Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Soto Kesawan Medan (IDN Times/Yurika Febrianti)
Soto Kesawan Medan (IDN Times/Yurika Febrianti)

Kalau lagi ngobrol soal kuliner Indonesia terutama di Medan, soto selalu jadi topik yang gak ada habisnya. Hampir tiap daerah punya versi masing-masing, lengkap dengan bumbu dan ciri khasnya. Dari semua varian itu, ada dua yang sering bikin orang salah paham, Soto Medan dan Soto Betawi.

Sekilas, keduanya mirip karena sama-sama berkuah santan dan punya rasa gurih yang bikin nagih. Tapi kalau diteliti lebih jauh, ada banyak hal yang bikin mereka berdiri di jalannya masing-masing. Mulai dari asal-usul, pengaruh budaya, sampai cara penyajian, keduanya benar-benar beda.

Jadi, jangan buru-buru menyamakan dua kuliner legendaris ini. Berikut tujuh alasan kenapa Soto Medan punya identitas unik yang gak bisa disamakan dengan Soto Betawi.

1. Sejarah lahirnya berbeda jalur

Ilustrasi soto Medan (unsplash.com/Rafly Alfaridzy)

Soto Betawi baru populer di Jakarta sekitar era 1970-an, ketika seorang penjual keturunan Tionghoa mulai memakai istilah itu untuk membedakan jualannya. Dari situ, namanya melekat dan akhirnya dikenal sebagai ikon kuliner ibu kota.

Sedangkan Soto Medan sudah lebih dulu hadir. Hidangan ini sudah jadi bagian dari kehidupan masyarakat Sumatra Utara sejak awal abad ke-20. Awalnya dikenal sebagai “Soto Medan Batak”, sebelum akhirnya menyebar luas dan identik dengan kota Medan.

2. Jejak budaya yang mengakar

Seporsi soto Kesawan Medan (IDN Times/Yurika Febrianti)

Soto Betawi kini dianggap simbol kuliner Jakarta. Bahkan, pemerintah daerah pernah menetapkannya sebagai warisan budaya takbenda. Bagi masyarakat Betawi, semangkuk soto bukan cuma makanan, tapi juga bagian dari identitas.

Soto Medan punya cerita lain. Hidangan ini berkembang di kota yang multietnis, tempat Melayu, Batak, Tionghoa, Minang, dan India hidup berdampingan. Tak heran kalau soto ini sempat hadir dalam acara adat, lalu perlahan jadi makanan sehari-hari khas Medan.

3. Pengaruh etnis yang berbeda

soto betawi (commons.wikimedia.org/Irhanz)

Karakter Soto Betawi banyak dipengaruhi percampuran budaya di Jakarta. Ada sentuhan Arab-India lewat minyak samin dan rempah kapulaga, ada pengaruh Tionghoa dalam penggunaan jeroan, hingga selera Belanda yang memunculkan ide menambahkan susu ke dalam kuah.

Soto Medan justru lebih kuat dengan nuansa Melayu dan Minang, lengkap dengan rempah khas Sumatra seperti pekak dan jintan. Kehadiran komunitas India juga memberi sentuhan aroma kari ringan, sehingga rasa kuahnya jadi lebih kompleks.

4. Isian dalam mangkuknya kontras

Ilustrasi Soto Betawi Susu (https://id.pinterest.com/haveanparioty/)

Soto Betawi biasanya fokus pada daging sapi dan jeroan. Paru, babat, usus, bahkan torpedo sering jadi bintang utama. Tambahan kentang goreng atau rebus serta tomat bikin mangkuknya makin kaya.

Soto Medan lebih variatif dan penuh kejutan. Ada yang pakai ayam, ada yang sapi, bahkan ada yang menambahkan udang. Lengkap dengan perkedel kentang, tauge, telur rebus, dan bihun. Hasilnya, seporsi Soto Medan terasa lebih “ramai” dan padat isi.

5. Kuah dengan karakter khas

Soto Kesawan Medan (IDN Times/Yurika Febrianti)

Kuah Soto Betawi dikenal creamy karena campuran santan dan susu. Warnanya pucat kekuningan dengan aroma pala, cengkeh, dan kayu manis yang kuat. Rasanya gurih, hangat, dan cocok dinikmati dengan emping melinjo.

Soto Medan punya kuah lebih pekat dan cenderung berwarna kuning kehijauan. Kunyit jadi bumbu utama, ditambah serai, kapulaga, dan bunga lawang. Rasanya lebih bold dan tajam, khas racikan rempah Sumatra yang berani.

6. Teknik masaknya juga berbeda

Seporsi soto Kesawan Medan (IDN Times/Yurika Febrianti)

Di Soto Betawi, daging dan jeroan direbus terpisah biar empuk dan bersih. Setelah itu, bumbu ditumis lalu dicampurkan ke kuah, dengan santan dan susu dimasukkan belakangan supaya gak pecah.

Soto Medan dimasak dengan cara lebih sabar. Kuah santan kental dan rempah dimasak lama dengan api kecil, sehingga aroma dan rasa lebih menyatu. Pada masa kolonial, bahkan sempat ditambahkan sayur seperti wortel dan kacang polong untuk menyesuaikan selera Belanda.

7. Penyajian punya gaya masing-masing

Ilustrasi soto Medan (unsplash.com/Rafly Alfaridzy)

Pesan Soto Betawi, kamu bakal disuguhi emping, sambal cabai, perasan jeruk limau, dan acar timun-wortel. Kombinasi ini bikin kuah creamy jadi lebih segar dan seimbang.

Sementara itu, Soto Medan udah penuh dengan pelengkap dari awal: perkedel, telur rebus, tauge, sampai emping. Ditambah sambal hijau atau merah pedas serta jeruk nipis, rasanya udah kaya tanpa perlu tambahan acar.

Dari sejarah, budaya, hingga cara penyajian, jelas kalau Soto Medan dan Soto Betawi punya identitas masing-masing.

Soto Betawi mewakili semangat kuliner Betawi yang adaptif dengan pengaruh luar, sementara Soto Medan adalah hasil percampuran budaya Medan yang berani dengan rempah. Sama-sama enak, tapi jelas gak bisa disamakan!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team