5 Cara Menghadapi Microaggression di Tempat Kerja

Dunia kerja modern kerap dianggap semakin inklusif, tetapi microaggression, komentar atau perilaku halus yang merendahkan berdasarkan identitas seseorang, masih sering terjadi. Baik disadari atau tidak, tindakan seperti pertanyaan bernada prasangka, lelucon stereotip, atau pengabaian dalam rapat bisa berdampak besar pada kesehatan mental dan perkembangan karier.
Artikel ini mengupas strategi cerdas untuk menghadapinya tanpa harus mengorbankan profesionalitas atau hubungan kerja.
Microaggression seringkali sulit dibuktikan, tapi efeknya nyata. Rasa tidak dihargai, penurunan kepercayaan diri, bahkan keinginan untuk keluar dari pekerjaan. Banyak orang memilih diam karena takut dianggap "terlalu sensitif" atau khawatir reputasinya terganggu.
Namun, dengan pendekatan yang tepat, situasi ini bisa diubah menjadi peluang untuk edukasi dan penguatan diri.
1. Kenali bentuk microaggression dan dampaknya
Microaggression bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari komentar seperti "Kamu kan perempuan, pasti gak kuat kerja lembur," hingga asumsi seperti "Kamu berasal dari X? Pasti jago matematika, dong." Meski terlihat sepele, ucapan ini memperkuat stereotip dan membuat korban merasa tidak diterima apa adanya. Memahami jenis-jenisnya membantu membedakan antara kesalahan tidak sengaja dan perilaku bermasalah.
Mengidentifikasi microaggression juga memudahkan untuk merespons dengan tepat. Misalnya, catat kejadian beserta konteksnya, siapa yang terlibat, kapan, dan bagaimana reaksi sekitar. Dokumentasi ini berguna jika situasi eskalasi dan membutuhkan intervensi HRD. Dengan kesadaran ini, korban bisa memilih apakah akan mengonfrontasi, mengabaikan, atau melaporkan.