Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi interview kerja (pexels.com/Khwanchai Phanthong)
ilustrasi interview kerja (pexels.com/Khwanchai Phanthong)

Pernah gak sih kamu merasa sudah tampil maksimal saat interview kerja, tapi tetap gak dapat panggilan? Atau mungkin kamu sebagai interviewer sudah yakin memilih kandidat terbaik, tapi ternyata performanya di bawah ekspektasi?

Kalau pernah, bisa jadi ini akibat bias kognitif alias cognitive bias. Bias ini tanpa sadar bisa memengaruhi penilaian, baik dari sisi kandidat maupun pewawancara. Bias-bias seperti ini sering banget muncul saat proses interview, dan kalau gak disadari bisa bikin keputusan jadi kurang objektif.

Nah, berikut lima cognitive bias yang paling sering terjadi dalam interview kerja.

1. Halo Effect, kesan pertama yang menipu

ilustrasi wawancara kerja (pexels.com/Alex Green)

Halo Effect adalah salah satu bias paling umum. Ini terjadi ketika kesan pertama yang positif terlalu memengaruhi penilaian kita. Misalnya, seorang kandidat yang berpenampilan rapi dan percaya diri langsung dianggap kompeten di semua bidang, padahal belum tentu.

Sebagai interviewer, kamu harus fokus pada kompetensi dan pengalaman kandidat, bukan hanya pada kesan awal. Untuk para pencari kerja, jangan terlalu santai hanya karena merasa sudah membuat kesan pertama yang baik. Tetap tunjukkan kemampuan kamu sepanjang proses interview.

2. Confirmation Bias, terjebak asumsi awal

ilustrasi wawancara kerja (pexels.com/Sora Shimazaki)

Confirmation Bias terjadi ketika kita hanya mencari informasi yang mendukung asumsi awal kita, sambil mengabaikan fakta lain. Contohnya, interviewer yang sudah terkesan dengan CV kandidat cenderung mengabaikan jawaban-jawaban yang sebenarnya jadi red flag.

Solusinya? Gunakan daftar pertanyaan yang terstruktur dan standar untuk semua kandidat. Dengan begitu, penilaian jadi lebih objektif dan terhindar dari bias yang bisa merugikan.

3. Anchoring Bias, terpaku pada informasi pertama

ilustrasi wawancara kerja (pexels.com/Edmond Dantès)

Anchoring Bias membuat kita terpaku pada informasi awal yang kita terima. Dalam interview kerja, ini bisa berupa terlalu fokus pada gaji sebelumnya atau gelar pendidikan kandidat, sehingga aspek lain seperti pengalaman dan soft skill jadi terabaikan.

Baik interviewer maupun kandidat perlu memandang lebih luas. Jangan biarkan informasi awal seperti angka atau credential mendominasi penilaian. Pastikan semua aspek relevan mendapat perhatian yang seimbang.

4. Contrast Effect, membandingkan yang tak sebanding

ilustrasi wawancara kerja (pexels.com/SHVETS production)

Contrast Effect terjadi ketika penilaian kandidat dipengaruhi oleh kandidat sebelumnya. Misalnya, kandidat yang biasa saja bisa terlihat lebih bagus jika sebelumnya interviewer baru saja bertemu dengan kandidat yang kurang baik.

Untuk menghindari ini, gunakan rubrik penilaian yang jelas dan konsisten. Nilai setiap kandidat berdasarkan kriteria objektif, bukan perbandingan dengan kandidat lain.

5. Similar-to-me Bias, terpikat kesamaan

ilustrasi wawancara kerja (pexels.com/Monstera)

Similar-to-me Bias adalah kecenderungan memilih kandidat yang terasa mirip dengan diri sendiri, entah karena latar belakang pendidikan, pengalaman, atau hobi. Padahal, kesamaan ini gak selalu berarti kandidat tersebut yang terbaik untuk posisi tersebut.

Solusinya, libatkan beberapa interviewer dengan latar belakang berbeda. Penilaian dari berbagai perspektif bisa membantu mengurangi bias ini, sehingga keputusan lebih objektif dan tepat sasaran.

Nah, itulah lima cognitive bias yang sering muncul saat interview kerja. Kalau sudah tahu, yuk mulai perhatikan dan hindari agar proses interview jadi lebih fair dan efektif!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team