Ekonom: Stimulus dengan Gelontorkan Dana Bukan Solusi di Masa Pandemik

Lebih baik memberikan market dan memudahkan administrasi

Medan, IDN Times - COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Penyebaran virus ini sangat pesat hingga banyak negara yang terdampak. Dalam menghadapi virus ini, setiap negara tentu sudah melakukan banyak hal dengan respon yang berbeda.

Menurut Hendri Saparini, Ekonom Senior yang juga Pendiri CORE (Centre of Reform on Economics) Indonesia, ada beberapa negara yang merespon dengan tepat dengan struktur cepat. Tetapi ada beberapa yang agak terlambat merespon.

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor, termasuk bagaimana struktur ekonomi negara Indonesia dan kemudian bagaimana sebaiknya negara merespon. Simak yuk!

1. Indonesia tidak perlu merasa terlalu berkecil hati dalam menghadapi pandemik COVID-19 ini

Ekonom: Stimulus dengan Gelontorkan Dana Bukan Solusi di Masa PandemikDirektur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini sedang memberikan keterangan pers. (IDN Times/Indiana Malia)

Ia mengatakan, apapun respon kebijakan yang terpenting untuk mendorong ekonomi kembali pulih adalah menyelamatkan dari sisi kesehatan, karena stimulus ekonomi tidak akan bisa efektif jika negara tidak sangat efektif di dalam mengendalikan pandemik COVID-19 ini. 

Namun, kata Hendri, Indonesia tidak perlu merasa terlalu berkecil hati dalam menghadapi pandemik COVID-19 ini. "Jadi kalau di Indonesia itu ketergantungan atau porsi perdagangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nya itu relatif kecil, maka dia (Indonesia) sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dengan global," jelas Hendri kepada IDN Times, beberapa waktu lalu.

"Artinya apa? dia (Indonesia) masih memiliki market di dalam negeri, itu makanya struktur PDB kita yang 57 persen adalah konsumsi dari rumah tangga. Maka dalam kondisi COVID-19 seperti ini, harus dijadikan sebuah modal yang besar," tambahnya.

Menurutnya, jika Indonesia dapat menjaga konsumsi rumah tangga dengan menggerakkan ekonomi untuk konsumsi, maka ekonomi yang 57 persen tersebut bisa terselamatkan. 

2. Indonesia masih lebih besar dibanding negara-negara yang tidak memiliki ruang gerak yang cukup besar untuk bisa mempertahankan ekonomi tetap lebih baik

Ekonom: Stimulus dengan Gelontorkan Dana Bukan Solusi di Masa PandemikIlustrasi Pertumbuhan Ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia juga menyampaikan, Indonesia masih lebih besar dibanding negara-negara yang tidak memiliki ruang gerak yang cukup besar untuk bisa mempertahankan ekonomi tetap lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi Indonesia dengan penduduk 267 juta jiwa. Kemudian juga wilayah yang demikian luas bisa memproduksi berbagai komoditas yang diperlukan.

"Jadi kita tidak perlu kemudian, tetangga kita sudah negatif 13 persen seperti misalnya di Singapura, misalnya bisa diproyeksikan sampai minus 19 persen. Singapura sangat kecil, sehingga tidak bisa dibandingkan dengan Indonesia pada saat Indonesia harus berhenti ekonominya," tutur salah satu dari 100 wanita paling berpengaruh di Indonesia dari Majalah Globe Indonesia pada 2012.

3. Semestinya yang dapat dilakukan Indonesia tidak hanya bicara stimulus ekonomi yang diartikan dengan mengalokasikan anggaran sebesar tertentu

Ekonom: Stimulus dengan Gelontorkan Dana Bukan Solusi di Masa PandemikIlustrasi warga penerima Bansos (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Ia menyampaikan, semestinya yang dapat dilakukan Indonesia tidak hanya bicara stimulus ekonomi yang diartikan dengan mengalokasikan anggaran sebesar tertentu. Tetapi memberikan market, kemudian juga memudahkan di dalam administrasi. Serta membuat strategi kebijakan yang lebih komprehensif.

"Stimulus itu tidak hanya diberikan hanya dalam bentuk dana ya," ujarnya.

"Kalau yang dilakukan banyak negara justru memberikan market dan memudahkan administrasi. Memudahkan kita di dalam melakukan bisnis itu adalah stimulus yang juga penting," sambung Hendri. 

Baca Juga: Biden Jadi Presiden AS, Sri Mulyani Berharap Ekonomi Dunia Membaik

4. Surat utang Indonesia relatif tinggi dibanding negara tetangga

Ekonom: Stimulus dengan Gelontorkan Dana Bukan Solusi di Masa PandemikIlustrasi utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia mengatakan, dalam kondisi seperti sekarang ini, dan bagi Indonesia itu sebenarnya melonggarkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu bukan barang yang mudah, karena sekarang ini pendanaan APBN semakin sulit dan semakin mahal.

"Karena kalau kita lihat bunga, surat utang kita (Indonesia) itu relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Kalau kita mencari pendanaan lagi, dana yang sangat mahal."

"Jadi kalau memberikan market itu apa kira-kira memberikan kebijakan komprehensif itu seperti apa? kalau kita lihat dana untuk perlindungan sosial untuk 2020 itu nilainya sangat besar 203 triliun. Tahun 2021 lebih besar lagi Rp440 triliun, karena tadi kita mencari dana bagi APBN itu juga tidak mudah dan tidak murah," ucapnya.

5. Hendri: kita berharap bahwa anggaran yang terbatas dan anggaran yang sangat mahal ini bisa memberikan multiplier effect yang juga lebih besar

Ekonom: Stimulus dengan Gelontorkan Dana Bukan Solusi di Masa PandemikInfografis Stimulus Ekonomi Indonesia selama Pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Maka dari itu, katanya, jika pemerintah menyediakan dana sekian triliun, bagian yang mana dari dana tersebut yang bisa jadi captive market produk-produk dalam negeri. "Jadi ini kemudian kita berharap bahwa anggaran yang terbatas dan anggaran yang sangat mahal ini bisa memberikan multiplier effect yang juga lebih besar kan ya," ucapnya.

"Bagaimana kita bisa menyerap tidak hanya produk-produk UMKM tetapi juga produk-produk dalam negeri tadi. Nah caranya seperti apa mba, tentu saja harus ada kebijakan yang komprehensif sehingga kebijakan perdagangan Internasional juga akan mendukung, karena akan memberikan ruang yang lebih besar bagi produk-produk nasional," tambahnya.

6. Hendri menyarankan semestinya sekarang ini Indonesia punya komite pemulihan ekonomi

Ekonom: Stimulus dengan Gelontorkan Dana Bukan Solusi di Masa PandemikIlustrasi Pertumbuhan Ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia menyarankan semestinya sekarang ini Indonesia punya komite pemulihan ekonomi. Nantinya komite tersebut menentukan mana sektor-sektor yang mendapatkan
peluang terbesar dalam jangka pendek maupun jangka menengah dengan adanya guidance dari pemerintah. 

"Seharusnya ini akan menjadi think tank akan menjadi center yang membuat perencanaan-perencanaan. Strategi kebijakan yang akan mengoptimalkan tidak hanya dana APBN, tetapi juga mengoptimalkan kekuatan dari sisi produksi dan juga mengoptimalkan market dalam negeri," katanya.

"Kita harus segera merencanakan kalau misalnya APBN mengalokasikan 30 triliun untuk bank negara, terus kemudian mengalokasikan 11 setengah triliun untuk BPD. Maka semestinya harus ada referensi bagi perbankan tadi, seharusnya mereka ini menyalurkan kredit-nya ke mana begitukan," ujarnya.

Baca Juga: 6 Krisis Ekonomi yang Paling Menghancurkan Dunia, Apa Saja?

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya