Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pelatihan membuat Dayok Nabinatur masakan khas Simalungun (Dok.Istimewa)
Pelatihan membuat Dayok Nabinatur masakan khas Simalungun (Dok.Istimewa)

Intinya sih...

  • Dayok Binatur adalah makanan adat Simalungun yang sarat makna dan nilai budaya

  • Rempah kunci dari kulit kayu Sikkam memberikan cita rasa khas pada hidangan ini

  • Penyusunan potongan ayam dalam Dayok Binatur memiliki filosofi dan pesan kehidupan tersendiri

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Saat menjelajahi kekayaan kuliner Sumatera Utara, nama Dayok Binatur dari Simalungun muncul sebagai hidangan yang istimewa. Ini bukan sekadar olahan ayam biasa, melainkan sebuah pusaka budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur dan telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.

Secara harfiah, namanya berarti "ayam yang diatur," merujuk pada proses penyajiannya yang unik di mana potongan ayam yang telah dimasak disusun kembali hingga menyerupai wujud ayam utuh. Namun, di balik penataannya yang rapi, tersimpan filosofi mendalam yang menjadi jantung kebudayaan Simalungun.

Mari kita selami lima fakta unik yang membuat Dayok Binatur lebih dari sekadar makanan, tetapi sebuah cerminan jiwa masyarakat Simalungun.

1. Sebuah Doa yang Bisa Disantap

Pelatihan membuat Dayok Nabinatur masakan khas Simalungun (Dok.Istimewa)

Makna utama Dayok Binatur terletak pada harapan yang terkandung di dalamnya. Penyajian ayam yang teratur bukanlah demi keindahan visual semata, melainkan sebuah representasi fisik dari doa agar kehidupan si penerima menjadi teratur dan harmonis. Setiap kali hidangan ini disajikan, sebuah petuah sakral diucapkan

"Ase lambin taratur ma tene pargoluhanta haganupan hunjon hujanan songon paraturni Dayok Nabinatur on," yang berarti, "Kiranya semakin teraturlah kehidupan kita semua seperti teraturnya Dayok Binatur ini."

Keteraturan ini mencerminkan falsafah hidup Simalungun yang berlandaskan keseimbangan dan kebenaran (Habonaron do Bona). Dengan menyantapnya, seseorang tidak hanya mengisi perut, tetapi juga menginternalisasi harapan untuk hidup yang selaras, bermanfaat, dan penuh berkah.

2. Rempah Kunci dari Kulit Kayu Sikkam

Pelatihan membuat Dayok Nabinatur masakan khas Simalungun (Dok.Istimewa)

Keunikan cita rasa Dayok Binatur tidak datang dari bumbu biasa. Jantung dari hidangan ini adalah ekstrak dari kulit kayu Sikkam (Bischofia javanica Blume), sebuah tanaman yang sangat penting dalam budaya Simalungun. Bumbu ini juga dikenal dengan sebutan holat.

Prosesnya pun unik. Kulit kayu Sikkam tidak direbus, melainkan dikerok atau ditumbuk, lalu sarinya diperas (diporas) dengan sedikit air atau santan. Sari inilah yang memberikan aroma dan rasa khas yang sedikit sepat.

Menariknya, sari Sikkam juga menjadi inovasi brilian dalam versi halal hidangan ini. Ia dicampurkan dengan santan kelapa untuk menggantikan fungsi darah (daroh) yang digunakan pada versi tradisionalnya, tanpa menghilangkan kekayaan rasa bumbunya.

3. Setiap Potongan Adalah Nasihat Kehidupan

Pelatihan membuat Dayok Nabinatur masakan khas Simalungun (Dok.Istimewa)

Penyusunan kembali potongan-potongan ayam, yang disebut gori, mengubah hidangan ini menjadi sebuah peta panduan hidup. Setiap bagian tubuh ayam membawa pesan dan harapan spesifik bagi penerimanya:

* Kepala (Ulu): Melambangkan kebijaksanaan dan kepemimpinan. Harapannya agar si penerima mampu menjadi panutan yang berpikir jernih.

* Leher (Borgok): Merupakan simbol kemampuan untuk menghadapi dan menyelesaikan setiap persoalan (mamborgokkonkon).

* Sayap (Habong): Mewakili perlindungan dan pengasuhan, layaknya induk ayam yang menaungi anak-anaknya.

* Paha (Tulan Bolon): Menjadi lambang fondasi yang kokoh dan stabilitas dalam menapaki kehidupan.

* Kaki (Hais-hais): Adalah doa untuk kegigihan dan kerja keras dalam mencari rezeki yang halal (mangkais).

4. Transformasi dari Meja Raja ke Ritual Rakyat

ilustrasi ritual (pexels.com/Being.the.traveller)

Pada zaman dahulu, Dayok Binatur merupakan hidangan mewah yang hanya disajikan untuk para raja dan bangsawan Simalungun. Bahkan, proses memasaknya secara tradisional hanya boleh dilakukan oleh kaum pria.

Seiring waktu, hidangan ini mengalami "demokratisasi." Kini, Dayok Binatur dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan perempuan pun dapat meraciknya. Fungsinya pun meluas menjadi medium sakral untuk menandai berbagai peristiwa penting dalam siklus kehidupan, baik dalam suka cita (pernikahan, kelahiran, merantau) maupun duka cita, sebagai simbol penguatan dan penghiburan.

5. Punya Identitas Berbeda dengan Manuk Napinadar

Pelatihan membuat Dayok Nabinatur masakan khas Simalungun (Dok.Istimewa)

Meskipun sama-sama hidangan ayam adat Batak, Dayok Binatur dari Simalungun sangat berbeda dengan Manuk Napinadar dari Toba. Jangan sampai tertukar, ya!

Perbedaan paling fundamental terletak pada rempah kuncinya. Dayok Binatur menggunakan Sikkam untuk cita rasa khasnya , sementara Manuk Napinadar mengandalkan Andaliman yang memberikan sensasi pedas dan getir di lidah. Filosofi keduanya pun berbeda. Dayok Binatur adalah simbol keteraturan dan harmoni , sedangkan Manuk Napinadar lebih bertujuan untuk memberikan semangat dan kekuatan.

Dari cara penyajian, Dayok Binatur wajib disusun kembali secara anatomis (nabinatur), sementara Manuk Napinadar lebih fokus pada baluran saus kentalnya (pinadar).

Kelima fakta ini menunjukkan bahwa Dayok Binatur jauh lebih dari sekadar kuliner. Ia adalah sebuah teks budaya yang hidup, sebuah doa yang terwujud, dan penjaga kearifan lokal Simalungun yang patut untuk terus dilestarikan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team