Syifa Hidroponik, Mendulang Cuan Lewat Pasar Daring

Marketplace memutus mata rantai panjang bisnis pertanian

Medan, IDN Times – Syifa Hidroponik kini memanen cuan dari hasil jatuh bangun selama prosesnya. Suardi Raden sang pemilik bercerita soal dinamika panjang dia membangun usaha hidroponiknya.

Tidak hanya menjual sayuran organik, kini Syifa Hidroponik merambah bisnis produk turunan. Popularitas Syifa Hidroponik semakin dikenal khalayak. Orderan terus masuk lewat pasar digital atau marketplace.

1. Berawal dari hobi bikin makanan ringan untuk keluarga

Syifa Hidroponik, Mendulang Cuan Lewat Pasar DaringSyifa Hidroponik berinovasi dan membuat berbagai produk turunan dari berbagai macam sayuran. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Pada 2015, Suardi mulai berpikir, bagaimana memanfaatkan stok sayuran yang ada di rumahnya. Baik yang mereka tanam sendiri, atau pun pasokan dari para kolega yang juga punya hidroponik.

Dalam sehari, paling tidak ada 100 Kg sayur yang masuk. Dan jika tidak terjual, Suardi akan membagikannya kepada tetangga. Itu pun masih juga berlebih.

Sang istri, Rahmayetty (53) memiliki ide untuk mengolah sayuran yang berlebih menjadi makanan ringan. Berbekal hobinya membuat makanan, dia mencoba membuat nugget sayur.

“Jadi nugget kita bikin. Dicampur udang, ikan, kita uji coba resepnya. Selama ini istri memang sering buat makanan. Tapi iuntuk keluarga,” ungkap Suardi, ditemui di rumahnya, Jalan Bromo, Lorong Amal, Kelurahan  Tegalsari III, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, akhir Mei 2023 lalu.

Nugget sayur itu tidak langsung dipasarkan. Mereka meminta testimoni dari para tamu yang datang ke hidroponik nya.

Setelah yakin produknya layak jual dan mendapat respon baik, orderan mulai datang. Media massa pun melirik nugget sayur sebagai hal yang unik. Jadi media branding gratis untuk Syifa Hidroponik.

Tiga tahun berjalan, usaha Nugget surut. Laki-laki yang pernah dinobatkan sebagai BRI Local Heroes itu, kemudian melakukan evaluasi. Mereka kemudian terus melakukan inovasi.

2. Ubah sayuran jadi makanan ringan yang lezat

Syifa Hidroponik, Mendulang Cuan Lewat Pasar Daring-

Suardi dan istrinya terus berinovasi. Mereka kemudian mempelajari bagaimana membuat sayuran menjadi makanan ringan.

Mereka juga banyak mendapat pembelajaran, dari daerah-daerah yang dikunjungi selama ini. Bagaimana para pelaku UMKM bisa beriniovasi membuat berbagai produk turunan. Suardi yakin, dengan sumbardaya yang kaya, harusnya Sumut tidak kalah dengan daerah lainnya.

Pada 2016 mereka mengolah kangkung organik menjadi makanan ringan. Dinamai rendang kangkung. Produk olahan sayur kangkung yang dipadukan dengan bumbu rendang.

Sampai sekarang, rendang kangkung menjadi favorit. Selain produk lainnya seperti keripik sawi, gabus kale, kangkung andaliman hingga sirup bunga telang.

Dia juga sudah mengurus izin edar dan sertifikasi halal untuk produknya. Sirup telang bikinan Syifa Hidroponik juga sudah memenangkan kompetisi nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara. Saat itu, Suardi mewakili Sumatra Utara berkompetisi dengan provinsi lainnya.

3. Manfaatkan digitalisasi untuk cetak cuan

Syifa Hidroponik, Mendulang Cuan Lewat Pasar DaringSyifa Hidroponik berinovasi dan membuat berbagai produk turunan dari berbagai macam sayuran. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Upaya demi upaya terus dilakukan untuk mengembangkan usaha hidroponiknya. Selain menggelar produk di etalase, Suardi memanfaatkan pasar digital untuk berdagang.

Pemasaran lewat marketplace dilakukan setelah produk turunan hidroponiknya sudah berjalan setahun. Suardi juga memasarkan bibit sayuran di dalam etalase daringnya.

Dampak pemasaran daring dirasakan begitu signifikan. Lumbung cuan Suardi bertambah. Meskipun terkadang, dia kelimpungan melakukan produksi.

“Kalau untuk pemasaran online, saya serahkan kepada anak kedua. Dia yang pegang. Alhamdulillah laku banyak,” katanya.

Bagi Suardi, marketplace memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan usaha. Termasuk usaha pertanian. Selama ini, para petani masih mengandalkan tengkulak untuk memasarkan produknya. Memutus mata rantai panjang bisnis pertanian.

“Digitalisasi memutus mata rantai. Misalnya petani ke tengkulak baru ke pasar dan konsumen. Di marketplace kita bisa langsung ke konsumen. Jadi tinggal memmbuat inovasinya saja,” katanya.

Suardi memulai usaha hidroponiknya sejak 2013. Saat itu, kondisi perekonomiannya betul-betul terpuruk. Ide hidroponik didapat dari konten video di kanal YouTube. Secara konsisten, Suardi melakukan pengembangan terhadap produknya. Hingga dia dikenal luas oleh publik.

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya