Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_6282.jpeg
Suasana kedai kopi bekas tempat laundri RSU Tembakau Deli Medan yang diberi nama Conical Creative Circle (instagram @conical.cc)

Intinya sih...

  • Kedai kopi Conical Creative Circle adalah kedai kopi kedua yang digeluti oleh Blek selama hampir 10 tahun, dengan fokus pada ruang lingkup seni dan komunitas.

  • Konsep bangunan unfinish dari bekas laundri RSU Tembakau Deli Medan memberikan kesan artistik dan kasar, serta menjadi pilihan untuk mengurangi biaya pembangunan.

  • Blek memulai bisnis kopi setelah mendapat beasiswa dan langsung membeli alat kopi, serta menciptakan menu best seller bernama Jamal dengan ciri khas tersendiri.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di area bekas Rumah Sakit Umum Tembakau Deli, tepatnya di Jalan Putri Hijau Nomor 15, Kelurahan Kesawan, Kota Medan, kini berdiri sebuah kedai kopi bernama Conical Creative Circle. Kedai ini digagas oleh Fandy Ahmad, yang akrab disapa Black, seorang pegiat kopi yang telah menekuni dunia ini hampir 10 tahun.

1. Filosofi Nama "Conical"

Suasana kedai kopi bekas tempat laundri RSU Tembakau Deli Medan yang diberi nama Conical Creative Circle (instagram @conical.cc)

Nama Conical terinspirasi dari jenis mata grinder kopi, yakni Conical Burr. Black menjelaskan, ada dua jenis mata grinder: Flat Burr dan Conical Burr. Dari keduanya, Conical Burr memiliki keunggulan dalam hal konsistensi hasil gilingan.

“Kami ambil nama Conical Burr karena keunggulannya adalah konsistensi. Itu yang ingin kami duplikasi dalam bisnis ini,” ujar Black kepada IDN Times.

Kedai ini menjadi usaha keduanya di dunia kopi. Menurutnya, Conical hadir sebagai brand baru yang ingin menegaskan konsistensi dirinya bersama kawan-kawan untuk terus berkembang dan berkontribusi pada industri kopi.

Konsep "Creative Circle"

Tambahan nama Creative Circle mencerminkan visi Black untuk menjadikan tempat ini bukan sekadar kedai kopi, melainkan ruang kreatif bagi seniman, musisi, dan komunitas. Ia berharap Conical dapat menjadi wadah penyelenggaraan berbagai kegiatan seni dan komunitas.

“Anak muda, bergerak, maju,” tegasnya mengenai makna Creative Circle.

2. Bangunan Unik dengan Konsep "Unfinish"

Suasana kedai kopi bekas tempat laundri RSU Tembakau Deli Medan yang diberi nama Conical Creative Circle (instagram @conical.cc)

Conical Creative Circle menempati bangunan bekas ruang laundri RS Tembakau Deli. Bangunannya dipertahankan dengan gaya unfinish—konsep arsitektur yang mengekspos elemen mentah seperti dinding bata, beton, atau material alami tanpa polesan. Gaya ini banyak dipakai dalam desain industrial untuk memberi kesan artistik, kasar, dan berkarakter.

Black menuturkan, bangunan tersebut tidak boleh mengalami banyak perubahan karena berstatus cagar budaya.

“Boleh ditambah, tapi tidak boleh merusak bangunan utama. Apalagi ini bekas RS Tembakau Deli,” jelasnya.

Meski sempat dinilai “seram” oleh warganet, Black menegaskan bahwa kedai ini aman dan nyaman. Ia meyakini, persepsi itu muncul karena orang belum mengunjunginya langsung.

3. Dari angkringan ke Kedai Kopi

Suasana kedai kopi bekas tempat laundri RSU Tembakau Deli Medan yang diberi nama Conical Creative Circle (instagram @conical.cc)

Menariknya, ide membuka kedai kopi di lokasi ini muncul secara tidak terencana. Awalnya, Black hanya ingin membuka sebuah angkringan. Namun, rekomendasi teman membawanya ke bangunan bersejarah ini.

“Ini semua rezeki tanpa planning,” katanya.

Bahkan, beberapa alumni yang dulu bekerja di RS Tembakau Deli menyempatkan diri datang ke kedainya untuk bernostalgia. Di dalam ruang laundri, masih tersisa sejumlah barang lama, seperti mesin cuci industri yang kini dijadikan pajangan unik di kedai.

“Sebelum kami masuk, sempat ada pameran lukisan di sini. Kondisinya sangat berantakan, banyak material besi hilang dicuri. Kami menemukan mesin laundri besar yang dulu tertutup kain putih panjang. Kain itu masih menempel dan harus kami keluarkan karena baunya luar biasa,” kenangnya.

Selain mesin, terdapat juga kusen dan mesin pengering yang sebelumnya dibiarkan begitu saja seperti gudang.

4. Perjalanan Black di dunia kopi

Suasana kedai kopi bekas tempat laundri RSU Tembakau Deli Medan yang diberi nama Conical Creative Circle (instagram @conical.cc)

Perjalanan Black di dunia kopi dimulai sejak tahun 2015 ketika masih kuliah. Kala itu, ia mendapat beasiswa dan nekat membeli peralatan kopi seharga Rp700 ribu meski IPK-nya pas-pasan.

Peralatan pertama yang ia beli adalah sebuah ceret. Dari situ, ia mulai melengkapi perlengkapan kopi sedikit demi sedikit untuk konsumsi pribadi. Lama-kelamaan, ia pun membuka lapak kecil dengan membawa kontainer dan mengenalkan manual brew kepada teman-temannya.

“Awalnya coba-coba, tapi makin ke sini saya sadar kalau ujung industri kopi adalah bisnis. Meski begitu, kita tidak boleh lupa untuk ikut mengembangkan industri ini dan mengenalkan kopi kepada orang-orang yang belum tahu,” ujar Black.

Dengan konsistensi dan eksplorasi rasa, racikan kopi Black akhirnya mampu diterima oleh banyak lidah. Kini, lewat Conical Creative Circle, ia berharap bisa terus menghadirkan kopi berkualitas sekaligus menjadi ruang kreatif bagi komunitas di Medan.

5. Menu Jamal menjadi menu best seller penikmat kopi

Suasana kedai kopi bekas tempat laundri RSU Tembakau Deli Medan yang diberi nama Conical Creative Circle (instagram @conical.cc)

Menu kopi Jamal memiliki sirup caramel yang dibuat sendiri, itu yang membuat beda dari coffeshop lainnya serta toping-toping lain.

"Secara pribadi menu Jamal ini berangkat dari keresahanku, namanya keren-keren kalau di coffeeshop tapi ketika diminum kok sering zonk. Itu bagian keresahanku. Aku takut orang minum kopi dahinya berkerut dan gak nyaman, semakin banyak nama-nama aneh dan kuakui semua keren tapi tidak dengan rasa jadi kayak jomplang, makanya aku buat nama menu kopi Jamal," kata Blek.

Menariknya, kata Blek menu minuman Jamal ini sering diplesetkan dengan Jaga Malam."Jadi, ada customer ku yang hanya minum Jamal dan bisa dibilang setiap hari dia datang ke sini untuk minum Jamal, dan dia gak mau inum yang lain. Karena produk Jamal ini aku mencobanya selama 3 bulan untuk satu produk karena menjaga identitas rasa untuk konsisten," ucapnya.

Editorial Team