Pejuang Thrifting di Medan, Ada yang Sekedar Hobi Hingga Raup Cuan

Begitu membantu saat perekonomian sulit

Medan, IDN Times -  Istilah thrifting, kian mem-booming di kalangan millennial. Penggandrungnya kian meningkat. Begitu juga dengan para pelaku pakaian bekas itu.

Di Kota Medan, Sumatra Utara, istilah pakaian bekas dikenal dengan Monza. Sejatinya, istilah ini adalah akronim dari Monginsidi Plaza. Lantaran, Jalan Wolter Monginsidi di Kecamatan Medan Polonia, menjamur penjual fesyen bekas. Istilah Monza tetap eksis meski pun di jalan tersebut, hampir tidak ada lagi penjual pakaian bekas.

Kini pusat perdagangan Monza di Medan bertebaran di beberapa pasar. Yang paling sering menjadi incaran para pemburu biasanya di Pajak (red: Pasar dalam istilah lokal) Melati dan Pajak Simalingkar. Tidak hanya konsumen yang berbelanja di sana. Para pedagang eceran juga berburu barang di sana.

Masifnya perkembangan media sosial, dimanfaatkan para pedagang eceran untuk menjajakan barang – barang bekas miliknya. Mulai dari pakaian, sepatu, topi, celana dan lainnya. Harganya begitu variatif. Tergantung pada merk dan kualitasnya. Tentunya jauh lebih rendah dari harga baru. Karena pada prinsipnya, thrift merupakan pengertian dari berhemat. Artinya, para pengguna bisa tetap memakai barang bermerek, namun dengan harga yang lebih miring.

Pertumbuhan pedagang fesyen bekas di Kota Medan cukup masif. Para ‘pemain’ baru terus bermunculan belakangan. Memanfaatkan tren yang ada untuk mencetak cuan. Lantas, bagaimana cerita para pedagang – pedagang itu memulai usahanya? Simak ulasannya.

1. Berawal dari hobi, kini mulai cetak cuan

Pejuang Thrifting di Medan, Ada yang Sekedar Hobi Hingga Raup CuanThrift shop pasar baru/Doc.Istimewa

Ical, salah satu pedagang pakaian bekas khusus kegiatan luar ruangan (outdoor) berkenan menceritakan perjalanannya sampai bisa berjualan barang bekas. Dari dulu, Ical memang hobi memakai pakaian – pakaian bekas. Alasan Ical, kualitasnya lebih baik ketimbang barang-barang baru. Karena, biasanya dia memakai barang-barang yang memang mereknya sudah diakui dari sisi kualitas.

“Kita untuk pakai sendiri, kata Ical Jumat (3/6/2022).

Lambat laun, barang-barang yang dipakainya dilirik sesama pehobi barang bekas. Hingga akhirnya dia mulai menjual barang-barang bekas miliknya. Ical melihat ini menjadi peluang. Dari situ  dia mulai mencari barang-barang yang punya nilai dan digandrungi. Dia mulai menawarkan barang miliknya kepada teman-teman dekat. Dia melihat ada peluang tambahan ekonomi saat itu.

“Lumayan membantu, untuk penghasilan sampingan saat itu bang,” kata Ical.

Saat ini, Ical tengah fokus menjalankan bisnisnya. Dia sudah membuka  gerai di rumahnya. Selain dia tetap masif melakukan penjualan secara online.

2. Pasar daring sangat potensial

Pejuang Thrifting di Medan, Ada yang Sekedar Hobi Hingga Raup Cuanunsplash/freestocks

Sudah empat tahun Ical menggeluti dunia thrifting. Tahun pertama, Ical hanya menawarkan barang-barang melalui teman ke teman. Kemudian dia melirik pemasaran melalui media sosial. Saat itu, mulai bermunculan para pedagang pakaian bekas. “Ini saya lihat potensinya cukup besar untuk menjangkau konsumen,” ungkapnya.

Ketika mulai dikenal, permintaan Ical meningkat. Dia harus berjuang mencari barang-barang yang diminati pasar. Mulai dari hunting ke pasar, hingga kepada teman-teman sesama pedagang. Bahkan, dia juga membeli dari orang yang memiliki barang-barang bermerek.

Saat ini para hunter mulai menjamur. Alasan mereka memilih tetap mencari barang di pasar, karena tidak memiliki modal untuk membeli bal press dari luar negeri langsung. Satu sisi, harus memiliki modal besar. Kemudian risikonya juga besar. Karena dalam satu bal press, blum tentu bisa mendapat  barang bagus seluruhnya. Ibarat, membeli kucing  dalam karung.

“Kalau kita yang spesifik outdoor, memilih hunting. Dapat tidak dapat, itu dinamikanya. Kalau dapat barang bagus ya rezeki kita,” ungkapnya.

Keunggulannya, lanjut Ical, ketika hunting, mereka bisa langsung melihat kondisi barang. Karena sangat berpengaruh pada harga jual kepada konsumen.

Baca Juga: 5 Hal yang Sebaiknya Kamu Perhatikan saat Thrifting

3. Berebut dengan hunter lain

Pejuang Thrifting di Medan, Ada yang Sekedar Hobi Hingga Raup CuanPengunjung memadati Thrifting Paradise - Instagram.com/thrifting.paradise

Berburu barang bekas tidak selalu mulus. Terkadang, mereka harus adu cepat dengan seller lain atau pun konsumen yang datang lansung ke pusat pasar thrifting.

Momen rebutan menjadi momen suka duka para pedagang di tingkat akhir. “Terkadang kita harus rebutan dengan seller lain. Kalau kalah cepat, bisa zonk,” ujar Adhe, salah seorang seller pakaian bekas asal Kota Tebing Tinggi.

Terkadang, Adhe harus berburu ke beberapa kabupaten kota untuk mencari persediaan barang. Jika beruntung, Adhe mendpatkan barang limited edition dari merek termashur. Harganya, bisa lebih tinggi dari  biasanya. Biasanya, barang itu sangat langka. Peminatnya juga terbatas.

“Kalau ini, ibarat rezeki macan. Tidak selalu ada. Tapi kalau dapat, untungnya juga lumayan,” ujar mahasiswa yang kini menimba ilmu di Universitas Sumatra Utara itu.

Kata Adhe, konsumen barang bekas mengutamakan brand. Ketika mendapatkan brand yang bagus, itu menjadi kebanggaan mereka ketika memakainya.

4. Menjamur karena kebutuhan ekonomi

Pejuang Thrifting di Medan, Ada yang Sekedar Hobi Hingga Raup CuanIlustrasi pakaian thrifting (pexels.com/Artem Beliaikin)

Menjamurnya para pedagang barang bekas terjadi dalam dua tahun belakangan. ‘Pemain’ baru bermunculan. Ditengarai, kemunculan ini karena motif ekonomi karena badai pandemik COVID-19 yang menerjang. Tidak sedikit, para pedagang merupakan karyawan perusahaan yang terkenda PHK karena dampak COVID-19. Ada pula yang memiliki usaha lainnya namun bangkrut saat pandemik.

Abah Hamidun salah satunya. Abah –sapaan akrabnya— memilih menutup perusahaan ekspedisinya karena tidak mampu bertahan saat pandemik. Di sela-sela upaya mencari sumber pendapatan lain dia mendapat inspirasi saat melihat media sosial. Saat itu dia menonton siaran langsung orang berjualan sepatu bekas.

“Saya lihat facebook orang di Riau. Asal dijembreng sepatu itu laku. Saya lihat kok menarik ini. Saya tertarik untuk mencoba,” ujar Abah.

Abah mengingat, di awal 2021, dia memulai usaha sepatu bekasnya. Dia membawa 20 pasang sepatu bermerek asal Tanjung Balai. Kota di Sumatra Utara yang menjadi sumber berbagai barang bekas dari luar negeri. Dalam dua hari, Abah berhasil menjual 20 pasang sepatu itu. Untungnya juga lumayan. Abah melihatnya menjadi peluang. Niatnya  berjualan sepatu bekas kian bulat.

Abah kemudian mulai membeli bal sepatu bermerek. Berawal satu bal, kini permintaannya terus meningkat.

“Terus lah ini menjadi mata pencaharian saya sampai dengan sekarang. Sangat membantu sekali pada saat gejolak  COVID-19,” imbuhnya.

5. Untung besar, risiko juga tinggi

Pejuang Thrifting di Medan, Ada yang Sekedar Hobi Hingga Raup CuanSuasana di jalan masuk Pasar Thrifting atau pakaian bekas di Pasar Terong, Jl Gunung Bawakaraeng Makassar, Kamis (2/6/2022) Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Untung besar, risiko juga tinggi Abah mengakui, saat ini potensi pasar fesyen bekas meningkat pesat pertumbuhannya. Keuntungannya dari usaha thrifting juga dirasakan semakin baik. Namun di balik itu, Abah menyadari ada risiko yang harus ditanggungnya.

Salah satu risiko adalah kekosongan barang. Karena tak jarang, distribusi dari penyedia barang terjaring razia. Karena, barang-barangnya dinilai tidak memiliki izin masuk ke Indonesia.

“Yah kalau risiko itu memang harus ditanggung. Kalau udah kena razia, barang kita  kosong,” ungkap Abah.

Dia berharap, pemerintah bisa melakukan kajian kebijakan terkait barang bekas yang masuk ke Indonesia. Karena aktifitas perdagangan barang bekas memberikan dampak positif pada perekonomian di masyarakat. Di tengah sulitnya perekonomian dan lapangan pekerjaan saat ini.

Baca Juga: 10 Artis yang Hobi Thrifting, Suka Baju Bekas tapi Berkelas!

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya