Mengunjungi Waluyo, Pengrajin Gerabah dari Tanjung Morawa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Di Jalan Mardisan, tepatnya di Kelurahan Desa Bangun Sari, Kecamatan Tanjung Morawa terdapat wisata kebun bunga. Selain itu, ada pula tempat menarik lainnya bagi pengunjung yakni melihat langsung proses pembuatan gerabah tradisional.
Beberapa waktu lalu, IDN Times berkesempatan mengunjungi Waluyo (46), Pengrajin Gerabah tradisional dari Tanjung Morawa. Ia menuturkan kerajinan gerabah ini sudah dilakukannya sejak 20 tahun lalu.
"Dari lajang mulai belajar, asli orang Medan. Kalau dulu ya pernah juga kerja sama orang, lima tahun setelah itu pindah kerja lagi tiga tahun, terhitung sudah 20 tahun," ujarnya kepada IDN Times.
1. Biasanya dalam sehari Waluyo mencetak 100 gerabah, ditemani dua karyawannya. Namun karena Pandemik COVID-19, Waluyo bekerja sendiri
Biasanya, dalam sehari Waluyo mencetak 100 gerabah, ditemani dua karyawannya. Namun karena Pandemik COVID-19, Waluyo bekerja sendiri.
Waluyo menuturkan jenis tanah yang digunakan berbeda-beda pada pembuatan gerabah. Katanya, pembuatan gerabah dan keramik beda jenis tanah.
Proses pembuatan gerabah biasanya diawali dengan pembentukan gerabah, proses pengeringan dengan cara dijemur, dan proses pembakaran.
2. Waluyo menuturkan ia menjual hasil kerajinannya dengan harga yang beragam
Kemudian ia juga menjelaskan, jika proses penjemuran tidak sempurna. Gerabah yang sudah dibentuk bisa pecah saat pembakaran.
"Selanjutnya, saat proses pengeringan. Pada proses ini gerabah harus kering total, kadar airnya sudah tidak ada. Bila masih ada kadar airnya, gerabah bisa pecah saat proses pembakaran," jelas Waluyo.
Waluyo menuturkan ia menjual hasil kerajinannya dengan harga yang beragam mulai dari Rp2 ribu.
"Harga bervariasi, untuk termurah souvenir pernikahan atau ucapan terima kasih Rp2 ribu. Kalau vas bunga Rp5 ribu," katanya.
3. Biasanya orang yang mencari gerabah miliknya adalah pencinta seni
Ia menyampaikan, biasanya orang yang mencari gerabah miliknya adalah pencinta seni.
"Kalau yang datang biasanya yang suka barang-barang klasik untuk dijadikan interior rumah atau hiasan rumah, mereka biasanya memesan pajangan. Tapi kalau pajangan harus dipesan terlebih dahulu," ucap Waluyo.
"Kalau udah ready-kan, kadang tidak sesuai permintaan. Jadi disarankan untuk memesan terlebih dahulu," sambungnya.
Baca Juga: Ekspor Kapulaga Sumut Meroket di Tengah Pandemik COVID-19
4. Dalam proses pembuatan, Waluyo mengatakan kendala yang dialami adalah terbatasnya bahan baku
Dalam proses pembuatan, Waluyo mengatakan kendala yang dialami adalah terbatasnya bahan baku.
"Dari produk yang kita buat sebenarnya kendalanya bahan baku. Semakin sulit karena bahannya langka. Kita gak bisa beli lahan khusus ladang atau sawah, apalagi kalau penghasilan sangat kecil, sangat sulit bagi kami," ujarnya.
5. Waluyo mengaku tidak akan berhenti untuk memproduksi gerabah
Dengan terbatasnya bahan baku, Waluyo mengaku tidak akan berhenti untuk memproduksi gerabah.
"Kalau ini kita sampai akhir zaman pun tetap dibutuhkan orang, apalagi kalau sudah semakin lama dan sudah jarang yang membuat gerabah ini. Pun kalau jiwa kita sudah di sini tidak mungkin kita tinggalkan".
6. Produk gerabah yang dibuatnya hanya dipasarkan di Indonesia saja
Kata Waluyo, produk gerabah yang dibuatnya hanya dipasarkan di Indonesia saja.
"Pemasaran hanya di Sumatera saja. Paling jauh ke Aceh. Dari luar paling jauh itu dari Kalimantan hingga Papua," ucapnya.
Baca Juga: Berlayar ke 9 Negara, Ekspor Teh Asal Sumut Terus Digenjot