Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Permainan tradisional egrang. Foto: Kemendikbud
Permainan tradisional egrang. Foto: Kemendikbud

Masih ingat serunya lari-larian di halaman rumah sampai magrib? Atau baru mau pulang kalau udah dijemput emak? Anak 90-an memang punya segudang cerita nostalgia.

Buat kamu generasi 90-an, pasti kangen banget sama masa-masa sebelum ada gawai dan internet. Dulu, sumber kebahagiaan kita sederhana, halaman rumah yang luas, teman-teman yang heboh, dan permainan tradisional yang serunya gak ada obat! Sumatera Utara, dengan kekayaan budayanya, punya segudang permainan legendaris yang sekarang sayangnya sudah sangat jarang kita lihat. 

Permainan ini bukan cuma soal seru-seruan. Di dalamnya tersimpan banyak pelajaran, kerja sama, kejujuran, strategi, hingga kreativitas. Bagi para pelaku (anak 90-an), ini adalah historis indah yang melekat seumur hidup.

Yuk, kita flashback, menengok kembali 7 permainan khas Sumatera Utara yang jadi saksi bisu serunya masa kecil kita!

1. Margala/Marcabor, Gobak Sodor Versi Sumut yang Dulu Jadi Ajang Cari Jodoh!

Suasana meriah pertandingan Porseni Yayasan Don Bosco “MARGALA” tingkat SMP di SMAS Katolik Trisakti Medan(instagram.com/smakatoliktrisaktimedan1)

Kamu pasti tahu Gobak Sodor. Di Sumatera Utara, khususnya di kalangan etnis Batak Toba, permainan ini disebut Margala atau Marcabor. Aturannya mirip, tapi punya sentuhan khas yang membuatnya spesial. Ini adalah adu strategi dan kelincahan antara dua tim di sebuah lapangan bergaris.

Secara historis, permainan ini punya gengsi tersendiri. Konon, Margala dulunya adalah hiburan resmi di lingkungan para raja Batak. Bahkan, saat bulan purnama (rondang bulan), permainan ini jadi momen yang ditunggu-tunggu para remaja karena sering dijadikan ajang untuk saling kenal dan mencari jodoh! Bayangkan, seru-seruan sambil cari gebetan, siapa yang tidak mau?

Cara mainnya simpel tapi butuh strategi jitu. Lapangan permainan digambar di tanah, biasanya terdiri dari empat sampai enam kotak. Tim penjaga bertugas di setiap garis untuk menghalangi lawan.

Sementara itu, tim penyerang harus super gesit dan cerdik mencari celah untuk lewat tanpa tersentuh. Tim penyerang menang jika berhasil menembus semua garis dan kembali utuh ke markas. Misi sederhana ini menguji segalanya: kekompakan, kecepatan, dan strategi tim.

2. Pocak Piring & Lempar Sandal, Bukti Kreativitas Anak 90-an Gak Ada Matinya

Anak-anak antusias memainkan permainan tradisional “pecah piring” di lapangan sekolah. Permainan khas Medan ini mengajarkan kerja sama tim, strategi, dan ketangkasan (instagram.com/alfaomegaindonesia)

Ini dia permainan yang super dinamis dan penuh adrenalin! Pocak Piring (Pecah Piring) menantang tim penyerang untuk merobohkan tumpukan pecahan piring atau batu dengan bola kasti, lalu menyusunnya lagi. Begitu tumpukan roboh, kekacauan yang seru pun dimulai.

Fleksibilitasnya luar biasa. Di kota seperti Medan, permainan ini berevolusi menjadi Lempar Sandal! Benar, tumpukan batu diganti tumpukan sandal jepit milik pemain. Ini bukti nyata kreativitas anak zaman dulu itu next level. Mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memanfaatkan apa pun untuk menciptakan keseruan.

Aturannya simpel: kena lemparan bola, kamu 'mati'. Tim penyerang harus menyusun kembali tumpukan sebelum semua anggotanya tumbang. Kemenangan ditentukan oleh kecepatan, akurasi lemparan, kelincahan menghindar, dan tentu saja, kerja sama tim yang solid.

3. Marsitukkel, Egrang Khas Batak yang Penuh Filosofi Hidup

Permainan tradisional egrang. Foto: Kemendikbud

Nasional mengenalnya sebagai Egrang. Di tanah Batak Toba, namanya Marsitukkel. Permainan berjalan di atas dua tongkat bambu tinggi ini bukan cuma soal adu cepat dan keseimbangan. Lebih dari itu, Marsitukkel adalah pelajaran hidup yang diajarkan dengan cara paling seru.

Di balik tantangan fisiknya, Marsitukkel menyimpan filosofi mendalam. Permainan ini mengajarkan bahwa untuk mencapai sesuatu yang tinggi, kita butuh tekad kuat dan keberanian melangkah tanpa ragu. Jatuh itu biasa. Yang terpenting adalah kemauan untuk bangkit dan mencoba lagi. Persis seperti perjalanan hidup kita, kan?

Untuk mahir, anak-anak harus menaklukkan rasa takutnya. Berdiri di atas dua tongkat bambu jelas butuh konsentrasi dan keseimbangan prima. Biasanya, permainan ini dilombakan. Anak-anak akan beradu cepat mencapai garis finis, menciptakan suasana riuh dan penuh semangat. Momen inilah yang melatih kegigihan, sportivitas, dan keberanian.

4. Marsipatu Hoda, Saat Tempurung Kelapa Jadi Sepatu Balap Paling Hits

Anak-anak di sebuah perkampungan asyik bermain tradisional marsipatu hoda (terompah batok kelapa) di jalanan. Permainan sederhana ini mengajarkan keseimbangan dan kebersamaan di tengah gempuran gawai.(wikimedia.org)

"Bersepatu kuda" adalah arti harfiah Marsipatu Hoda. Nama yang sempurna untuk permainan super kreatif ini. Modalnya hanya dua tempurung kelapa kering yang dilubangi dan diberi tali. Dari situ, anak-anak bisa merasakan sensasi balapan yang seru dan penuh tawa. Inilah contoh sempurna bagaimana limbah organik bisa menjadi mainan tak terlupakan.

Permainan ini populer karena sederhana. Pemain hanya perlu berdiri di atas tempurung, memegang erat talinya, lalu berlari secepat mungkin. Suara "klotak-klotak" dari tempurung yang beradu dengan tanah menciptakan irama khas seperti derap langkah kuda, menambah keseruan permainan.

Aturannya unik dan sedikit kejam. Siapa yang finis terakhir? Ia harus rela menyerahkan satu 'sepatu' tempurungnya kepada pemenang. Aturan ini tak hanya menambah bumbu kompetisi, tapi juga mengajarkan sportivitas. Selain melatih kekuatan otot kaki, permainan ini adalah pelajaran berharga tentang kreativitas dan semangat pantang menyerah.

5. Marhuta-huta, Main Peran Paling Kompleks yang Melatih Jadi Orang Dewasa

Anak-anak menikmati permainan tradisional jual-jualan di bawah pohon rindang. Dengan peralatan sederhana dari barang bekas, mereka berperan sebagai penjual dan pembeli sambil berkreasi dengan pasir, daun, dan kertas bekas. Sumber gambar: tablemat.wordpress.com

ni bukan sekadar main masak-masakan biasa. Marhuta-huta (berkampung-kampung) adalah simulasi kehidupan sosial yang sangat kompleks dan edukatif. Dalam permainan ini, anak-anak menciptakan miniatur masyarakat lengkap dengan dinamika sosial dan ekonominya. Inilah role-playing game versi dunia nyata yang paling canggih pada masanya.

Setiap anak memilih perannya. Ada yang jadi pedagang, dokter, guru, hingga polisi. Propertinya diambil dari alam. Daun-daunan disulap menjadi uang, sementara ranting dan batu menjadi barang dagangan. Interaksi jual-beli pun terjadi, melatih negosiasi sejak dini.

Kejeniusan Marhuta-huta terletak pada skenarionya yang muncul secara spontan. Ada yang pura-pura sakit? 'Dokter' akan langsung datang membawa 'obat' dari dedaunan. Ada yang 'kehilangan' uang? 'Polisi' akan turun tangan menyelidiki. Melalui simulasi yang aman ini, anak-anak belajar langsung tentang tanggung jawab, interaksi sosial, dan pemecahan masalah.

6. Famaikara & Zawo-zawo, Permainan dari Nias yang Sekaligus Latihan Ritual Adat

ilustrasi memegang batu (unsplash.com/Sindy Süßengut)

Kita bergeser ke Pulau Nias. Di sini, permainan anak-anak punya hubungan erat dengan budaya. Salah satunya Famaikara, atau "bermain batu". Ini adalah adu ketangkasan membidik yang biasa dimainkan anak laki-laki dan bisa diikuti siapa saja.

Arenanya sederhana. Cukup goreskan tiga garis sejajar di tanah: garis start, tengah, dan finis. Setiap pemain memakai batu pipih andalannya. Untuk menentukan giliran, semua melempar batu ke arah garis finis. Yang paling dekat, main duluan. Tugasnya? Membidik dan mengenai batu lawan. Jika gagal, ada kesempatan kedua yang lebih sulit: melempar sambil membelakangi target dengan melenturkan badan!

Sementara itu, Zawo-zawo punya fungsi lebih sakral. Ini bukan sekadar mainan, melainkan metode latihan fisik dan mental bagi anak laki-laki Nias untuk mempersiapkan diri menghadapi ritual adat paling bergengsi: Fahombo atau Lompat Batu. Mereka berlatih melompati tumpukan batu yang tingginya terus ditambah. Ini bukti nyata bagaimana permainan menjadi jembatan untuk melestarikan tradisi, keberanian, dan harga diri.

7. Jembatan Tapanuli, Nyanyi Bareng Sambil Adu Kuat Sampai Tawa Pecah

Anak-anak bermain permainan tradisional Jembatan Tapanuli. (Sumber gambar: Dokumentasi TGR Community, 2024)

"Jabbatan Tapanuli, nadenggan jala nauli..." Siapa yang bacanya sambil otomatis bernyanyi? Permainan Jembatan Tapanuli memang salah satu yang paling ngangenin. Ini adalah perpaduan sempurna antara nyanyian, interaksi, dan adu kekuatan yang selalu berakhir dengan tawa.

Permainan dimulai dengan dua anak menjadi "jembatan". Anak-anak lain berbaris seperti kereta api, berjalan melewati "jembatan" sambil bernyanyi. Tepat di akhir lagu, "jembatan" pun turun! Anak yang melintas saat itu akan tertangkap. Ia kemudian diberi pilihan rahasia untuk bergabung dengan salah satu "tiang jembatan".

Proses ini berlanjut hingga semua anak terbagi menjadi dua kelompok. Puncaknya adalah momen yang paling ditunggu: adu tarik tambang! Kedua kelompok akan saling berhadapan, menguji kekuatan kolektif dalam suasana yang heboh dan tak terlupakan.

Kenapa Sih Permainan Ini Penting untuk Dilestarikan?

Mungkin kelihatannya sepele, tapi permainan tradisional punya segudang manfaat yang tak tergantikan.

Bikin Akrab: Semua dimainkan bersama, mengajarkan kerja sama dan gotong royong.

Jujur Itu Keren: Aturannya jelas. Yang curang pasti tidak disukai, ini mengajarkan sportivitas.

Mental Baja: Permainan seperti Marsitukkel melatih kegigihan dan semangat pantang menyerah.

Super Kreatif: Hanya dengan bambu, daun, dan batu, keseruan tercipta. Ini bukti hubungan erat kita dengan alam.

Sayangnya, semua kenangan indah ini terancam punah. Untungnya, sudah ada berbagai pihak seperti Komite Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Indonesia (KPOTI) Sumut dan pemerintah yang mulai bergerak melestarikannya.

Melestarikan permainan ini bukan sekadar nostalgia. Ini adalah investasi untuk generasi mendatang. Biar mereka tahu kalau bahagia itu tidak melulu soal layar gawai, tapi juga tawa dan keringat bareng teman-teman di halaman rumah. Nah, dari 7 permainan di atas, mana yang paling membekas di ingatanmu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team