Menelusuri Sejarah Hingga Memaknai Filosofi Nasi Kucing 

Nasi kucing hidangan legendaris sejak tahun 1980

Apa yang terbersit di pikiran kalian jika mendengar nasi kucing? Nasi untuk kucing atau bahkan nasi dengan daging kucing?

Pasti beberapa di antara kalian pasti sudah pernah merasakan kenikmatannya bukan. Biasanya ada di angkringan. Kalau di Medan, ada juga di warkop-warkop. Namun taukah kalian tentang sejarah nasi kucing? Yuk simak!

1. Sejarah Nasi Kucing

Menelusuri Sejarah Hingga Memaknai Filosofi Nasi Kucing updatebanget.com

Nasi kucing merupakan salah satu makanan khas dari Yogyakarta, Solo dan Semarang. Dulunya nasi kucing ini dijual dengan cara berkeliling, namun sekarang sudah banyak dijual di Angkringan. Angkringan atau hik sendiri merupakan warung kecil yang berlokasi di pinggiran jalan. 

Nasi kucing sengaja dibuat dengan porsi kecil, karena menyesuaikan dengan kemampuan beli masyarakat saat itu. Uniknya nasi kucing sudah ada sejak jama kerajaan lho. Tentunya dulunya nasi ini sangat berarti bagi masyarakat kecil, karena digunakan untuk bertahan hidup.  

Nama nasi kucing sendiri baru muncul sekitar tahun 1980, meskipun sudah ada sejak zaman kerajaan. Keunikannya tidak hanya karena porsinya yang kecil namun juga karena harganya yang murah meriah. Dulunya, nasi kucing hanya berupa 3 sendok makan nasi dengan secuil ikan bandeng dan sambal. 

Sekarang jenis lauknya pun beragam, mulai dari ikan teri, tempe orek, ayam ataupun jeroan. Namun, meskipun dengan berbagai lauk yang ada nasi kucing tetap mempertahankan porsinya, yaitu “porsi kucing”. Sehingga, sekarang para penikmat nasi kucing biasanya menyantapnya dengan lauk sundukan yang disediakan di angkringan.

Baca Juga: Resep Membuat Nasi Goreng Teri Medan, Dijamin Bikin Ketagihan!

2. Filosofi Nasi Kucing identik dengan kesederhanaan

Menelusuri Sejarah Hingga Memaknai Filosofi Nasi Kucing Nasi kucing (terasangkringan.com)

Filosofi pertama yang tentunya sudah pasti yaitu kesederhanaan, yaitu dengan porsinya yang kecil dan lauk sederhananya. Tampilannya pun sederhana, karena hanya dibungkus dengan daun pisang atau kertas minyak. Porsinya yang kecil tentu saja harganya juga ramah di kantong, begitulah makna hidup sederhana.

Dengan porsi dan lauk yang sederhana, pembeli sudah merasa nikmat dan puas dengan nasi kucing. Di sini juga bisa menggambarkan bagaimana rasanya menjadi masyarakat kecil saat itu. Hanya dengan nasi kucing mereka bisa bertahan hidup namun sudah merasa sangat bersyukur. 

Nasi kucing juga identik dengan angkringan atau hik, dis itu juga menggambarkan kesederhanaan. Dimana biasanya para pelanggan menyantap makanan sederhana yang disajikan di angkringan tersebut. Dengan bercengkrama satu sama lain, sederhana namun memberikan makna dan kebahagiaan. 

3. Gambarkan etika Perempuan Jawa ketika makan

Menelusuri Sejarah Hingga Memaknai Filosofi Nasi Kucing nasi kucing. (instagram.com/sout)

Nasi kucing memang sengaja dibuat dalam porsi yang kecil. Tujuannya yaitu untuk menyesuaikan perekonomian rakyat kecil zaman tersebut. Kemudian mereka mencari cara bagaimana menjual makanan dengan harga yang murah.

Filosofi kedua yaitu menggambarkan tentang etika perempuan Jawa ketika makan. Cimat-cimit atau sedikit demi sedikit begitulah gambaran seorang perempuan jawa ketika makan. Perempuan jawa dulunya dilarang menunjukan lahapnya makan ketika di depan publik, “secukupnya” itulah gambarannya. 

Begitulah filosofi yang dapat diambil dari gambaran nasi kucing tentang kebahagiaan dalam kesederhanaan. Sekarang nasi kucing sudah menyebar di Indonesia dan banyak yang sudah menyantap kenikmatannya. Jadi sangat mudah buat kalian yang ingi menikmatinya, langsung gass ke Angkringan terdekat.

Baca Juga: Resep Mi Balap Medan yang Bikin Ketagihan untuk Buka Puasa

Nova Nurlaila Photo Community Writer Nova Nurlaila

Mahasiswa Ilmu Komunikasi tingkat akhir

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya