Anak Muda Medan Angkat Teater Satir, Ungkap Kondisi Para Gelandangan

Gagasan teater didapatkan dari hasil riset

Medan, IDN Times - Anak-anak muda Medan yang tergabung dalam komunitas Medan Teater menyajikan suatu pertunjukan drama satir. Potret kehidupan masyarakat miskin khususnya para gelandangan mereka sajikan dengan gaya realis.

Di tengah meredupnya eksistensi teater di Kota Medan, komunitas ini selalu konsisten menggarap suatu pertunjukan yang sering dihelat di Taman Budaya, Kota Medan itu. Di awal Maret ini mereka mempersembahkan ide-ide kesenian dalam wujud "Drama Gemdal". "Gemdal" sendiri merupakan sebuah akronim satir "gembel dari lahir".

1. Drama Gemdal sajikan kondisi nyata para gelandangan

Anak Muda Medan Angkat Teater Satir, Ungkap Kondisi Para GelandanganKomunitas Medan Teater buat drama dengan melakukan riset terlebih dahulu (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Mengangkat sudut pandang kehidupan para gembel (gelandangan), Medan Teater menyajikan kecemburuan-kecemburuan sosial. Lewat dialog antar tokohnya terendus jelas kesenjangan yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat, di mana para gembel selalu berkeinginan menjadi orang kaya yang bisa memiliki segalanya.

"Capaian kami sebenarnya adalah bagaimana membuat suatu garapan dalam bentuk yang berbeda. Kami tidak menyampaikan drama ini dengan plot/alur yang jelas, tapi kami mau menyampaikan kondisi kepada masyarakat yang menonton. Jadi yang ditangkap penonton adalah kondisinya, bukan alur ceritanya," kata Munawar, Sutradara Drama Gemdal.

Kondisi-kondisi yang disajikan melalui drama realis ini merepresentasikan kehidupan para gembel yang sangat lekat dengan kemiskinan. Bahkan tak hanya itu, sebuah pertunjukan yang dikemas apik memperlihatkan jika kehidupan asli para gembel sangat sulit mencari makan, dekat dengan perilaku kejahatan, hingga kerap merasa tersiksa di tengah gemerlap metropolisnya kota.

"Kami mengonsep sebuah kondisi. Ini yang menjadi poin dari garapan kami, khususnya bagaimana sekumpulan orang telah menjadi gembel dari lahir dan terus termarginalkan," tambahnya.

2. Medan Teater melakukan riset terlebih dahulu untuk melihat kehidupan gelandangan lebih dekat

Anak Muda Medan Angkat Teater Satir, Ungkap Kondisi Para Gelandanganaktor Drama Gemdal semuanya adalah anak muda (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Di samping betapa sulitnya mereka bertahan hidup di tengah Kota, ada nilai-nilai kebersamaan yang disoroti dalam pertunjukan ini. Para gembel yang menyadari bahwa mereka berada pada nasib yang sama, memicu hubungan yang dijalin menjadi semakin solid. Termasuk pada saat menghindari razia dari pihak keamanan.

Kadang pula para gembel menyajikan pandangan-pandangan hidup yang arif. Nilai-nilai kesederhanaan dijunjung, dan hal ini menunjukkan jika suatu kebahagiaan bisa muncul di tengah hidup yang serba apa adanya.

"Ini merupakan suatu gagasan bersama. Kami anak-anak muda Medan yang tergabung dalam komunitas Medan Teater telah melakukan suatu 'pembacaan' terhadap gelandangan," aku Munawar.

Sebelum mereka mementaskan sebuah maha karya berupa pertunjukan, Munawar mengaku pihaknya telah melakukan riset terlebih dahulu. Agar benar-benar merepresentasikan kehidupan para gelandangan, mereka telah melihat lebih jauh kondisi apa yang sebenarnya telah terjadi.

"Kami telah melakukan riset bagaimana kehidupan gelandangan yang sebenarnya. Kami mencari berita, informasi dari medsos, YouTube, dan lain-lain. Kemudian dialog atau fakta-fakta yang kami anggap punya daya tarik kami catat dan seleksi, untuk kemudian kami jadikan struktur dramatik lengkap dengan kebutuhan artistik," ujar pentolan Medan Teater itu.

3. Pelaku seni kesulitan menjalani kegiatan sejak Taman Budaya Medan berpindah ke PRSU

Anak Muda Medan Angkat Teater Satir, Ungkap Kondisi Para GelandanganDrama Gemdal oleh Medan Teater, ungkap kondisi para gelandangan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Drama Gemdal merupakan pertunjukan pertama Medan Teater pada tahun 2024. Memantik perhatian penonton sudah pasti menjadi tujuan utama mereka. Uniknya, pertunjukan yang dihelat di Taman Budaya Medan itu persiapannya tak begitu lama.

"Untuk bisa menampilkan drama ini, kami telah latihan selama 2 minggu. Selain latihan, kami juga mendiskusikan isu-isu yang menjadi poin dasar Drama Gemdal. Karena punya visi kesenian yang sama dan sering nongkrong bersama, kami menciptakan sebuah pertunjukan sudah tidak kewalahan lagi," aku Munawar.

Namun di samping gairah-gairah berkesenian yang mereka sajikan, ada suatu hal yang Munawar soroti. Sejak Taman Budaya Medan sudah tak dikelola oleh Pemprov Sumut, mereka pelaku seni yang berada di tempat itu menjadi kesulitan menjalani kegiatan.

"Kami tidak punya tempat latihan yang memadai, jadi saya harap Pemerintah boleh mengizinkan kami untuk latihan di ruangan bekas Taman Budaya ini. Karena selama ini kami latihan di aspal-aspal. Jika latihan di PRSU juga sangat jauh dan tak memungkinkan," pungkasnya.

 

Baca Juga: Cerita Jxtrada, Dari Hobi Menjadi Ahli Seni Sulap Mentalisme

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya