Perdagangan budak di era kolonial disebut sebagai istilah kuli kontrak. Minasny sudah melakukan riset mengenai tannah di Sumatra Utara dan mempelajari banyak riset yang dilakukan di zaman kolonial untuk mengetahui jenis tanah di daerah Deli.

Medan yang terkenal dengan tembakau Delinya ternyata menyimpan jejak kelam. Minasny menemukan banyak korban manusia untuk mengembangkan perkebunan di Sumatra Utara. Rasisme dan perbudakan terjadi secara besar-besaran di perkebunan yang dikelola oleh perusahaan kolonial.

Dampak kuli kontrak juga masih bisa dirasakan sampai sekarang dengan keturunan para buruh yang masih tinggal di perkebunan yang tidak pernah terlepas dari stigma kuli kontrak.

1. Ada patung di titik nol Kota Medan sebagai monumen kejayaan kuli kontrak

Kantor Pos Medan. Air mancur Nienhuys didirikan pada 1915 di depan kantor pos untuk mengenang Jacob Nienhuys. Monumen air mancur tersebut dihancurkan pada 1958. (Koleksi Tropenmuseum)

Sejarah perbudakan di Sumut memang menjadi hal langka yang dibicarakan umum. Banyak kasus kekerasan yang terjadi hingga memakan nyawa. Sampai akhir abad ke-20, pemerintah Belanda tidak pernah mempersoalkan kekerasan pada zaman kolonial.

“Padahal, fakta perbudakan dan rasisme itu jelas sekali,” tulis Minasny dalam artikelnya.

Medan yang dikenal sebagai kota perdagangan pada awal abad 20, pernah mendirikan dua monumen untuk memperingati kejayaan pedagang budak. Pada 1915, monumen air mancur di depan Kantor Pos Medan didirikan untuk memperingati Jacob Nienhuys sebagai “perintis” perkebunan Deli.

Monumen air mancur itu berada di depan kantor Pos Medan. Dikenal sebagai titik nol Kota Medan.

Pada 1928, patung Jacob Theodoor Cremer didirikan di depan gedung kantor Asosiasi Perkebunan Deli (sekarang rumah sakit militer Putri Hijau) dengan tulisan “Cremer, 1847-1923. Pendiri perkebunan tembakau Deli, pendiri perusahaan kereta api di Deli, pejuang yang tak kenal lelah untuk kepentingan negara perkebunan ini”.

Patung Cremer Kuli diresmikan pada 1928 di depan kantor Deli Planters Vereeniging, sekarang rumah sakit Militer Putri Hijau di Medan. Koleksi Kolonial Monumenten.

“Kedua monumen ini sudah tidak ada lagi, tapi warisan kuli kontrak dari kedua tokoh kolonial ini masih dapat dirasakan sampai saat ini di Sumatera Utara,” lanjut Minasny.

2. Cerita mula kuli kontrak di Tanah Deli

Editorial Team